tirto.id - “Jika memang dalam dirinya mengalir darah Yahudi, mereka akan resah dan mencari saudara-saudara mereka,” ujar Andreas, salah seorang anggota dari Komunitas Yahudi The United Indonesian Jewish Community (UIJC) saat berbincang dengan tirto.id.
Rabbi Benjamin Meijer Verbrugge pun menanggapi perbincangan Andreas. “Darah mencari darah, Yahudi itu jiwanya mengalir ke darah, ” ujar Rabbi Benjamin Meijer Verbrugge.
Andreas merupakan keturunan Yahudi Belanda, sementara Benjamin merupakan Rabbi sekaligus ketua komunitas Yahudi The United Indonesian Jewish Community (UIJC). Kebetulan pada Minggu lalu, Komunitas Yahudi di Indonesia sedang merayakan Hari Raya Sukkot, sebuah hari raya mengenang 40 tahun perjalanan Israel ketika mereka berada di padang pasir. Hari raya ini juga dilakukan oleh umat Yahudi seluruh dunia.
tirto.id diundang oleh Hadassah Of Indonesia untuk menghadiri perayaan Sukkot komunitas Yahudi di sebuah tempat di daerah Bekasi, Jawa Barat. Di sana, beberapa keturunan Yahudi dengan suka ria merayakan hari raya biasa disebut Hari Raya Pondok Daun itu. “Ini namanya etrog, buah ini melambangkan hati seorang Yahudi dan buah ini didatangkan langsung dari Israel,” kata Rabbi Ben.
Menurut Rabbi Ben, jika seseorang memiliki darah keturunan Yahudi, mereka akan mencari saudara-saudaranya yang memang memiliki hubungan sedarah. Garis keturunan Yahudi sendiri ada dua pendapat, bagi Yahudi Orthodoks keturunan diambil dari garis ibu atau ayah. Sementara, aliran Yahudi lebih modern, mengakui jika garis keturunan Yahudi bisa diambil dari bapak. Sebetulnya itu bukan masalah, terpenting adalah garis keturunan Yahudi diambil dari leluhur mereka yaitu, Abrahm, Ishak dan Yakoov.
Paling membedakan kata Rabbi Ben, seorang memiliki darah Yahudi tak pernah meninggalkan tradisi ditinggalkan oleh leluhur mereka. Ada beberapa tradisi yang ditinggalkan dan kemudian diteruskan pada generasi berikutnya. Misalnya, laki-laki Yahudi sudah pasti menjalani sirkumsi (sunat). Tradisi lain adalah tidak mengkonsumsi daging babi termasuk juga udang, sebab ajaran Yahudi melarang mengkonsumsi makanan tersebut karena memang tidak baik untuk kesehatan.
“Bukan perkara haram, tetapi memang Tuhan melarang makanan itu,” ujar Rabbi Ben. Dia pun menegaskan istilah halal dalam Yahudi disebut Kosher. Orang-orang Yahudi hanya makan daging hewan berkaki empat yang tak memisah, seperti sapi. Selain itu, mereka juga hanya makan ikan yang memiliki sisik.
Dalam kepercayaan sebagian Yahudi lain, untuk memakan daging seperti ayam juga harus dipotong dan dibersihkan serta dimasak dengan cara Yahudi termasuk juga berternak sendiri. Namun, ada yang sebagian membeli ayam dan kemudian dipotong dan memasak menggunakan tradisi Yahudi. “Ada caranya,” tutur Rabbi Ben. Dalam setiap perayaan hari raya besar Yahudi, mereka biasanya memasak daging dari hewan yang memang mereka pelihara sendiri.
Yahudi dan Ajaran Nilai Kemanusian
Ajaran lain Yudaisme adalah nilai-nilai kemanusiaan. Dalam ajaran Yahudi menurut Rabbi Ben, seorang Yahudi diajarkan untuk menolong mereka sesama manusia tanpa melihat latar belakang Suku, Ras, Agama, dan Antar golongan (SARA).
Misalnya, dia bisa meninggalkan ibadahnya sebagai seorang Yahudi jika itu menyangkut kemanusiaan, tak terkecuali yang ditolong itu merupakan musuhnya selama ini. “Betapa pun jahatnya dia,” kata Rabbi Ben.
Keberadaan komunitas ini kata Rabbi Ben tak lebih untuk mengumpulkan para keturunan Yahudi di Indonesia. Diapun menegaskan tidak ada kewajiban seorang keturunan Yahudi untuk kembali memeluk keyakinan ajaran yudaisme. “Tetapi rupanya, keturunan yahudi yang akan kembali ke Yahudi adalah mereka yang terpanggil,” ujarnya.
Dalam ajaran Yahudi, ibadah dilakukan tiga kali dalam sehari, yakni Sacharit (pagi), Mischa (petang), dan Maariv (malam). Perlengkapan sembahyangnya berupa tallit (syal), tallit chotan (kaus dalam berwarna putih), dan kippa (peci). Sementara setiap Sabtu mereka menjalankan Shabbath, hari istimewa bagi umat Yahudi untuk menjalankan ibadah dan berkumpul bersama sanak saudara.
Menurut Rabbi Ben perlengkapan ibadah itu langsung dipesan dari Israel. Barang-barang itu dikirim oleh saudara Rabbi Ben. Pihak kantor pos dan Bea Cukai sudah mahfum dengan perlengkapan ibadah umat Yahudi. Barang-barang itu pun dibebaskan dari pajak karena memang untuk melakukan ibadah.
Bagi mereka yang Yahudi, saban pagi setelah bangun tidur, mereka melantunkan doa. Mengambil air untuk cuci tangan dan kemudian menyerukupkan kepala mereka dengan kain seraya melantunkan doa. “Karena begitu saya menggunakan kain saya untuk menutupi, itu kain saya berbicara mengenai Tuhan menaungi saya,” ujar Rabbi Ben.
Kain-kain itu kata Rabbi dibagi menjadi tiga jenis, pertama berbahan wol, kemudian katun dan ketiga berbahan akrilik. “Saya punya keluarga yang mengurus itu dan memasoknya dan Alhamdulillah tidak ada masalah baik dari pemerintah ataupun Bea Cukai.”
Membawa Kebaikan dan Perubahan
Keberadaan orang-orang Keturunan Yahudi di Indonesia memang bukan untuk mencari eksistensi. Mereka mengumpulkan saudara sedarah sesama Yahudi buat menyatukan keturunan yang terpisah. Di komunitas, mereka belajar tentang ajaran yudaisme, yang menjadi tradisi dari leluhur untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Rabbi Ben menceritakan, banyak keturunan Yahudi berperan dalam pembangunan di Indonesia. Dia mencontohkan, ada salah seorang keturunan Yahudi ikut berkerja di sebuah rumah sakit Islam dan ikut membangun pelayanan kesehatan di rumah sakit itu menjadi lebih maju. Meski demikianta k bisa dipungkiri jika isu konflik nan jauh di Timur Tengah sana turut membawa dampak bagi keberadaan keturunan Yahudi di Indonesia.
Di Jakarta kata Rabbi Ben, terdapat ratusan orang Yahudi bermukim dan bekerja. Orang-orang keturunan Yahudi bahkan sangat membantu peran membangun Indonesia.
“Ada ratusan orang Yahudi di Jakarta dan bekerja,” kata Rabbi Ben.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti