tirto.id - Tagar #NgocokYuk ramai diperbincangkan warganet dan sempat menjadi trending topic di Twitter pada Jumat (1/11/2019). Hal itu terjadi setelah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang, Sumatera Barat menyita satu mobil usaha minuman kopi cokelat bermerek 'Ngocok Yuk'.
Satpol PP menilai kata ngocok berkonotasi dengan masturbasi. Sehingga tak pantas dijadikan merek dagang.
"Kami mendapatkan laporan adanya brand usaha kopi coklat 'Ngocok Yuk, Makin Dikocok Makin Nikmat'. Setelah kami datangi, ternyata memang benar dan selanjutnya kami bawa ke kantor," kata Kepala Satpol PP Padang Al Amin, seperti dikutip dari Kompas.com.
Petugas lalu meminta pemilik usaha untuk menandatangani surat perjanjian agar mengganti merek dagangnya jika ingin melanjutkan berjualan.
Merek 'Ngocok Yuk' dianggap melanggar nilai agama mayoritas di Minang yang berasaskan adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Al Amin mengklaim Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang merekomendasikan Satpol PP untuk menertibkan merek-merek usaha yang dinilai melanggar norma.
MUI juga memastikan tidak akan mengeluarkan sertifikasi halal untuk produk seperti itu. Wasekjen MUI Salahuddin Al-Ayyubi mengatakan merek 'Ngocok Yuk' mengarah pada kemaksiatan.
"Kalau di MUI Pusat, kebijakannya tidak menyertifikasi halal produk yang bernama barang haram atau kemaksiatan. Alasannya adalah preventif, agar masyarakat tidak terbiasa dan menganggap wajar hal-hal yang diharamkan dan kemaksiatan," Kata Salahuddin saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (1/11/2019).
Salahuddin bahkan mengatakan merek dagang seperti 'Ngocok Yuk' akan ditolak sejak proses pendaftaran sertifikasi halal.
"Bukan dinilai menyinggung publik atau berkonotasi buruk, tapi nama yang sama dengan barang yang diharamkan atau maksiat," kata Salahuddin.
"MUI tidak mengatakan produk tersebut haram, tapi tidak akan disertifikasi [halal]," tegasnya.
Tidak Kreatif
Pakar Komunikasi dan Branding Emilia Bassar menilai, penamaan merek dagang yang bombastis seperti 'Ngocok Yuk' hanya sekadar mengikuti tren.
"Nama-nama seperti Ayam Pedas Neraka, Ayam Setan, Kopi Ngocok Yuk tidak kreatif. Mereka saling ikut atau bermiripan dengan yang sudah ada," kata saat dihubungi Tirto, Jumat (1/11/2019).
Emilia mengatakan penamaan merek seperti itu dari sisi komunikasi pemasaran tidak salah.
"Tapi kalau dilihat dari sisi kebiasaan, norma dan budaya yang berlaku di suatu masyarakat, hal itu bisa jadi masalah," ujarnya.
Emilia menyarankan agar para pemilik bisnis memikirkan secara kreatif nama produk atau jasa mereka tanpa harus menyinggung norma di suatu daerah. Ia bilang banyak contoh bagaimana merek terkenal diciptakan secara kreatif dan membuat orang suka, tertawa, atau mengatakan, "yes".
"Kalau nama produk dibuat semudah mungkin dan mudah diingat, tapi jangan buat orang mengernyitkan dahi atau merasa risih dengan nama tersebut," ujar Emilia.
Tak hanya sekadar merek, pebisnis juga harus memerhatikan kinerja, reputasi, dan kualitas produk atau jasa serta layanannya. Emilia menambahkan, penentuan harga dan pemilihan lokasi juga tak kalah penting
"Membuat merek yang bombastis tapi kalau kinerja, reputasi, kualitas produk atau jasanya, dan layanannya tidak bagus, hanya menjadi gimik saja," ujarnya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan