tirto.id - Konsep pemberdayaan muncul dari kegiatan dan upaya penguatan modal sosial yang ada di suatu kelompok atau masyarakat. Dalam kajian sosiologi dan ilmu sosial, upaya tersebut lantas dikenal dengan istilah pemberdayaan masyarakat.
Mengutip buku Konsep Dasar Pengabdian Kepada Masyarakat: Pembangunan dan Pemberdayaan, yang ditulis Eko Sudarmanto dkk (2020:21), pengertian pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat golongan warga tertentu yang ada di dalam kondisi kemiskinan dan keterbelakangan.
Upaya tersebut dimaksudkan guna membangun kemampuan masyarakat dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran mereka, serta mengembangkan potensinya.
Sementara dikutip dari penjelasan di buku Pengembangan Masyarakat karya Zubaedi (2013:162), konsep pemberdayaan muncul dari kegiatan dan upaya penguatan modal sosial yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat.
Konsep pemberdayaan pada dasarnya adalah transfer kekuasaan melalui penguatan modal sosial pada kelompok masyarakat, untuk menjadikan mereka lebih produktif dan menghindari kebiasaan-kebiasaan yang kurang produktif.
Di sisi lain, pemberdayaan masyarakat juga termasuk konsep pembangunan ekonomi yang berisi nilai-nilai sosial. Konsep tersebut mencerminkan cara pembangunan yang bersifat peoplecentered, participatory, empowering, dan sustainable.
Maksud konsep peoplecentered adalah pembangunan yang berorientasi pada masyarakat. Adapun konsep participatory berarti pembangunan yang melibatkan partisipasi warga.
Sedangkan empowering dan sustainable merujuk pada strategi pembangunan yang berorientasi ke pemberdayaan masyarakat (komunitas) dan sifatnya berkelanjutan.
Teori Pemberdayaan Masyarakat Menurut Para Ahli
Selama ini berkembang sejumlah teori pemberdayaan masyarakat. Namun, setidaknya terdapat 2 teori pemberdayaan masyarakat menurut ahli ilmu sosial yang penting untuk dicermati. Selain itu, ada juga 6 teori yang terkait dengan landasan konsep pemberdayaan masyarakat.
1. Teori Pemberdayaan Masyarakat menurut Jim Ife
Dalam bukunya yang berjudul Community Development, Creating Community Alternatives-Vision, Analisis and Practice (1997), Jim Ife menjelaskan bahwa definisi pemberdayaan ialah memberikan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan kepada warga untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan berpartisipasi pada upaya mempengaruhi kehidupan dari kelompoknya.
Menurut Jim Ife, konsep pemberdayaan memiliki hubungan erat dengan dua konsep pokok yakni: konsep power (daya) dan konsep disadvantaged (ketimpangan). Maka, pengertian pemberdayaan dapat dijelaskan menggunakan 4 perspektif: pluralis, elitis, strukturalis, dan post-strukturalis.
Dalam buku Pengembangan Masyarakat karya Zubaedi (2013: 21-22), penjelasan dari 4 perspektif itu masing-masing adalah sebagai berikut.
Pertama, perspektif pluralis melihat pemberdayaan sebagai proses buat menolong individu maupun kelompok masyarakat yang kurang beruntung, supaya mereka dapat bersaing secara lebih efektif.
Dalam perspektif pluralis, pemberdayaan yang dilakukan adalah menolong masyarajat dengan memberikan pembelajaran tentang cara menggunakan keahlian dalam melobi, menggunakan media yang berhubungan dengan tindakan politik dan memahami bagaimana bekerjanya sistem (aturan main). Jadi, pemberdayaan dilakukan dengan meningkatkan kapasitas masyarakat agar dapat bersaing secara wajar sehingga tidak ada yang menang atau kalah.
Kedua, perspektif elitis memandang pemberdayaan sebagai upaya untuk mempengaruhi kalangan elite, seperti para pemuka atau tokoh masyarakat, pejabat, orang kaya, dengan cara membentuk aliansi dengan mereka, atau melakukan konfrontasi dan mengupayakan perubahan pada kalangan elite. Upaya ini dilakukan mengingat masyarakat menjadi tak berdaya karena adanya power dan kontrol yang kuat dari para elite.
Ketiga, perspektif strukturalis memandang pemberdayaan sebagai agenda perjuangan yang lebih menantang karena tujuannya adalah menghapus bentuk-bentuk ketimpangan struktural. Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses pembebasan yang harus dibarengi oleh perubahan struktural secara fundamental serta hilangnya penindasan struktural.
Keempat, perspektif Post-strukturalis menilai pemberdayaan sebagai upaya mengubah diskursus yang menekankan pada aspek intelektualitas ketimbang aksi atau praksis. Jadi, pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai langkah mengembangkan pemahaman terhadap perkembangan pemikiran baru dan analitis. Titik tekan pemberdayaan pada aspek pendidikan kepada masyarakat.
Jim Ife juga mengidentifikasi 6 jenis kekuatan masyarakat yang dapat dimanfaatkan dalam proses pemberdayaan mereka. Keenam kekuatan itu adalah: kemampuan menentukan pilihan pribadi; kemampuan menentukan kebutuhan sendiri; kebebasan berekspresi; kemampuan kelembagaan; akses pada sumber daya ekonomi; dan kebebasan dalam proses reproduksi.
Dengan mengidentifikasi faktor-faktor kekuyatan masyarakat dan ketimpangan yang membuat mereka terbelakang, terdapat tiga strategi pemberdayaan yang bisa dilakukan. Ketiga strategi itu adalah:
- Pemberdayaan melalui perencanaan dan kebijakan yang dilaksanakan dengan membangun atau mengubah struktur dan lembaga yang bisa memberikan akses yang sama terhadap sumber daya, pelayanan dan kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
- Pemberdayaan melalui aksi-aksi sosial dan politik yang dilakukan perjuangan politik dan gerakan dalam rangka rangka membangun kekuasaan yang efektif.
- Pemberdayaan melalui pendidikan dan penumbuhan kesadaran yang dilakukan dengan proses pendidikan dalam berbagai aspek yang cukup luas. Upaya ini dilakukan dalam rangka membekali pengetahuan dan ketrampilan bagi masyarakat lapis bawah dan meningkatkan kekuatan mereka.
2. Pemberdayaan Masyarakat Menurut Teori Actors
Salah satu perspektif yang kerap dipakai dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah teori Actors.
Dikutip dari artikel "Teori Actors dalam Pemberdayaan Masyarakat" oleh Karjuni Dt. Maani, dalam Jurnal Demokrasi (Vol X, No 1, 2011), teori actors dikemukakan Sarah Cook dan Steve Macaulay, dalam Perfect Empowerment (1996).
Dalam teori Actors, masyarakat dinilai sebagai subyek yang mampu melakukan perubahan apabila terlepas dari kendali yang kuku dan mendapatkan kebebasan untuk bertanggung jawab atas ide, keputusan, dan tindakan mereka.
Cara pandang itu sesuai akronim Actors, yakni authority (wewenang); confidence and competence (percaya diri dan kompetensi); trust (kepercayaan); opprtunities (kesempatan); responsibilities (tanggung jawab); dan support (dukungan).
Teori Actors mengarah pada pendelegasian secara sosial dan moral sejumlah aspek berikut:
- Mendorong ketabahan
- Mendelegasikan wewenang sosial
- Mengatur kinerja
- Mengembangkan organisasi
- Menawarkan kerja sama
- Berkomunikasi secara efisien
- Mendorong inovasi
- Menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi.
Teori yang ditawarkan Cook dan Macaulay menghasilkan perubahan yang terencana karena input yang digunakan sudah diantisipasi sejak dini. Oleh karena itu, output yang dihasilkan berdayaguna secara optimal.
Dalam kerangka kerja teori Actors, pemberdayaan dilakukan dengan menumbuhkan keberdayaan masyarakat yang didukung aspek internal dan eksternal. Sementara aktor dalam pemberdayaan adalah pemerintah atau organisasi non-pemerintah.
3. Enam Teori Terkait Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Dua teori di atas merumuskan model pemberdayaan masyarakat yang bisa diimplementasikan dan memuat sejumlah konsep teknis.
Di luar itu, terdapat pula enam teori dalam bentuk luas yang terkait dengan konsep pemberdayaan masyarakat karena menjelaskan pola-pola interaksi sosial.
Mengutip buku modul sosiologi terbitan Kemdikbud berjudul Kenali Dirimu (2020: 6-7), berikut ini keenam teori tersebut:
- Teori Ketergantungan Kekuasaan (power-dependency)
- Teori Sistem (The Social System)
- Teori Ekologi (Kelangsungan Organisasi)
- Teori Konflik
- Teori Mobilisasi Sumberdaya
- Teori Konstruktivisme.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom