tirto.id - Julen Lopetegui punya catatan apik saat menangani timnas Spanyol. Sejak mengambil kendali dari tangan Vicente de Bosque pada 2016 lalu, ia tak terkalahkan. Dalam 20 pertandingan, ia membawa Spanyol menang 14 kali dan bermain imbang sebanyak 6 kali.
Namun pada Rabu (13/6/18) kemarin Lopetegui akhirnya menelan kekalahan: ia dipecat sebagai pelatih timnas Spanyol. Menariknya, yang mengalahkannya hari itu adalah Spanyol sendiri: Federasi sepakbola Spanyol (RFEF) memecat Lepetegui hanya sehari menjelang Piala Dunia 2018 atau hanya dua hari menjelang pertandingan pertama Spanyol di Rusia.
"Kami harus memutuskan untuk memecat pelatih timnas [Spanyol]. Apa yang telah kami capai di sini [Rusia 2018] adalah sebagian besar berkat dia [Julen Lopetegui] dan kita harus berterima kasih kepadanya dan mendoakan semoga dia berhasil," kata Luis Rubiales, Presiden RFEF, dikutip dari Guardian.
Keputusan tersebut jelas berisiko. Namun keputusan itu memang harus diambil. Pasalnya, menurut Rubilaes, Lotepegui dianggap telah melanggar prinsip: ia melakukan negoisasi dengan Real Madrid tanpa sepengetahuan RFEF. Rubiales mengaku baru menerima kabar lima menit sebelum Lotepegui diumumkan secara resmi sebagai pelatih Madrid.
“Tim nasional adalah milik semua orang dan kami harus menyampaikan pesan secara jelas kepada semua karyawan di dalam federasi bahwa ada cara berperilaku, ada etika,” kata Rubiales menyoal keputusannya itu. “Julen telah bekerja secara fenomenal. Saya tidak memiliki keraguan untuk itu. Tetapi bagaimana semua ini terjadi membuat saya harus mengambil keputusan seperti itu. Ini adalah hari yang sulit dan kami harus mengambil keputusan hanya dua hari sebelum Piala Dunia dimulai.”
Tidak sampai 24 jam setelah mengambil keputusan itu, Spanyol langsung mengambil keputusan penting lainnya: Fernando Hierro, mantan kapten Real Madrid, dipilih menjadi pelatih sementara. Mantan kapten Real Madrid tersebut setidaknya akan bekerja selama Spanyol bertanding di Piala Dunia 2018.
Keputusan menunjuk Hierro tak kalah mengejutkan dibandingkan keputusan memecat Lotepegui. Karier Hierro di dunia kepelatihan masih seumur jagung. Ia hanya dua kali bekerja di pinggir lapangan, yaitu sebagai asisten pelatih Real Madrid pada musim 2014-2015 dan sebagai pelatih Real Oviedo pada musim 2016-2017.
Apa yang bisa diberikan Hierro kepada Spanyol yang sedang berada dalam kondisi sulit?
Hierro Tahu Cara Memperlakukan Pesepakbola
Florentino Perez mulai memimpin Madrid pada tahun 2000. Saat itu ia berhasil mengalahkan saingannya, Lorenzo Sanz yang sudah memmimpin Madrid sejak 1985. Tidak hanya itu, pencapaian Sanz sebenarnya tidak buruk karena Madrid baru saja meraih gelar Liga Champions yang kedua di eranya.
Faktor kunci yang membuat Perez berhasil mengalahkan Sanz adalah janji selama kampanye. Salah satu janjinya adalah mendatangkan Luis Figo dari Barcelona, musuh abadi Real Madrid.
Setelah terpilih, Perez menepati janjinya untuk mendatangkan Luis Figo dari Barcelona. Tidak hanya Figo, ia ternyata juga mendatangkan bintang-bintang sepakbola dunia lainnya. Dalam kurun waktu tiga tahun (2001-2003) Perez mendaratkan Zinedine Zidane, Ronaldo, juga David Beckham. Madrid pun menjelma Los Galacticos.
Sayangnya, kebiasaan Perez mendatangkan bintang-bintang dunia tersebut membuat ruang ganti Madrid tidak kondusif. Pemain-pemain penting yang sudah dianggap tak berguna dan tidak memiliki nilai jual dilepas begitu saja.
Fernando Hierro, kapten Real Madrid, muak dengan cara Perez memimpin Real Madrid. Setelah bersuara dengan mengatakan bahwa Perez memperlakukan pemain-pemain Madrid seperti "barang dagangan", ia menolak memimpin timnya saat merayakan gelar La Liga pada musim 2002-2003. Puncaknya: Hierro meninggalkan Madrid pada musim panas tahun 2003.
Ia kemudian pindah ke Al Rayyan, klub asal Qatar, meninggalkan cerita emas yang telah ia rajut bersama Madrid selama 14 tahun. Hierro mempersembahkan 5 gelar La Liga, 4 gelar Copa de Espana, 3 gelar Liga Champions Eropa, 2 gelar Piala Interkontinental (saat ini Piala Dunia Antar Klub), 1 gelar Copa del Rey, dan 1 gelar Piala Super Eropa.
Apa yang dilakukan Hierro tentu saja tak berpengaruh apa-apa terhadap Perez. Apa peduli Perez pada protes-protes yang boleh jadi dianggap receh belaka itu?
Namun bagi para pesapakbola profesional, sikap Hierro itu menjadi catatan. Bagaimana pun, para pesepakbola bukan barang dagangan, melainkan manusia yang juga harus diperlakukan selayaknya manusia.
Saat mengambil sikap tersebut, Hierro mungkin banyak belajar dari pengalaman masa kecilnya. Saat itu, meski tumbuh di dalam keluarga sepakbola, Hierro kecil awalnya tidak terlalu beruntung. Sementara dua kakaknya, Antonio dan Manolo, bisa bergabung bersama Malaga sejak usa dini, Hierro kesulitan mengikuti jejak keduanya. Ia dua kali ditolak bergabung dengan Malaga. Ia pun harus puas hanya bermain bersama tim asal desanya.
Situasi itu sangat sulit bagi Hierro kecil, tapi karena masih ingin bermain bola maka ia memilih untuk menikmatinya saja. Jauh setelah menjadi pemain penting di Real Madrid dan Spanyol, Hierro mengenang masa kecil yang pahit itu dengan kesaksian begini:
“Bagi saya, bermain di tim desa merupakan yang terbaik. Itu sesuatu yang luar biasa. Itu adalah kesenangan yang tak akan pernah Anda lupakan.”
Saat memilih Hierro, Spanyol memang menunjuk pelatih yang belum jelas reputasinya. Namun mereka tak melewatkan satu hal penting: Spanyol memilih pelatih yang tahu bagaimana caranya menjadi pesepabola atau memperlakukan pesepakbola sebaik-sebaiknya. Pelatih seperti itu tentu saja cocok untuk tim yang tidak mempunyai waktu untuk melakukan banyak perubahan berarti.
Jangan lupa, dua hari setelah pemecatan itu, Spanyol akan langsung berhadapan dengan Portugal, juara Piala Eropa 2016.
Seperti Apa pendekatan Hierro?
Di bawah asuhan Julen Lopetegui, Spanyol sering bermain dengan formasi 4-3-2-1 dan 4-3-3. Dengan formasi itu mereka senang menguasai bola dan memainkan umpan-umpan pendek satu-dua sentuhan. Dan untuk memaksimalkan cara bermainnnya itu, pemain-pemain tengah (terutama yang berkarakter menyerang) dan pemain-pemain depan Spanyol sering melakukan pertukaran posisi satu sama lain.
Menariknya, Lopetegui juga sering memainkan false nine. Alasannya dapat dimengerti: false nine bisa membuat serangan Spanyol lebih cair dan membuat pergerakan pemain-pemain depan Spanyol semakin sulit untuk ditebak oleh tim lawan.
Kemenangan Spanyol atas Italia pada September 2017 lalu bisa menjadi contoh. Saat itu Lopetegui memainkan David Silva sebagai false nine. Silva yang sering turun ke lini tengah sering membuat Leonardo Bonucci dan Andrea Barzagli, duet bek tengah Italia, kikuk. Isco dan Asensio, dua pemain depan Spanyol yang berdiri di samping Silva, kemudian sering memanfaatkan ketidaknyamanan dua bek tengah Italia tersebut. Hasilnya, Spanyol berhasil menang 3-0 pada pertandingan tersebut.
Di Rusia nanti, Hierro barangkali tidak akan melakukan banyak perubahan terhadap gaya main Spanyol. Selain karena tidak mempunyai cukup waktu, ia juga pernah bekerjasama dengan Sam Allardyce dan Carlo Ancelotti, pelatih-pelatih yang tidak mempunyai sistem permainan tertentu yang dipeluk secara fanatik.
Sementara pendekatan yang dilakukan Allardyce sering bergantung dengan cara bermain lawan, pendekatan Ancelotti justru sering begantung dengan kemampuan pemain-pemain yang dimilkinya. Karena itu, Allardyce pernah memainkan false nine saat menangani West Ham pada tahun 2013 lalu dan Acelotti pernah memainkan formasi pohon natal (4-3-2-1) saat sukses bersama AC Milan pada musim 2002-2003 lalu.
Dengan pendekatan seperti itu, jika pendekatan Lopetegui masih mampu membuat Spanyol tampil maksimal dan meraih hasil positif, Spanyol di bawah asuhan Hierro barangkali akan bermain dengan cara sama.
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan