Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Mengurai Penyebab Masifnya Penyebaran COVID-19 Klaster Ijtima Gowa

Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani menengarai nihilnya karantina sebagai biang keladi penyebaran COVID-19 masif di sejumlah daerah dari klaster Ijtima Gowa.

Mengurai Penyebab Masifnya Penyebaran COVID-19 Klaster Ijtima Gowa
Anggota kepolisian Polda Sulsel menyemprotkan cairan di lokasi kegiatan Ijtima Ulama Asia di Desa Pakkatto, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/hp.

tirto.id - Sekitar 8.000 orang dari berbagai wilayah di Indonesia dan luar negeri berkumpul di Kecamatan Bontomarannu, Gowa, Sulawesi Selatan, Maret lalu. Mereka berencana mengikuti sebuah acara bernama 'Ijtima Dunia Zona Asia 2020' yang digelar 19 hingga 22 Maret 2020.

Ketika itu pandemi COVID-19 semakin mewabah di seluruh dunia. Instruksi agar tak ada kumpul-kumpul--yang membuat potensi penyebaran virus semakin tinggi--semakin sering diucapkan otoritas terkait.

Acara ini pun terdampak instruksi tersebut, dan akhirnya benar-benar dibatalkan.

Kendati dibatalkan, orang-orang sudah kadung kumpul. Malang pun tak dapat dicegah. Di kemudian hari sejumlah daerah melaporkan kasus positif COVID-19 dari orang-orang yang sempat datang ke acara ini. Penularan bahkan berlanjut ke orang terdekat yang tidak mengikuti kegiatan.

Di Temanggung, Jawa Tengah, 22 dari total 86 warga yang ikut ijtima dinyatakan terindikasi COVID-19 melalui rapid test atau tes cepat. Mereka lantas menjalani tes PCR. Hasilnya, 7 orang dinyatakan positif.

Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq menuturkan jemaah yang terinfeksi telah menularkan penyakitnya ke anak usia 7 tahun. Saat ini anak tersebut telah dirawat di RSUD Temanggung bersama ibunya karena tinggal serumah.

"Penularan dari bapak kepada anaknya yang tinggal dalam satu rumah," kata Al-Khadziq sebagaimana dikutip Antara, Jumat (24/4/2020). Ia menegaskan ini adalah kasus pertama transmisi lokal di daerah itu.

Di Kelurahan Kober, Banyumas, juga ditemukan satu orang jemaah ijtima Gowa yang positif COVID-19. Ini adalah kasus kesepuluh di wilayah tersebut. Setelah dilakukan tracing, ditemukan bahwa virus telah menyebar ke 3 orang anggota keluarga dan 8 orang jemaah masjid di tempat tinggal pasien.

"Jadi total itu menjadi 12 positif konfirmasi COVID-9 untuk wilayah Kober," kata Bupati Purbalingga Achmad Husein di akun Instagram pribadi, Rabu (22/4/2020).

Pemerintah Kabupaten Purbalingga mengantisipasi penyebaran dengan menjadikan 112 orang sebagai ODP klaster Gowa, terdiri dari 61 orang peserta ijtima dan sisanya keluarga. Setelah rapid test, ditemukan 25 orang positif. 15 di antaranya terkonfirmasi terjangkit COVID-19 setelah mengikuti tes swab. Dari pasien positif tersebut, 11 di antaranya jemaah ijtima dan sisanya keluarga.

Selain di Jawa, penyebaran COVID-19 melalui klaster Ijtima Gowa dalam skala masif terjadi di Nusa Tenggara Barat. Tercatat ada 1.157 warga NTB yang mengikuti ijtima, 367 di antaranya terindikasi COVID-19 melalui metode rapid test. Setelah dites ulang dengan metode PCR, 58 orang dinyatakan positif.

"Menyalahkan teman-teman JT [Jamaah Tabligh] tentu tidak tepat, dan teman-teman JT yang kebetulan pernah ke Gowa juga harus terbuka dan sadar bahwa COVID-19 ini bukan aib dan bisa disembuhkan sehingga tak perlu bersikeras untuk tidak mau dites atau diperiksa," kata Gubernur NTB Zulkieflimansyah lewat akun Instagram pribadi, Selasa (21/4/2020).

Tidak Dikarantina

Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan M. Ichsan menampik soal sebutan 'klaster ijtima Gowa', dengan alasan kalau acara itu tidak pernah dihelat dan para jemaah hanya sempat berkumpul bersama beberapa saat.

"Kemungkinan kalau yang positif sekarang itu dia dapatkan di luar, tapi pernah bersama-sama di Gowa," kata Ichsan kepada reporter Tirto, Sabtu (25/4/2020).

Ichsan lantas menjelaskan setelah acara dibatalkan, sebagian jemaah warga lokal langsung dibolehkan pulang. Sementara yang berasal dari luar negeri dan luar provinsi diinapkan di asrama haji dan hotel selama 3 hingga 4 hari.

Ia menegaskan kalau itu bukan karantina, tapi hanya agar mereka ada tempat menginap selama menunggu jadwal kepulangan.

"Waktu mereka pulang, mereka dijemput, dicatat dan sekarang dalam proses pemantauan," kata dia.

Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani menengarai nihilnya karantina adalah biang keladi penyebaran COVID-19 dari klaster ini.

Menurut dia, durasi penampungan yang hanya 3 hingga 4 hari belum cukup untuk memastikan jemaah pulang ke daerah dalam keadaan sehat. Pasalnya, sebagaimana diketahui, maksimal butuh 14 hari bagi penyakit ini untuk terdeteksi.

Selain itu, karena statusnya bukan karantina, dia meragukan adanya perintah untuk menjaga jarak antarjemaah selama di dalam penampungan.

"Jadi kalau penularan itu terjadi pada Maret, kita bisa melihat banyak kasus yang positif itu bulan April, apalagi itu sudah menyebar ke banyak daerah," kata Laura saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (25/4/2020).

Terlepas dari penyebabnya, ia menilai kasus ijtima di Gowa semestinya bisa jadi contoh apa akibat saat sekumpulan orang dari zona merah berpencar ke berbagai daerah. Dalam derajat tertentu ini mirip dengan 'mudik' atau 'pulang kampung'--yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan. Berdasarkan hitungan Kementerian Perhubungan, ada 1 juta orang yang telah mudik lebih dulu sebelum ada larangan pemerintah.

Laura berharap otoritas di desa tujuan pemudik bisa tegas melakukan karantina kepada para pendatang. Tujuannya, jika pendatang itu membawa penyakit, maka ia tak menyebar dan menyusahkan warga desa.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz