Menuju konten utama

Menkopolhukam Mahfud Klaim Putusan MK Membenarkan Isi UU Corona

Menkopolhukam Mahfud MD membenarkan putusan MK bahwa sesuai substansi pemerintah dalam penyusunan UU Corona.

Menkopolhukam Mahfud Klaim Putusan MK Membenarkan Isi UU Corona
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat memberikan keterangan pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (9/11/2020). ANTARA/HO-Humas Kemenko Polhukam.

tirto.id - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengklaim isi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pengujian Undang-undang penanganan COVID-19 membenarkan substansi pemerintah dalam penyusunan undang-undang.

Hal tersebut merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU 2/2020) yang diputus pada Kamis (28/10/2021).

"Sesudah dibaca bolak-balik, keputusan Mahkamah Konstitusi itu justru membenarkan seluruh undang-undang yang sudah tertuang, seluruh isinya di dalam undang-undang yang diuji," kata Mahfud dalam keterangan, Jumat (29/10/2021).

Mahfud mengaku, ada dua pengujian dalam UU 2/2020. Pada uji formil, MK menolak semua permohonan pengujian. Sementara itu, pada pengujian materiel pasal 27, hakim konstitusi justru menambahkan frasa. Pada pasal 27 ayat 1, Mahkamah menambahkan frasa sepanjang penanganan COVID-19 dilakukan sesuai itikad baik. Frasa tersebut pun diambil dari pasal 27 ayat 2. Hal tersebut juga terjadi pada pasal 27 ayat 3.

"Artinya ya bagi kami ini memperkuat posisi pandangan pemerintah tentang undang-undang ini, tentang apa yang ditudingkan sebagai hak imunitas tidak bisa digugat itu, bisa (ditindak) kalau melanggar peraturan perundang-undangan dan beritikad tidak baik," tegas Mahfud.

Mahfud lantas menyinggung pasal 50 dan pasal 51 KUHP bahwa petugas tidak bisa digugat ke pengadilan jika melaksanakannya tugas tetapi dinyatakan melanggar. Hal tersebut juga diatur dalam pasal 28 ayat 1 dan pasal 48 UU Pencegahan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Selain itu, ada beberapa aturan lain yang juga jadi acuan yanni pasal 2 UU Pengampunan Pajak, pasal 224 UU MD3 hingga undang-undang advokat maupun undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Mahfud menegaskan, pemerintah tetap akan menegakkan hukum pelanggaran penanganan COVID-19. Hal tersebut dibuktikan dengan penangkapan eks Menteri Sosial Juliari P. Batubara yang tersangkut kasus korupsi terkait dana bansos COVID-19.

"Ini tidak akan menghalangi penegak hukum melakukan tindakan hukum kalau memang ada penyalahgunaan terhadap Keuangan COVID-19 ini," kata Mahfud.

Mahkamah Konstitusi memutus bahwa hakim menolak permohonan pengajuan uji undang-undang (judicial review) tentang UU 2/2020. Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Mahkamah menolak permohonan uji formil gugatan yang diajukan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) beserta sejumlah warga yang diadvokasi kawan-kawan Kode Inisiatif.

Dalam uji materiel, Mahkamah mengabulkan permohonan sebagian. Mahkamah menambahkan frasa sepanjang dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada pasal 27 ayat 1, 2 dan 3. Namun, Mahkamah menambahkan frasa tenggat waktu pada pasal 29 untuk memperjelas waktu masa berlaku undang-undang yakni hingga akhir tahun ini.

"Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi Covid-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun ke-2," ujar Anwar saat membacakan putusan.

Kuasa hukum pemohon, Viola Reininda mengapresiasi sekaligus menyayangkan isi putusan MK. Pemohon menyayangkan MK tidak elaboratif dan tidak kontekstual dengan tidak mempercepat putusan UU 2/2020. Mereka juga menyayangkan MK tidak mengkaji lebih dalam pasal-pasal dalam UU 2/2020.

"MK tidak memeriksa secara mendalam pasal-pasal penting di antaranya tentang kebijakan keuangan negara dan perpajakan di masa covid-19 dengan alasan keterbatasan pemerintah dalam mengambil pilihan kebijakan. MK memperlihatkan disfungsi sebagai penjaga Konstitusi yang semestinya menggali dan memastikan bahwa aturan pengelolaan keuangan negara sejalan dengan UUD 1945 di masa darurat sekalipun," kata Viola dalam keterangan, Jumat.

Viola pun mengingatkan bahwa putusan MK dalam putusan Nomor 37/PUU-XVIII/2020 menyatakan tidak ada hal imunitas bagi penyelenggara negara dalam penanganan COVID-19 jika ketahuan melanggar aturan dan bisa dinyatakan sebagai kerugian negara.

Sementara itu, pada pasal 29, Viola mengingatkan negara harus memberikan kepastian hukum dengan memastikan COVID-19 tetap ada atau tidak.

Baca juga artikel terkait RUU CORONA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri