tirto.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan tak pernah meminta institusi Polri memberikan nama untuk menjadi Penjabat (Pj) gubernur saat Pilkada 2018. Nama-nama itu, menurut Tjahjo, ditunjuk langsung oleh Polri.
"Saya enggak minta, loh," katanya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2018). "Saya minta ke institusi, pada Kapolri, ke Menko Polhukam, kepada kementerian lain saya minta. Yang mengusulkan yang bersangkutan."
Tjahjo menjelaskan bahwa nama-nama tersebut nantinya akan disampaikan ke Presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Negara. Ia mengatakan tak ikut campur dalam Keputusan Presiden soal penerimaan nama-nama tersebut. Tapi, permintaan kepada Kapolri sudah disampaikan secara lisan.
"Iya dong secara lisan sudah, tapi tertulis belum. Saya enggak mungkin 'nyomot' orang. [Pasti] hasil rekomendasi," tegasnya.
Dua nama yang akan diajukan yakni asisten operasi Kapolri Irjen Pol Mohammad Iriawan dan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Pol Martuani Sormin. Tjahjo tak menolak kedua nama itu, karena menurutnya dasar hukum pengajuan mereka sudah jelas.
"Semua Polri enggak masalah. Semua pegawai Kemendagri enggak masalah. Enggak mungkin semua eselon 1 kami limpahkan. Keputusan terakhir di Istana. Saya hanya mengajukan, mencermati dinamika perkembangan yang ada, aturan UU yang saya yakini. Kalau dianggap gaduh, menimbulkan hal yang pro kontra, saya hargai semua pendapat," katanya lagi.
Iriawan diusulkan sebagai Pj Gubernur Jawa Barat, mengisi posisi yang ditinggalkan Ahmad Heryawan mulai 13 Juni 2018. Martuani lantas disiapkan mengisi posisi Pj Gubernur Sumut menggantikan Tengku Erry Nuradi yang habis masa jabatannya 17 Juni 2018.
Tjahjo beralasan, kementeriannya sengaja meminta Pj kepala daerah dari unsur TNI atau Polri. Kesengajaan itu dilakukan demi menjaga daerah-daerah yang dianggap memiliki tingkat kerawanan tinggi, terutama saat Pilkada 2018.
Tjahjo menampik adanya dugaan bahwa penjabat diisi oleh Polri atas dasar kepentingan politik. Mantan Sekjen PDIP ini mengatakan, ada aturan hukum yang mengatur pengusulan tersebut. Tjahjo mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Aturan itu antara lain memperbolehkan pejabat eselon 1 di bawah kementerian untuk menjadi Pj Gubernur.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dipna Videlia Putsanra