tirto.id - Windsor, kota yang dikenal dengan Windsor Castle, tempat tinggal Ratu Elizabeth kian ramai disebut dalam pemberitaan menjelang pernikahan Pangeran Harry dan Meghan Markle. Pasangan itu akan menikah di Kings Cathedral, gereja yang ada di dalam kompleks kastil.
Kings Cathedral tergolong bukan lokasi premium bila dibandingkan dengan Westminster Abbey, tempat pernikahan akbar anggota kerajaan Inggris biasa digelar. Pernikahan terakhir yang diselenggarakan di Kings Cathedral adalah pernikahan Pangeran Edward dengan Sophie Rhys-Jones pada 1999. Alasan Edward saat itu ialah ingin pernikahan dikemas sederhana dan intim.
Awal Januari lalu, Simon Dudley, pemimpin Windsor Council, menyuarakankeinginan untuk melihat Windsor bebas dari kaum tunawisma yang singgah di luar dinding kastil. Dudley mengirim surat kepada Anthony Stansfeld, police and crime commissioner untuk Thames Valley.
Di dalam surat, tertulis harapan Dudley agar kota lebih nyaman dipandang dan keamanan turis bisa terjamin pada saat pernikahan anggota kerajaan berlangsung. Selain lewat surat, Dudley menulis dalam akun Twitternya perihal penertiban tunawisma sebelum pernikahan kerajaan diselenggarakan.
Acara pernikahan Pangeran Harry dan Meghan diperkirakan akan menarik puluhan ribu orang wisatawan. Normalnya, setiap tahun Windsor didatangi sekitar 7 juta wisatawan. Sampai saat ini, kesejahteraan kaum tunawisma masih menjadi tantangan yang harus dilalui pemerintah setempat. Jumlah tunawisma meningkat sebanyak 134 persen sejak 2010.
Setiap minggu, pengadilan Inggris mengatasi kasus tunawisma. Sebagian dari mereka dianggap mengemis dan dipenjarakan. Penelitian yang dilakukan Homeless Link menyebutkan bahwa 80 persen kaum tunawisma memiliki gejala gangguan kesehatan mental dan 45 persennya didiagnosis memiliki permasalahan mental.
Para pemerhati kondisi sosial kota Windsor mencoba mengatasi permasalahan tersebut dengan mendirikan Windsor Homeless Project. Lembaga ini dibentuk untuk membantu kelangsungan hidup kaum tunawisma. Layanan yang mereka berikan di antaranya makanan, konsultasi kesehatan mental, dan fasilitas mencuci pakaian.
Murphy James, salah satu pengurus Windsor Homeless Project, berkata saat ini proyek tersebut menangani 40-50 tunawisma. James menganggap jumlah tersebut di luar dari kaum tunawisma yang bersembunyi. Program pemerintah untuk menyediakan tempat tinggal bagi kaum tunawisma belum efektif untuk menampung masalah ini.
Anne Rogers, seorang warga Inggris, menanggapi pernyataan Dudley tentang “pembersihan” kaum tunawisma. Ia menyatakan lebih baik Pangeran Harry memberi makanan bagi kaum tunawisma pada hari pernikahannya.
Saat aktivis merespons rencana pernikahan kerajaan itu dengan memperjuangkan perbaikan kondisi kaum tunawisma di sekitar Windsor Castle, perusahaan pembuat suvenir bersiap diri mendesain suvenir terkait pernikahan di bulan Mei nanti.
Tradisi penjualan suvenir pernikahan anggota kerajaan berawal dari momen pernikahan Ratu Victoria dan Pangeran Albert pada 1840. Pihak kerajaan Inggris memilih produsen suvenir Royal Collection Trust untuk memproduksi ragam pajangan pernikahan kerajaan sejak tahun 1993.
Peluang bisnis tersebut turut dilirik oleh sejumlah perusahaan produsen porselen lain karena keuntungan yang bisa dihasilkan dari sektor tersebut. Centre for Retail Research menyebut bahwa saat pernikahan Pangeran William dan Kate penjualan suvenir berada di angka 222 juta pounds.
Royal Crown Derby ialah salah satu perusahaan yang mengambil kesempatan itu. Perusahaan ini merupakan perusahaan porselen tertua di Inggris. Pada 2011, perusahaan tersebut membuat pajangan yang berkaitan dengan pernikahan Pangeran William dan Kate Middleton. Produk tersebut berhasil meningkatkan keuntungan perusahaan sebanyak 10 persen.
Ketika mendengar kabar soal pertunangan Harry, Royal Crown Derby lekas memutuskan untuk menjual suvenir berupa piring dengan gambar wajah pasangan tersebut. Suvenir yang terjual berjumlah 2017 dengan harga tiap barang 59.18 Poundsterling. Mereka berharap momen pernikahan pangeran Harry dan Meghan mampu memperluas penjualan sampai ke Amerika Serikat.
The Conversation menulis bahwa Inggris masih menjadi salah satu destinasi utama bagi seseorang yang hendak menikmati budaya dan sejarah. Tradisi pernikahan anggota kerajaan termasuk di dalamnya. Pernikahan Pangeran Charles dan Putri Diana pada tahun 1981 memberi dampak positif terhadap pariwisata Inggris meski saat itu Inggris tengah melalui masa resesi ekonomi.
Pernikahan Pangeran William pada 2011 menyebabkan peningkatan turis sebanyak 600.000 orang. Para turis menghabiskan dana 107 juta pounds. Di bulan April 2011, jumlah turis bertambah 350.000 orang seiring dengan ditetapkannya acara pernikahan Pangeran William sebagai hari libur. Sejumlah hotel menetapkan harga khusus di momen tersebut.
Perusahaan konsultan bisnis Brand Finance memperkirakan Inggris akan mendapatkan pendapatan tambahan sekitar 200 juta Poundsterling dari sektor pariwisata dan perhotelan.
Selain ranah bisnis, pernikahan anggota kerajaan Inggris turut menciptakan tren busana pernikahan. Salah satunya tren busana pengantin wanita berwarna putih. Busana putih menjadi populer setelah dikenakan oleh Ratu Victoria pada 1840.Di zaman tersebut, hanya orang-orang kelas atas yang bisa mengenakan busana pernikahan berwarna putih lantaran tidak mudah untuk menjaga warnanya.
Model busana yang menonjolkan rampingnya pinggang, material bordir, serta penggunaan petticoat pada bagian rok juga masih relevan hingga kini. Kate Middleton mengenakan busana dengan model dan material serupa. Ia mempercayakan busananya pada lini mode asal Inggris Alexander McQueen.
Setelah menangani Kate, rumah mode tersebut mengalami peningkatan penjualan sebanyak 33 persen dalam setahun. Setelah Kate’s effect—sebutan bagi para penganut tren busana ala Kate Middleton, kini publik tengah mempersiapkan diri dengan Meghan’s effect.
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Maulida Sri Handayani