Menuju konten utama

Menristekdikti Diminta Tindak Tegas Pelaku Plagiarisme

Aturan mengenai plagiarisme sudah jelas diatur dalam undang-undang pendidikan tinggi dan sudah semestinya untuk diaplikasikan.

Menristekdikti Diminta Tindak Tegas Pelaku Plagiarisme
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/4). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana menyatakan plagiarisme merupakan sebuah tindakan yang menciderai kewibawaan kampus sebagai lembaga intelektual. Untuk itu, ia meminta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) untuk menindak tegas pihak yang terlibat plagiarisme.

"Menristekdikti harus tegas menindak para pelaku plagiarisme. Kalau perlu dicopot gelarnya," kata Dadang kepada Tirto, Senin (28/8/2017).

Menurutnya, aturan mengenai plagiarisme sudah jelas diatur dalam undang-undang pendidikan tinggi dan sudah semestinya untuk diaplikasikan.

"Bukan hanya pada pelaku plagiarismenya, tapi kalau ada oknum pejabat kampus yang memfasilitasi itu juga harus ditindak," kata Dadang.

Dalam hal ini, Dadang tidak ingin merujuk pada satu kasus tertentu, melainkan kepada seluruh kampus yang ada di negeri ini.

"Undang-undang itu bersifat menyeluruh dan mengikat. Intinya Menristekdikti harus turun tangan menindak hal ini," kata Dadang.

Sementara itu, Anggota Komisi X lainnya, Abdul Fikri Faqih, menyatakan Menristekdikti Muhammad Nasir harus membuat peraturan menteri yang lebih jelas terkait dengan plagiarisme.

"Harus jelas landasan rasio toleransi plagiat itu berapa persen dari kutipan di dalam karya ilmiahnya," kata Faqih kepada Tirto, Kamis.

Menurut Faqih, bila itu tidak dibuat maka akan sangat sulit untuk menyatakan sebuah karya akademik itu plagiat atau tidak.

"Sebab, karya ilmiah itu ada prinsip koherensi dengan penelitian sebelumnya. Jadi harus mengutip pendapat atau temuan penelitian sebelumnya," kata Faqih.

Dirinya pun menganggap dalam sebuah karya ilmiah sudah tentu terdapat unsur kebaruan, meskipun banyak kutipan pada karya-karya sebelumnya.

"Makanya harus dibuat rigid peraturannya sama Menristekdikti," kata Faqih.

Pada dasarnya, mengenai plagiarisme sudah diatur secara khusus melalui Permendikbud No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.

Dalam hal ini, Faqih pun menyatakan bahwa kasus dugaan plagiarisme yang dilakukan oleh Nur Alam dalam disertasinya di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) harus dibentuk tim untuk mengusut hal ini.

Dirinya pun tidak setuju bila kasus tersebut disangkutpautkan dengan kasus korupsi yang bersangkutan. Sebab, menurutnya, antara kasus korupsi dan plagiarisme merupakan dua hal yang berbeda.

"Apalagi kalau kasus hukum belum incracht itu rawan dan penuh dinamika. Dan karya ilmiah tidak boleh diombang ambingkan oleh status hukum seseorang," kata Faqih.

Perlu diketahui, Nur Alam dinyatakan lulus ujian doktoral di depan sidang penguji, yang dipimpin ketua promotor sekaligus rektor UNJ, Prof Dr Djaali, dengan disertasi berjudul “Evaluasi Program Keluarga Berencana (KB) Bahteramas Di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara”.

Namun, berdasarkan hasil pengecekan yang dilakukan oleh Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Kementerian Riset, ditemukan bahwa 74,4 persen disertasi Nur Alam merupakan hasil plagiat.

Baca juga: Temuan Plagiat Disertasi di Universitas Negeri Jakarta

Baca juga artikel terkait PLAGIARISME atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yuliana Ratnasari