tirto.id - Gempa yang disusul tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah mengancam proses pelaksanaan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden wakil presiden 2019. Hal ini karena gempa dan tsunami dikabarkan merusak infrastuktur milik KPU.
"[Kalau] gempa sebesar itu pastilah kantor KPU terdampak. Tapi kami belum dapat informasi resmi dari sana," kata Wahyu di kantornya, Selasa (2/10/2018).
Selain karena rusaknya infrastruktur KPU dan Bawaslu, masalah juga muncul karena korban gempa dan tsunami adalah mereka yang memilih hingga mungkin juga para caleg. Dengan demikian pembaruan data wajib dilakukan.
Pembaruan data yang dimaksud adalah penghapusan nama atau penyesuaian domisili pemilih. Penghapusan berlaku bagi mereka yang meninggal, sementara penyesuaian domisili untuk mereka yang mengungsi dan tak bakal kembali dalam waktu dekat.
Masalahnya KPU belum mendapat laporan pasti berapa caleg atau pemilih yang menjadi korban. Pun dengan perpindahan pasca-bencana.
Jika laporan sudah diterima, selain menghapus pemilih yang meninggal dan menyesuaikan tempat tinggal pemilih yang mengungsi, KPU juga akan mengizinkan parpol mengganti caleg yang menjadi korban dengan kader yang lain.
"Jadi caleg yang meninggal dunia, berdasarkan regulasi, partai politik bisa menggantinya," kata Wahyu.
Saat ini, KPU masih menjalani proses pemutakhiran DPT. Proses tersebut rencananya berlangsung hingga November 2018.
Komisioner KPU RI Viryan mengatakan mereka telah memerintahkan KPU Sulteng beberapa hal. Pertama, mendata kerusakan di kantor KPU provinsi dan kabupaten/kota; dan kedua, memutakhirkan data. Untuk yang terakhir baru akan dibicarakan beberapa waktu ke depan.
"Lima sampai tujuh hari ke depan baru kita bicara pemutakhiran data pemilih di Sulteng," kata Viryan kepada Tirto.
Selain itu Viryan juga menyebut anggota KPU yang meninggal dunia juga bakal diganti. Menurutnya ada dua anggota meninggal dalam bencana tersebut, satu berasal dari KPU tingkat Kabupaten/Kota dan satunya lagi kepala subbag.
Tak Menunda Pemilu
Meski bakal terhambat, namun KPU—setidaknya sampai saat ini—belum berencana menunda pelaksanaan pemungutan suara yang sedianya diselenggarakan pada 17 April tahun depan. Penundaan tak bisa dilakukan karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Keputusan sementara KPU yang enggan menunda pelaksanaan pemilu di Palu dan Donggala sejalan dengan keinginan Bawaslu. Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar berkata, penundaan baru bisa dilakukan jika bencana terjadi pada hari pemungutan suara.
Bawaslu dan KPU sepakat akan menggencarkan pembaruan data pemilih, caleg, hingga sarana dan prasarana. Ia yakin semuanya selesai sebelum hari pemungutan suara.
"Mudah-mudahan proses recovery bisa berjalan segera, terutama terkait dengan pendataan pemilih dan kesiapan KPU serta Bawaslu-nya, yang sampai sekarang kami belum bisa kontak," ujar Fritz kepada Tirto, Selasa (2/10/2018).
Peneliti pemilu dari Perludem Fadli Ramadanil berkata, persoalan yang rentan mengganggu proses pemilu di lokasi bencana di antaranya adalah akurasi daftar pemilih. Menurutnya, masalah bisa muncul, seperti dinyatakan Bawaslu dan KPU di atas, karena akan ada banyak pemilih yang mengungsi dan meninggal dunia.
Masalahnya data pasti soal itu tak bakal dengan mudah didapat. Oleh karena itu, KPU juga harus proaktif dengan menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang kini sedang berupaya memulihkan keadaan.
"KPU mesti berkoordinasi dengan BNPB, Mensos, dan pemda, kira-kira sebaran pengungsi akan seperti apa," ujar Fadli kepada Tirto.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino