tirto.id - Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah membuat pernyataan kontroversial terkait soal kemungkinan menggabungkan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Hal ini dia ungkapkan setelah Litbang Kompas merilis hasil survei elektabilitas tiga nama bakal calon presiden, yaitu Ganjar, Anies, dan Prabowo Subianto.
Dalam survei tersebut, elektabilitas bakal capres dari Partai Gerindra, Prabowo head to head dengan Ganjar yang dijagokan PDIP. Ganjar berada di angka 24,9 persen, Prabowo 24,6 persen, dan Anies di angka 12,7 persen.
Melihat rival mereka berada di angka yang jauh, Said langsung menyebut Anies sebagai kompetitor yang tak patut dipandang sebelah mata. Pria asal Sumenep ini menyebut, Anies dan Ganjar memiliki kemampuan yang sepadan, hal itu dikarenakan kedua bakal capres tersebut berasal dari almamater yang sama, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Said berharap, kedua bakal capres dengan koalisi yang menyertai bisa menjadi satu kekuatan. Dia menyebut, bersatunya Anies dan Ganjar baik untuk kepemimpinan nasional di masa depan.
“Keduanya sama-sama dalam satu almamater, kampus terhebat di Indonesia, yakni Universitas Gadjah Mada. Apalagi jika keduanya bisa bergabung menjadi satu kekuatan, tentu akan makin bagus buat masa depan kepemimpinan nasional kita ke depan, sama-sama masih muda, cerdas, dan energik," kata Said dalam keterangannya pada Senin (21/8/2023).
Saat dikonfirmasi mengenai keterangan tertulisnya, Said menyebut, itu masih sebatas mimpinya saja. Belum menjadi keputusan politik yang mengatasnamakan PDIP. Dia berharap dengan bersatunya Ganjar dan Anies, fragmentasi kampret-cebong seperti di Pemilu 2014 dan 2019 dapat dicegah.
“Kami tidak dalam keputusan, kami hendak mimpi saja, mimpi itu dalam kondisi sebaiknya tidak perlu lagi ada istilah kampret-cebong. Tidak perlu lagi ada istilah Anies di bawah, tidak perlu diperhitungkan, kami tidak dalam posisi itu,” kata Said di Komplek DPR/MPR pada Selasa (22/8/2023).
Said mengingatkan bahwa keputusan resmi PDIP terkait penentuan capres dan rekan koalisi ditentukan oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, Plt Ketua Umum PPP Mardiono, Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo, dan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang.
“Bahwa nanti Ganjar dengan siapa pun, ditentukan oleh Bapak Ganjar, Ketua Umum PDI Perjuangan, Pak Hary Tanoesoedibjo, kemudian Pak Mardiono, dan Ketua Umum Hanura. Itu saja. Itu bukan posisi saya untuk menentukan si A dengan si B, si B dengan si C,” kata Said.
Ketika dikonfirmasi lagi, apakah PDIP siap bersanding dengan Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS --partai-partai yang dicitrakan berseberangan dengan pemerintah--, Said menyerahkannya kepada para ketua umum partai.
“Tunggu saja keputusan para pimpinan parpol dan Pak Ganjar, siapa pun yang paling pas," ungkapnya.
Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto sebelumnya menyebut, Anies Baswedan sebagai antitesis dari Presiden Joko Widodo. Bahkan Hasto dalam beberapa kesempatan mendorong agar para menteri Nasdem di-reshuffle karena dukungan mereka ke Anies sebagai capres di Pilpres 2024.
“Ketika itu disampaikan oleh DPP dan menyebutkan sebagai antitesis, kami merespons karena ini akan menciptakan kerumitan dan persoalan pada tata pemerintahan. Sementara apa yang disampaikan dan dibahas oleh presiden dengan menterinya adalah berkaitan masa depan bangsa dan negara. Kalau ini bocor kepada sosok antitesis, nanti gimana?" kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan pada Kamis (13/10/2022).
Kurang Disambut Baik Parpol Anggota Koalisi
Mimpi Said Abdullah soal bersatunya Anies-Ganjar, ternyata belum menjadi komunikasi serius di antara partai koalisi. Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi menyebut, tidak ada komunikasi untuk bekerja sama dengan Anies beserta partai pendukungnya. Termasuk soal wacana menyandingkan Anies sebagai bakal cawapres Ganjar.
Pria yang akrab disapa Awiek tersebut masih bersikukuh bahwa PPP mencalonkan Sandiaga Uno sebagai bakal cawapres mendampingi Ganjar. Secara diplomatis dia menyampaikan bahwa hingga saat ini bakal cawapres Ganjar ada lima, Sandiaga adalah salah satunya.
“Enggak ada. Ini belum ada di dalam diskusi, di luar nama-nama yang pernah disampaikan Mbak Puan [Maharani]. Kami masih fokus untuk menstimulasikan terhadap nama-nama yang sudah mulai mengerucut. Supaya kita tidak lagi mengulang-ulang," kata Awiek di Komplek DPR/MPR pada Selasa (22/8/2023).
Sebagai seorang politikus, Awiek masih menyebut kemungkinan adanya perubahan peta politik di dalam koalisi Ganjar. Hal itu berkaca dari Pemilu 2019, saat nama cawapres diputuskan di ujung waktu jelang pendaftaran capres dan cawapres di KPU.
“Wait and see dalam politik hal biasa toh, kan sampai last minute bisa berubah seperti pada periode lalu ada perubahan dikit tohlast minute," ujarnya.
Penolakan juga datang dari parpol koalisi pendukung Anies. Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menyebut, wacana penyatuan Anies-Ganjar hanyalah angan-angan belaka. Kamhar menjelaskan, Demokrat fokus dan konsisten bersama Koalisi Perubahan yang telah menetapkan Anies sebagai capres.
“Kami tak ingin berandai-andai. Memang kami senantiasa menjadikan hasil survei sebagai referensi penting, menjadi acuan dalam mengevaluasi dan merumuskan berbagai hal," kata Kamhar saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (22/8/2023).
Sebaliknya, Ketua DPP Partai Nasdem, Taufik Basari menyebut, mimpi Said Abdullah untuk menyatukan Anies-Ganjar masih memiliki kemungkinan. Dia mengingatkan bahwa proses politik di Indonesia sifatnya dinamis dan mungkin berubah di menit akhir jelang pengumuman capres dan cawapres.
“Boleh-boleh saja setiap punya harapan, punya bayangan ataupun pandangan, ini menunjukkan prosesnya masih dinamis, masih cair, kita lihat saja perkembangan berikutnya seperti apa," kata Taufik Basari di Komplek DPR/MPR pada Selasa (22/8/2023).
Taufik menambahkan bahwa kemungkinan Anies-Ganjar terbuka lebar sebagai bentuk antisipasi adanya perpecahan elite politik. Seandainya pilihan berbeda dia berharap persatuan di antara masyarakat tetap terjaga.
“Meskipun pilihan masing-masing dari kita berbeda, tetapi kita tetap terus guyub bersama,” kata anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem tersebut.
Taufik mengakui, partainya masih menjalin komunikasi dengan PDIP walaupun berbeda pilihan. Hal itu sebagai bukti bahwa keputusan politik bersifat dinamis dan masih mungkin untuk berubah hingga Oktober mendatang.
“Komunikasi antar partai politik, cukup baik dan tidak ada yang menjatuhkan satu sama lain. Ini menunjukkan semuanya masih dinamis, dan lihat saja dinamika ke depan seperti apa. Puncaknya nanti di Oktober, selama menunggu Oktober, segala peluang masih bisa terjadi," kata Taufik.
Komunikasi Elite jadi Syarat Mutlak Bersatunya Anies-Ganjar
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menyebut, bersatunya Anies dan Ganjar dalam Pilpres 2024 masih memungkinkan terjadi. Namun, ada syarat berat yang harus ditempuh oleh kedua belah pihak, yaitu konsensus politik bersama antara elite.
“Saya pikir potensi itu dimungkinkan. Semua masih bisa terjadi. Namun demikian, kiranya perlu konsensus politik yang bisa mengakomodasi kepentingan dua belah pihak. Mungkin pertemuan yang intensif dulu sebelum bisa menghasilkan kesepakatan," kata Wasisto dihubungi reporter Tirto, Selasa (22/8/2023).
Ganjar dan Anies dengan latar belakang pemilih yang berbeda masih memungkinkan untuk membuat mereka berdua bersatu. Anies dekat dengan kelompok Islam progresif, sedangkan Ganjar dekat dengan kelompok nasionalis dan Islam tradisional. Menurut Wasisto, kedua hal itu bisa disatukan dengan kepentingan yang sama.
“Semua masih bisa terjadi dan memungkinkan dalam politik apabila kedua kelompok itu dipertemukan dalam kepentingan sama,” ujarnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz