tirto.id - Menkumham Yasonna Laoly berharap DPR RI bisa menerima Perppu Ormas saat menyampaikan penjelasan dalam pandangan mini fraksi di Komisi II pada hari ini.
"Kami harapkan semua fraksi-fraksi bisa menerima perppu ini," kata Yasonna di Kompleks Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Jumat (20/10/2017).
Menurut Yasonna, dalam pertemuan sebelumnya lobi-lobi sudah dilakukan pemerintah dengan fraksi-fraksi di Komisi II. Termasuk, Komisi II juga telah mendengarkan pendapat sejumlah pakar terkait hal ini. Maka, menurut dia, sudah tidak ada alasan Komisi II untuk menolak Perppu ini.
"Ini bukan soal memberangus hak berserikat dan berkumpul. Ini soal menjaga kedaulatan negara, ini adalah soal setiap organisasi massa harus sesuai dengan ketentuan UU dan tidak bertentangan dengan ideologi negara. Itu soal yang perlu dilakukan oleh semua ormas," kata Yasonna.
Selanjutnya, Yasonna pun menyatakan pencabutan badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan bukti bahwa Perppu Ormas bisa menciptakan sebuah pemerintahan yang otoriter. Melainkan, kata dia, pemerintah memang berhak untuk mencabut badan hukum sebuah Ormas sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kalau seperti Kemenkumham membatalkan badan hukm salah satu ormas, ya karena ini negara hukum, boleh saja menggugat ke pengadilan, itu sah-sah saja. Jadi jangan ada dikatakan, wah ini tidak demokratis, otoriter. Ada jalur hukum yang harus ditempuh, karena ini negara hukum," tegas Yasona.
Sebenarnya, dalam Perppu Ormas nomor 2 tahun 2017, tidak dijelaskan mekanisme pengadilan seperti penjelasan Yasonna. Hal ini berbeda dengan UU Ormas no 17 tahun 2013 yang mengatur mekanisme hukum kepada Ormas yang dianggap melanggar.
Maka, sejumlah fraksi menyebut Perppu Ormas membuka peluang bagi pemerintah untuk bersikap otoriter, di antaranya PAN, PKS, dan Gerindra. Ketiganya sejak awal pun menolak Perppu tersebut.
Di sisi lain, PKB, PDIP, Hanura, Nasdem, PPP, Demokrat, dan Golkar menerima Perppu tersebut. Meskipun, PKB, PPP, dan Demokrat memberikan catatan harus tetap ada mekanisme evaluasi lewat pengadilan di dalamnya.
Selain itu, Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra pun menolak Perppu Ormas. Menurutnya, Perppu Ormas bisa memberangus demokrasi.
"Saran saya perppu itu ditolak saja. Karena bisa memberangus demokrasi dan bisa membuat pemerintah jadi diktator," kata Yusril di DPR usai RDP dengan Komisi II terkait Perppu Ormas, (18/10/2017).
Menurut Yusril, membubarkan Ormas tidak seperti mencabut SIM pada pengendara motor. Karena, berserikat dan berkumpul adalah hak, bukan larangan seperti mengendarai motor yang bisa membahayakan keselamatan orang lain sehingga butuh izin.
"Azas contrarius actus yang digunakan pemerintah itu tidak tepat," kata Yusril.
Selanjutnya, menurut Yusril, untuk menghukum pihak-pihak yang anti-Pancasila bisa dengan menggunakan hukum perorangan saja. "Bisa dihukum orangnya. Tidak harus Ormasnya," kata Yusril.
Sebelumnya, Komisi II DPR telah menggelar rapat selama seminggu terkait Perppu Ormas. Di antaranya mendengar pendapat dari pemerintah, pihak pro dan pihak kontra, lalu pakar. Hari ini merupakan pandangan mini dari fraksi-fraksi yang ada sebelum dibawa ke Rapat Paripurna pada 24 Oktober 2017.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom