Menuju konten utama

Menguji Klaim Mendag Agus Soal Harga Gula Turun saat Pandemi Corona

Mendag Agus Suparmanto mengklaim harga gula pasir mulai turun, bahkan sudah di kisaran Rp14.000-Rp15.000 per kg. Namun fakta di lapangan justru sebaliknya: harga gula mahal.

Menguji Klaim Mendag Agus Soal Harga Gula Turun saat Pandemi Corona
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (30/10/2019). (ANTARA/AstridFaidlatulHabibah)

tirto.id - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto memastikan harga gula pasir sudah mulai turun. Bahkan ia optimistis akan Kembali sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dipatok pemerintah sebesar Rp12.500 per kg.

Menurut Agus saat ini khusus untuk pasar retail modern sudah Rp12.500/kg.

“Tapi di pasar tradisional, kami dalam proses distribusi sehingga diharapkan yang tadinya sekarang ini sudah sekitaran Rp14.000- Rp15.000 mungkin dalam waktu dekat akan kembali normal lagi,” kata Agus dalam konferensi pers virtual Kemendag Peduli dan Launching Pasar Digital, Kamis, 7 Mei 2020.

Klaim serupa diungkapkan Agus saat konferensi pers tentang pantauan Bapok dan Kemendag Peduli pada 29 Maret 2020. “Gula pasir mulai menurun, komoditas lain juga turun seperti daging ayam ras, bawang putih menurun, juga cabe keriting dan besar juga cabe merah yang sebelumnya cukup tinggi.”

Namun klaim Mendag Agus soal terkendalinya harga gula dibantah Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri. Ia berkata, sampai hari ini harga gula masih ada di angka Rp20.000/kg.

Angka tersebut merupakan harga eceran yang dijual pedagang ke konsumen di beberapa pasar di Provinsi DKI Jakarta. Sebut saja Pasar Kramat Jati dan Pasar Senen, kata Mansuri.

“Kalau kita lihat di Jakarta, ya itu masih di atas 17.000/kg bahkan ada yang Rp20.000/kg di Pasar Kramat Jati dan Senen. Nah persoalannya kan Mendag ini dapat laporan dari siapa [harga turun]. Mendag ini sudah turun ke lapangan atau belum,” kata Mansuri saat dihubungi reportr Tirto, Selasa (12/5/2020).

Klaim harga gula mahal memang benar adanya, jika merujuk pada Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN). Pada Selasa, 12 Mei 2020, harga gula masih di atas Rp16.000/kg.

Berdasarkan data PIHPSN misalnya, di Sulawesi Tenggara gula dijual dengan harga Rp21.050/kg, kemudian Papua Barat Rp20.650/kg, DKI Jakarta Rp18.900/kg, Banten Rp18.600/kg, Kalimantan Tengah Rp17.850/kg, Jawa Barat Rp17.300/kg dan Bali Rp16.600/kg.

Kementerian Perdagangan juga menampilkan harga gula di Provinsi DKI Jakarta. Data yang ditampilkan bahkan tak beda jauh, gula pasir dijual dengan harga Rp20.000/kg. Ini bukti bahwa kalim penurunan harga gula yang disampaikan Mendag Agus tak sesuai dengan kenyatan di lapangan.

Karena itu, Mansuri meminta kepada Mendag Agus agar tidak menutupi kondisi yang sebenarnya. Sebab, kata dia, masalah ini perlu penanganan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan para pedagang gula.

“Ini terjadi karena pemerintah enggak mau terbuka soal distribusi soal pengawasan ini terkesan ada yang ditutupi,” kata Mansuri.

Jika pantauan Kementerian Perdagangan adalah harga di pasar retail, maka pemeriksaan tersebut diklaim kurang valid. Mansuri berkata, Mendag Agus sebelum memberikan pernyataan harga gula turun, sebaiknya perlu melihat ke level pedagang pasar tradisional terlebih dahulu.

“Ya saya akui kalau retail modern itu lebih mudah distribusinya. Tapi coba kalau pasar, ditribusinya panjang harus masuk ke pasar besar, baru masuk ke distributornya dan kirim ke eceran. Tapi di sana, pasar itu yang paling besar kebutuhannya,” terang dia.

Manajemen Pengelolaan Pangan Amatir

Mansuri menyebut, kenaikan harga gula sudah berlangsung sejak awal 2020, tapi pemerintah tak segera memberikan strategi untuk menurunkannya. Kasus ini mengingatkan dia pada komoditas lain yang juga ikut terkerek, misalnya di awal tahun cabai merah, bawang merah, bawang putih, bawang bombai. Semua komoditas tersebut mengalami kondisi serupa seperti kasus gula saat ini.

“Udah diingatkan, tapi enggak dengar. Giliran harga tinggi baru panik. Kalau dilihat sejak awal memang tidak responsif. Kita jadi punya kesan Kementerian Perdagangan amatir untuk kelola manajemen pangan,” ujar dia.

Ia mengaku sejak ada menteri baru, pihak pedagang belum pernah diajak bertemu. Biasanya ada rapat koordinasi untuk pengendalian harga pangan yang digelar tiga bulan sekali. Namun, kata Mansuri, sejak Oktober 2019 pihak pedagang tidak pernah dipanggil lagi untuk diajak koordinasi.

“Dulu itu tiga bulan sekali mereka ada koordinasi itu menko ekonomi, menteri pertanian, perdagangan. Sebelum rapat koordinasi itu, pasti kami [pedagang] diundang untuk koordinasi dengan menteri perdagangan soal kondisi harga pangan di lapangan. Ini enggak pernah,” terang dia.

Pemerintah sebenarnya tak tinggal diam melihat kondisi pasar gula saat ini. Kementerian Perdagangan bahkan telah menunjuk sejumlah produsen gula untuk menggelontorkan cadangannya dalam bentuk operasi pasar guna menekan harga yang tinggi saat ini.

Misalnya pada Rabu 29 April 2020, Kementerian Perdagangan menugaskan sejumlah perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) untuk membantu menjual gula ke sejumlah pasar di seluruh Indonesia.

Khusus untuk Pasar Kramat Jati, Kemendag menugaskan PT Angels Products untuk memasok kebutuhan gula di pasar Kramat Jati sebanyak 8 ton. Jumlah tersebut akan terus bertambah sesuai permintaan pasar.

Untuk tahap awal, selain di Pasar Kramat Jati, operasi pasar di gelar di 12 pasar di seluruh DKI Jakarta, yakni Pasar Jatinegara, Pasar Senen, Pasar Tomang Barat, dan Pasar Kebayoran Lama.

Selain PT Angels Products, terdapat 8 produsen gula rafinasi lain yang juga mendapat penugasan untuk menjual stok gulanya ke pasar konsumsi. Harga gula di sejumlah pasar tersebut diklaim telah stabil di harga Rp12.500/ kg.

Operasi pasar ini disambut gembira, bukan saja oleh konsumen, namun juga oleh para pedagang eceran. Selain di pasar yang dipantau Biro Pusat Statistik (BPS), gula penugasan pemerintah ini juga secara bertahap mulai masuk di lebih dari 100 pasar tradisional di Jakarta.

Abad Redi, manager usaha Pusat Koperasi Pasar (Puskopas) mengatakan bahwa anggota yang tersebar di pasar-pasar tradisional bisa dengan mudah membeli gula-gula yang dijual produsen gula rafinasi tersebut.

Operasi Pasar Tak Jamin Harga Gula Turun

Sayangnya, operasi pasar yang digelar oleh Kementerian Perdagangan, tampaknya tidak menyelesaikan masalah harga gula yang tinggi di pasar tradisional. Seorang pedagang gula di Pasar Karamat Jati, Reynal mengaku, meski pasokan gula mulai tersedia tetapi harga gula tak kunjung turun.

“Ini aneh karena, kok barang banyak sebenarnya, yang beli juga enggak terlalu banyak, tapi kok harganya mahal. Gula sampai ke saya itu harganya Rp18.000/kg," tutur dia kepada reporter Tirto, Selasa (12/5/2020).

Dengan kondisi seperti ini, ia tak punya banyak pilihan menjual gula dengan harga yang lebih tinggi. Tingginya harga gula yang ia jual pun tak menjamin pedagang seperti dia untung.

“Dulu saya bisa ambil untung Rp1.000 lebih per kg per hari, tapi sekarang Rp500/kg saja susah karena barang susah keluar," tutur dia.

Ia mengaku kecewa dengan pemerintah yang kerap menyudutkan posisi pedagang eceran seperti dirinya. Pasalnya, kerap kali mereka dituduh sebagai penyebab tingginya harga gula.

"Kami ini lapisan yang sering kali dituduh konsumen. Sering dimarahin konsumen, kami kadang disalahin, mereka pikir kami yang naikin harga padahal dari hulu udah parah,” kata dia bercerita.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, situasi ini jadi bukti ada yang salah dalam tata niaga di komoditas gula.

"Ini adalah fenomena yang sangat anomali. Jadi gak ketemu semua teorinya, daya beli turun, kemudian stok ada, kemudian harga internasional juga turun. Harusnya gula lebih murah. Jadi ini ada yang salah dalam tata niaga," kata Bhima kepada reporter Tirto, Selasa (12/5/2020).

Dalam kondisi ini, kata dia, pemerintah perlu terlibat lebih dalam untuk mengusut permasalahan tata niaga di sektor gula. Langkah yang harus diambil adalah melakukan pantauan langsung berapa harga gula di level produsen dan berapa harga gula di pedagang retail.

Bila ditemukan ada selisih harga yang jomplang, bisa langsung diketahui jelas siapa yang bermain hingga harga gula menjadi mahal seperti saat ini.

"Ini tugasnya satgas pangan. Cek harga importir kemudian ke pedagang eceran. Ada selisih margin berapa yang dinimakti oleh para rente," kata Bhima.

Selain itu, kata Bhima, pemerintah harus berani mengambil tindakan tegas pada pihak-pihak yang kedapatan bermain. Ini akan jadi bukti keseriusan pemerintah dalam menanggulangi kisruh harga gula seperti saat ini.

“Saya sih duga memang ada permainan tata niaga gula yang kemudian pedagang di hilir itu hanya dapatkan harga final. Dari importir dan gudang besar harus dilakukan penindakan, kalau terbukti bermain harga,” kata dia.

Terkait ini, reporter Tirto telah menghubungi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Suhanto dan Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen (Pol) Daniel Tahi Monang. Namun hingga artikel ini rilis, belum ada respons.

Baca juga artikel terkait HARGA GULA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz