tirto.id - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Hanif Dhaikiri mengatakan akan memberi sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi kenaikan upah sebanyak 8,51 persen per 2020 nanti.
Bagi perusahaan yang melanggar, ia mengancam akan memberi sanksi mulai dari yang bersifat administrartif sampai pemberhentian usaha.
“Gak bisa, itu wajib. Ada sanksi? Pasti ada, pembayaran upah minimum wajib, dan kalau gak naikan upah,” ucap Hanif kepada wartawan saat ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jumat (18/10/2019).
Hanif juga mengatakan, pemerintah telah mempertimbangkan sejumlah indikator seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Ia menjelaskan kenaikan upah adalah sesuatu yang wajar untuk dinaikan setiap tahunnya.
Bila ada pelaku usaha yang keberatan, Hanif menyarankan mereka mengajukan penangguhan, karena tidak mampu. Hanya dengan cara ini, keberatan mereka, kata Hanif, bisa diperhitungkan dan tidak dikenakan sanksi.
Kepada pemerintah daerah, ia juga menegaskan kalau kenaikan upah ini wajib mereka terapkan. Selain sanksi bagi pelaku usaha, pemerintah daerah juga terancam hukuman.
Sampai saat ini, ia juga mengaku telah mendapati ada daerah yang tidak mengikuti ketentuan aturan UMP.
Meskipun ada buruh yang menolak kenaikan upah ini, Hanif juga mengatakan, hal itu tidak menjadi masalah karena kebijakan ini adalah win-win solution.
“Ada [yang tidak ikuti aturan UMP], tapi kita lakukan penegakan hukum, lakukan pembinaan jadi level of compalience. Mereka ke regulasi ketenagakerjaan bisa naik. Intinya jika ada yang keberatan mereka harus lewat mekanisme yang tersedia dalam peraturan perundang-undangan,” ucap Hanif.
Ia juga mengatakan kenaikan upah sebanyak 8,51 persen di 34 provinsi harus diterima. Ia meminta kenaikan upah ini tidak dilihat sebagai persoalan kontroversial.
“Kalau bicara ngeluh semua orang pasti ngeluh. Tanya orang Indonesia yang enggak ngeluh siapa. Makanya this is the best we can do, makanya semua pihak harus terima,” ucap Hanif.
“Jadi soal kenaikan upah tidak perlu dijadikan kontroversial,” imbuh Hanif.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali