Menuju konten utama

Megan Rapinoe & Timnas Wanita AS adalah Mimpi Buruk Donald Trump

Rabu lalu, Trump menantang Megan Rapinoe untuk 'menang' sebelum merendahkan Gedung Putih. Akhir pekan ini, Megan menjawabnya dengan elegan: dua gol indah ke gawang Perancis.

Megan Rapinoe & Timnas Wanita AS adalah Mimpi Buruk Donald Trump
Megan Rapinoe dari Amerika Serikat merayakan gol kedua timnya selama pertandingan perempat final Piala Dunia Wanita antara Perancis dan Amerika Serikat di Parc des Princes, di Paris, Jumat, 28 Juni 2019. Francisco Seco / AP

tirto.id - "Anda tidak akan bisa memenangkan sebuah kompetisi tanpa seorang gay di tim Anda, belum pernah ada yang demikian. Itu berdasarkan fakta saintifik yang ada di sini," ujar winger Timnas Wanita Amerika Serikat, Megan Rapinoe, seperti dikutip The Guardian Sabtu (29/6/2019) waktu Indonesia.

Rapinoe adalah seorang gay, dan dia membuktikan kalau perkataannya mengandung sebuah kebenaran. Beberapa menit sebelumnya, dalam laga perempat final Piala Dunia Wanita 2019 di Stadion Parc Des Princes, Paris, dia mencetak dua gol yang memastikan Timnas Wanita AS menang 1-2 atas tuan rumah Perancis.

Gol pertama dia bukukan lewat sebuah tembakan bebas melengkung pada menit kelima. Sedangkan satu gol lain tercipta lewat sontekan terukur dari jarak dekat, memaksimalkan umpan Tobin Heath. Kemenangan itu memastikan AS bakal menantang Inggris pada semifinal, Rabu (2/7) mendatang.

Bukan dalam pertandingan itu saja Rapinoe unjuk kebolehan. Sejauh gelaran Piala Dunia Wanita 2019, kapten klub sepakbola Reign FC itu sudah mengemas lima gol dan dua assist dari total empat pertandingan. Capaian ini menempatkannya dalam daftar teratas pencetak gol terbanyak, bersama rekan setimnya, Alex Morgan serta kapten Timnas Inggris, Ellen White.

Pada Piala Dunia Wanita 2015, Rapinoe juga menjadi sosok kunci di balik keberhasilan Timnas AS keluar sebagai juara. Dua gol dan dua assist, dia cetak dalam turnamen yang kala itu dihelat di Kanada.

"Saya termotivasi dengan orang-orang seperti saya, yang berjuang untuk kesetaraan. Saya mengambil semangat perjuangan itu untuk bertanding, bukan sebagai kemarahan untuk membuktikan bahwa seseorang bersalah," imbuh Rapinoe.

Sejak awal, Rapinoe adalah atlet yang blak-blakan saat bicara. Sorot kamera dan mikrofon tak pernah membuatnya berubah jadi 'orang lain'.

Dalam sebuah rekaman wawancara dengan Eight by Eight, Rapinoe dengan berani berkata tak sudi menginjakkan kaki di Gedung Putih jika pemerintahan Donald Trump mengundang Timnas Wanita AS ke Istana Negara seusai gelaran Piala Dunia Wanita 2019 ini.

Pernyataan ini adalah bentuk protes Rapinoe terhadap kebijakan Presiden Trump yang kerap menyudutkan kelompok LGBTQ di AS. Oleh sebab itu, alih-alih menganggapnya sebagai hal gila, rekan-rekan Rapinoe di Timnas AS sepakat untuk mendukung gagasan yang sama.

"Saya berada di samping Rapinoe dan mendukung gagasannya. Saya juga tidak akan mendukung administrasi [negara] yang bertujuan menentang masyarakat LGBTQ, imigran, dan orang-orang tercinta di sekitar kami," ungkap bek Timnas Wanita AS, Ali Krieger.

Pernyataan senada dilontarkan pelatih Timnas AS, Jill Ellis. "Saya rasa tim memiliki fokus yang jelas. Kami semua mendukung Megan," tuturnya.

Trump Pilih Lawan yang Salah

Presiden AS, Donald Trump tak diam saja usai mendengar perkataan Rapinoe. Dalam sebuah unggahan di akun Twitter resminya, Rabu (26/6/2019), dia menyerang balik Rapinoe dengan menyebut ucapan pemain bernomor punggung 15 itu sebagai penghinaan terhadap negara.

"Megan harus menang lebih dulu sebelum berbicara, selesaikan dulu pekerjaanmu, kami bahkan belum mengundang tim. Saya sekarang berniat mengundang mereka, menang atau kalah. Megan harusnya tak perlu mempermalukan negara, Gedung Putih, atau bendera kami," ungkap Trump.

Alih-alih mendapat simpati, komentar Trump malah jadi bahan yang memperkeruh suasana. Kolumnis The Atlantic, Jamele Hill bahkan menyebut sikap Trump itu semakin membuktikan dia bukan orang yang belajar dari kesalahannya.

"Donald Trump tak pernah bisa memahami sebuah prinsip dasar yang sering dikatakan ibu saya sewaktu saya masih SD: Jika Anda memperlakukan orang lain dengan respek, orang lain akan membalas dengan respek pula," tulis Hill.

Rapinoe adalah atlet yang tak pernah tertutup dengan orientasi seksualnya. Di sisi lain, pemerintahan Trump dengan jelas mempercayai kalau LGBTQ tidak patut mendapat proteksi yang sama dengan masyarakat AS lain.

Tak usah berbicara muluk-muluk soal pelarangan tentara transgender di AS atau keputusan Trump memilih Mike Pence sebagai orang kepercayaannya, diskriminasi Trump bahkan terlihat dalam hal-hal kecil. Sebut saja melarang staf Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit untuk menggunakan kata transgender dalam dokumen resmi, atau melarang konsulat AS menggunakan bendera pelangi sebagai perayaan Pride Month.

"Dalam berbagai aspek, pilihan Trump menanggapi komentar Rapinoe tidak hanya menunjukkan kulit tipisnya. Dia juga menunjukkan ketidakpekaan terhadap citranya, tentang hal-hal buruk yang telah dia lakukan terhadap para perempuan, LGBTQ, orang-orang Afrika di AS, dan kelompok-kelompok marginal lain," tegas Hill.

Perkataan Hill benar, apalagi ini bukan kali pertama Trump mendapat protes keras dari dunia olahraga. Dalam beberapa tahun terakhir tidak sedikit atlet WNBA, NBA, NFL, MLB, hingga NHL yang secara konsisten menolak setiap kali diundang untuk hadir ke Gedung Putih.

Berdasarkan hitung-hitungan Business Insider, sejak Trump menjadi presiden, ada 20 tim olahraga yang berhasil menjuarai sebuah kompetisi besar. Hanya 10 di antaranya yang hadir ke Gedung Putih.

Kekuatan Sepakbola Wanita

Sebagaimana kegagalan Trump membikin sejumlah tim olahraga 'berdamai' dengannya, hal tidak beda jauh tampaknya bakal terjadi dalam kasusnya dengan Timnas Wanita AS. Sebab, pada akhirnya Timnas Wanita AS memiliki semangat yang sama dengan seluruh tim sepakbola wanita: menghapus diskriminasi.

"Saya sebelumnya telah menulis bahwa perempuan akan menyelamatkan sepakbola karena pertandingan para lelaki mulai tak layak dilihat, dengan berbagai protes dan menurunnya keindahan. Di sepakbola wanita segalanya berbeda. Semua tim berusaha menang, tapi juga mengutamakan kebenaran dan sportivitas," ujar pelatih Timnas Italia, Milena Bertolini yang juga penyunting buku Giocare con le tette (Playing with Tits).

Sportivitas dan semangat yang dimaksud Bertolini, barangkali terepresentasi dalam pertandingan Timnas Wanita Belanda vs Jepang pada 16 besar Piala Dunia, Rabu (26/6/2019). Dalam laga itu, Belanda menang tipis 2-1. Namun alih-alih bersikap berlebihan, melihat para pemain Jepang menangis, para penggawa Belanda justru menenangkan tim lawannya tersebut.

Bagi Bertolini atau para penonton setia sepakbola wanita, hal-hal demikianlah yang akan sulit ditemui di tempat lain.

"Sepakbola wanita jauh lebih bersih, bebas dari kekonyolan yang biasa Anda dapati dalam permainan laki-laki. Orang-orang tidak secara khusus datang untuk menyaksikan laga, tapi sekali saja mereka melihat, mereka akan menyukainya," ungkap Stefano, seorang pemilik bar asal Italia yang rutin menyediakan tayangan-tayangan sepakbola wanita di tempatnya.

Di Italia, negara tempat Stefano hidup, sepakbola wanita memang sedang menjadi olahraga yang digandrungi masyarakatnya. Apalagi pada saat yang sama timnas laki-laki Italia tampil begitu payah. Di Piala Dunia 2018 lalu, Nerazzuri bahkan tak tembus ke putaran final.

"Sangat menyenangkan untuk menonton, terutama setelah luka yang disebabkan tim laki-laki lantaran gagal mencapai Piala Dunia terakhir," imbuhnya.

Semangat yang sama juga menggelora di Amerika Serikat. Buktinya dalam survei resmi FIFA tahun 2006 lalu, dari 265 juta atlet sepakbola wanita yang tersebar di seluruh dunia, lebih dari setengahnya berasal dari AS. Semangat itu harusnya cukup bikin Donald Trump atau orang-orang yang punya rekam jejak diskriminatif paham, bahwa tak seharusnya mereka berani 'main-main' dengan sepakbola wanita.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA WANITA 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Mufti Sholih