Menuju konten utama

Mendagri Minta Pemda Lakukan Intervensi Kebijakan Imbas Inflasi

Menurut Mendagri, pemda perlu melakukan upaya intervensi dengan cara memberikan bansos, pasar murah, dan kerja sama antardaerah untuk menstabilkan harga.

Mendagri Minta Pemda Lakukan Intervensi Kebijakan Imbas Inflasi
Tito Karnavian di Balai Kartini. tirto.id/Hanif Reyhan Alghifary

tirto.id - Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, mengapresiasi capaian inflasi sebesar 2,61 persen secara year over year pada Desember 2023.

Namun, dia mewanti-wanti pemerintah daerah (pemda) untuk mengintervensi kebijakan dalam pengendalian inflasi akibat kenaikan harga sejumlah komoditas seperti beras, daging ayam ras, dan bawang putih.

Hal itu disampaikan Mendagri saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (22/1/2024).

“Kita tetap berusaha mengendalikan, dan pengendalian nasional hanya bisa dikerjakan jika dilakukan bersama-sama antarpemerintah pusat dan semua 552 pemerintah daerah, di 38 provinsi, 98 kota, 416 kabupaten. Angka nasional merupakan agregat atau penjumlahan dari semua usaha pemerintah dan daerah,” ucap Tito.

Menurut Tito, pada periode minggu ketiga Januari 2024, beberapa kenaikan komoditas perlu diwaspadai berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu beras (0,53 persen), cabai merah (0,24 persen), cabai rawit (0,10 persen), bawang putih (0,08 persen), dan daging ayam ras (0,06 persen).

Inflasi lima komoditas tersebut, tambahnya, relatif tinggi dan mayoritas terjadi di kota-kota di luar Pulau Jawa.

Mendagri mengungkapkan, pemda perlu melakukan upaya intervensi dengan cara memberikan bantuan sosial, melakukan gerakan pasar murah, kerja sama antardaerah, dan upaya lain untuk menstabilkan harga.

Apalagi pihaknya, kata Tito, telah mendata semua pemda dengan angka inflasinya masing-masing, baik yang tertinggi maupun terendah.

“Kita juga memiliki data lengkap seluruh kabupaten dan kota, ini di layar hanya ditampilkan yang 10 kabupaten tertinggi dan terendah, dan kota tertinggi dan terendah 10. Tapi lengkapnya kita punya juga, dan itu bagi kita akan menjadi penilaian baik kepada rekan-rekan kepala daerah yang definitif, apalagi yang penjabat,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Mendagri juga menyinggung tantangan green inflation (inflasi hijau) atau kenaikan harga material dan energi akibat dari transisi hijau. Mendagri menekankan, green inflation perlu dipahami dan diwaspadai oleh Pemda dengan cara menjaga keseimbangan lingkungan dan percepatan energi terbarukan.

“Nah ini sekali lagi kuncinya adalah keseimbangan, kuncinya solusinya. Keseimbangan bagaimana kita untuk mempercepat renewable energy dibangun di Indonesia. Hydropower, solar power, windmill angin, kemudian bio energy, dari tumbuh-tumbuhan karena kita negara tropis, sinar mataharinya banyak, solar panel,” ucap Tito.

Mendagri menambahkan, pada Paris Agreement, negara-negara di dunia telah berupaya untuk mencegah terjadinya perubahan iklim akibat efek rumah kaca yang disebabkan oleh produksi karbon yang berlebihan.

“Artinya kita mentransisi dari energi yang produksi karbon tinggi karena berbasis fosil, minyak batu bara dan lain-lain, menuju renewable energy harus dilakukan secara bertahap, seimbang, dan ujungnya energi yang murah, ramah lingkungan dan masyarakat yang akan menikmati,” ungkapnya.

Tito menuturkan, pemda dengan bantuan stakeholder terkait perlu melakukan langkah-langkah untuk menjaga agar ketiga komoditas itu harganya tetap terkendali.

Sementara di tingkat pusat, Mendagri menyebut, antara badan-badan terkait perlu mengambil inisiatif dan koordinasi lebih lanjut mengenai ketersediaan ketiga komoditas itu.

“Saya persilakan siapa saja yang mau ambil inisiatif, apa KSP, atau Kemendag, atau Bapanas, terutama untuk mengendalikan harga bawang putih dan harga daging ayam ras,” ujar Tito.

Ia menambahkan, intervensi pemerintah pusat maupun pemda dalam bentuk bantuan sosial (bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan gerakan pasar murah perlu terus digenjot. Hal ini dilakukan untuk menekan angka inflasi, terutama membantu rakyat yang tidak mampu memiliki daya beli.

Baca juga artikel terkait NEWS atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - News
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Irfan Teguh Pribadi