tirto.id - Sinetron Suara Hati Istri jadi trending di media sosial Twitter pada Kamis (3/6/2021). Menurut penelusuran Tirto, sinetron Suara Hati Istri ini jadi tren atau banyak diperbincangkan warganet karena munculnya petisi untuk menghentikan sinetron yang tayang di Indosiar ini.
Menurut petisi yang dibuat oleh Alyzza, sinetron ini seolah mempromosikan pedophilia (kelainan seksual yang menjadikan anak-anak sebagai objek seksual). Menurut pembuat petisi, tidak sepantasnya seorang aktris di bawah umur memerankan karakter dewasa, terlebih lagi karakter yang sudah berkeluarga.
Aktris yang dimaksud adalah LC, seorang anak berusia 16 tahun yang memerankan Zahra, istri ketiga dalam sinetron Suara Hati Istri. Sinetron ini berkisah tentang kehidupan keluarga yang menganut prinsip poligami, dimana suami memiliki 3 istri.
"Bukan soal cocok atau tidak cocok beliau memerani karakter tersebut, tetapi lebih mengenai bagaimana pihak produser memilih seorang aktris di bawah umur untuk menjadi seorang istri," tulis petisi Alyzza.
Menurutnya, tontonan Suara Hati Istri dapat memberikan interpretasi yang salah untuk orang lain. Persoalan dalam sinetron ini bukan soal memiliki istri ketiga itu pantas atau tidak. Melainkan, meminta aktris 15 tahun untuk memerankan seorang istri ketiga dan berakting dengan lawan main yang usianya jauh lebih tua.
"Kami khawatir atas ketidaknyamanan LC untuk ikut dalam produksi sinetron ini. Terlebih lagi terdapat satu scene (cuplikan sudah tidak ada) mengisahkan soal 'malam pertama' karakter dan dengan suaminya. Ya benar, di dalam cerita karakter sudah lulus dan berarti tidak ilegal dalam ceritanya," tulis Alyzza.
Hingga Kamis (3/6/2021), petisi ini telah ditandatangani sebanyak 51.194 orang dengan target 75.000 tanda tangan.
Suara Hati Istri Berlawanan dengan Penghapusan Kekerasan Seksual
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) Riska Carolina menyebut tontonan yang tidak mendidik masyarakat, seperti Suara Hati Istri akan menghapuskan upaya masyarakat sipil memerangi kekerasan seksual.
"Yang paling penting karena ini melibatkan banyak pihak, sehingga terjadi secara sistematis termasuk pemerintah. Secara usia pernikahan legal di Indonesia adalah 19 tahun untuk perempuan maupun laki-laki sesuai UU Perkawinan No. 16/2019 atas perubahan UU No. 1/1974. Selain itu, UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan usia anak adalah sampai dengan 18 tahun," katanya di Jakarta, Rabu, seperti dikutip Antara News.
Saat ini KOMPAKS tengah menyoroti tayangan sinetron Suara Hati Istri yang mempertontonkan pemeran Zahra yang diperankan LCF seorang aktris berusia anak 15 tahun, sebagai karakter berusia 17 tahun yang menjadi istri ketiga dari lelaki berusia 39 tahun.
Ia menyatakan bahwa masyarakat masih diberikan tontonan yang sangat tidak mendidik dan menghapuskan upaya-upaya yang dilakukan masyarakat sipil dalam memerangi kekerasan seksual.
Pihaknya mengharapkan agar hal yang terjadi secara sistematis tersebut dapat berubah, sehingga tidak lagi melanggengkan dan memonetisasi pernikahan anak.
Selain itu. rumah produksi beserta stasiun televisi swasta diminta dapat menayangkan tayangan yang lebih beredukasi, tidak hanya sekadar menuntut pencabutan masa tayang sinetron "Suara Hati Istri" tanpa melakukan edukasi.
"Di film tersebut pemerannya berusia 17 tahun, di mana pemeran aslinya berusia 15 tahun. Jelas itu upaya memromosikan perkawinan anak dan monetisasi, ini sangat keji, karena mengeksploitasi anak," katanya menegaskan.
Dia juga menegaskan perilaku berakting dengan konteks dalam sinetron tersebut tidak boleh menjadi hal yang diwajarkan.
Saat ini, pihaknya akan bersurat kepada Komisi Penyiaran Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika atas tayangan tersebut. Juga akan bersurat kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan harapan pemeran anak tersebut dapat dilindungi.
KOMPAKS mengecam keras penayangan sinetron “Suara Hati Istri” di salah satu stasiun televisi swasta yang melanggengkan dan memonetisasi praktik perkawinan anak.
Sinetron “Suara Hati Istri” menurut KOMPAKS telah mempertontonkan jalan cerita, karakter, dan adegan yang mendukung dan melanggengkan praktik perkawinan anak, bahkan kekerasan seksual terhadap anak.
Tindakan tersebut ditambah dengan promosi yang dilakukan melalui kanal Youtube salah satu televisi swasta yakni penggunaan judul pemancing klik pada salah satu episodenya: “Malam Pertama Zahra dan Pak Tirta! Istri Pertama & Kedua Panas? | Mega Series SHI - Zahra Episode 3”
Riska menjelaskan tayangan dan promosi dari sinetron ini telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditujukan untuk kegiatan penyelenggaraan penyiaran baik TV maupun radio di Indonesia, utamanya Pasal 14 Ayat 2 mengenai Perlindungan Anak yang berbunyi “Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.”
Editor: Iswara N Raditya