tirto.id - Child grooming adalah perilaku membangun hubungan emosional dengan anak di bawah umur dan terkadang keluarga anak untuk membangun rasa kepercayaan dengan tujuan pelecehan seksual. Di permukaan, child grooming dapat terlihat seperti hubungan yang erat antara orang dewasa dan anak.
Proses child grooming acap kali menyesatkan karena pelakunya mungkin orang yang terkenal atau sangat dihormati di masyarakat. Akibatnya, orang-orang mudah terkecoh dan mempercayai mereka, demikian menurutDarkness to Light End Child Sexual Abuse.
Child grooming juga digunakan untuk memikat anak di bawah umur ke dalam berbagai bisnis terlarang seperti perdagangan anak, prostitusi anak, perdagangan seks online, atau produksi pornografi anak.
Kejahatan ini telah dilarang dengan berbagai cara sejak Konvensi Internasional untuk Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak, yang disepakati pada tahun 1921 sebagai perjanjian multilateral.
Untuk menjalin hubungan yang baik dengan anak dan keluarga anak, predator anak dapat melakukan beberapa hal: Mereka mungkin mencoba untuk mendapatkan kepercayaan anak atau orang tua dengan berteman dengan mereka, dengan tujuan akses mudah ke anak.
Hubungan saling percaya dengan keluarga akan membuat orang tua percaya pada predator dan tidak akan mudah mempercayai jika predator terbukti melakukan pelecehan seksual pada anak.
Predator mungkin mencari kesempatan untuk memiliki waktu berduaan dengan anak, yang dapat dilakukan dengan menawarkan untuk mengasuh anak; predator juga dapat mengundang anak untuk menginap di rumahnya.
Selain itu, mereka para predator sangat mungkin memberikan hadiah atau uang kepada anak tersebut untuk ditukar dengan kontak seksual.
Umumnya, mereka menunjukkan pornografi kepada anak, atau membicarakan topik seksual dengan anak, dengan harapan agar anak mudah menerima tindakan tersebut, sehingga menormalkan perilaku tersebut.
Mereka mungkin juga terlibat dalam pelukan, ciuman, atau kontak fisik lainnya, bahkan ketika anak tidak menginginkan.
Pedofil dan predator bisa menggunakan online grooming atau child grooming secara online untuk melakukan kejahatan perdagangan seks dunia maya.
Setelah pedofil mendapatkan kepercayaan dari orang tua atau kerabat korban, eksploitasi seksual online akan terjadi.
Contoh Perilaku Child Grooming
Mengidentifikasi child grooming dapat dilihat melalui sejumlah perilaku yang dilakukan pelaku (predator), berikut menurut American Bar Association.
- Pelaku menunjukkan ketertarikan berlebihan pada seorang anak;
- Pelaku sering kali memulai atau menciptakan kesempatan untuk berduaan dengan seorang anak (atau banyak anak);
- Pelaku memberikan hak istimewa kepada seorang anak;
- Pelaku berteman dengan keluarga dan menunjukkan minat yang lebih besar dalam membangun hubungan dengan anak daripada dengan orang dewasa;
- Pelaku menunjukkan sikap pilih kasih terhadap satu anak dalam keluarga;
- Pelaku mencari-cari kesempatan untuk membelikan anak hadiah;
- Pelaku melayani kepentingan anak, sehingga anak atau orang tua dapat memulai kontak dengan pelaku;
- Pelaku menampilkan preferensi usia dan jenis kelamin;
- Pelaku ingin terlibat saat memandikan anak;
- Pelaku berjalan atau berada di sekitar anak yang sedang berganti pakaian;
- Pelaku dengan sengaja masuk ke toilet anak;
- Pelaku meminta anak untuk melihat orang dewasa di toilet;
- Pelaku mengajak anak bermain dengan menggelitik, dengan dalih tidak sengaja menyentuh alat kelamin;
- Pelaku mengajak anak melakukan kegiatan yang melibatkan melepas pakaian seperti memijat atau berenang;
- Pelaku mengajak anak bermain game yang meliputi menyentuh alat kelamin seperti bermain dokter;
- Pelaku menceritakan lelucon seksual eksplisit kepada anak;
- Pelaku menggoda anak tentang perkembangan payudara dan alat kelamin;
- Pelaku mendiskusikan informasi seksual eksplisit dengan kedok pendidikan seksual;
- Pelaku menunjukkan gambar seksual eksplisit kepada anak;
- Pelaku memotret anak dengan pakaian dalam, pakaian renang, pakaian dansa, dan lain-lain.
5 Tahap Child Grooming yang Dilakukan Predator
Psychology Today melaporkan berdasarkan penelitian yang dilakukan 18 ahli, ada 5 tahap secara menyeluruh yang dilakukan oleh pelaku (predator) dalam melakukan child grooming, berikut penjelasannya:
1. Memilih korban
Pada proses grooming tahap pertama ini, pelaku mengidentifikasi calon korban dengan memilih anak di bawah umur yang rentan, baik karena alasan psikologis/emosional atau karena keadaan keluarga seperti kurangnya pengawasan, perselisihan keluarga, atau tinggal dalam rumah yang hanya memiliki satu orang tua.
2. Mendapatkan akses terhadap anak di bawah umur
Tahap selanjutnya adalah mendapatkan akses ke anak di bawah umur, baik melalui pekerjaan atau menjadi sukarelawan di organisasi pelayanan pemuda atau dengan mendapatkan kepercayaan dari wali anak di bawah umur tersebut.
Begitu mereka memiliki akses, pelaku sering mencoba memisahkan anak di bawah umur dari teman sebaya dan orang dewasa yang mengawasinya sehingga mereka dapat memulai proses perawatan secara pribadi.
Ini bisa seperti mengantar mereka ke suatu tempat sendirian, mengajak mereka jalan-jalan atau menginap, dan/atau menjauhkan mereka secara emosional dari keluarga dan teman.
3. Membangun kepercayaan dengan anak dan orang dewasa di sekitarnya
Pada tahap ini, pelaku bekerja untuk mendapatkan kepercayaan dan kepatuhan dari orang dewasa dan oranf-orang penting dalam kehidupan anak tersebut.
Perlu dicatat bahwa dalam bagian proses ini pelaku seringkali juga merawat keluarga anak tersebut, organisasi di mana mereka dapat mengakses anak, dan komunitas mereka, untuk mendapatkan kepercayaan mereka sehingga mereka dapat dengan mudah mengakses anak tersebut tanpa adanya kecurigaan dari orang-orang sekitar.
4. Desensitisasi anak terhadap konten seksual dan kontak fisik
Tahap ini biasanya terjadi tepat sebelum pelecehan terjadi. Selama tahap keempat ini, pelaku mempersiapkan anak di bawah umur untuk dilecehkan dengan membuat mereka tidak peka terhadap konten seksual (seperti menunjukkan pornografi dan ketelanjangan) dan meningkatkan sentuhan non-seksual.
5. Perilaku pemeliharaan setelah pelecehan terjadi
Tahap terakhir ini terjadi setelah pelecehan telah terjadi. Tujuan dari perilaku pemeliharaan ini adalah agar pelaku dapat melanjutkan pelecehan dan menghindari deteksi, seringkali dengan memanipulasi anak di bawah umur agar merasa bersalah atau bertanggung jawab atas pelecehan yang mereka lakukan atau menyebabkan anak takut akan konsekuensi ketika mereka mengungkapkan apa yang telah terjadi sebenarnya.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dhita Koesno