tirto.id - Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera, menilai ada hambatan dalam pembahasan RUU Pertanahan. Pemicunya, kata dia, karena ada ketidaksikronan data status tanah yang dimiliki Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kehutanan. Hal ini mengakibatkan pembahasan RUU Pertanahan saat ini mandek.
Mardani mengatakan, RUU Pertanahan sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) menjadi terganjal, namun belum ada pembahasan lanjutan. Dua kementerian terkait, kata dia, belum punya kebijakan satu peta (one map policy) untuk menentukan status tanah.
"Sekarang ini peta itu ada dua, Kementerian ATR/BPN punya peta, Kementerian Kehutanan punya peta juga. Ini enggak sinkron. Ini jadi tumpang tindih. Itu repot," kata Mardani saat ditemui di DPR RI, Selasa (2/7/2019) sore.
RUU Pertanahan telah masuk Prolegnas DPR RI sejak periode 2009-2014. Kemudian berlanjut hingga DPR RI periode 2014-2019.
"Contoh, ATR/BPN mengeluarkan sertifikat [pada suatu daerah], padahal itu kawasan hutan. Pada saat yang sama Kementerian Kehutanan sebut hutan kita 60 persen. Padahal dalam kenyataannya tidak segitu. Realitasnya ada hutan yang sudah jadi kota. Tapi statusnya di peta Kementerian Kehutanan masih hutan," lanjut dia.
Oleh karena itu, Komisi II menginginkan kebijakan yang sinkron antar kementerian. Nantinya, kata dia, penggunakan kebijakan tersebut pun untuk dua kementerian secara intergratif.
"Termasuk kita sedang mensikronkan dengan Peraturan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Kami sedang sinkronkan isinya," kata dia.
Bila RUU Pertanahan selesai dibahas dan disahkan, maka akan melengkapi UU 5/1960 tentang Peratusan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali