tirto.id - Dewan Pers telah memanggil 33 media massa siber terkait pemberitaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bernomor 230/G/TF/2019/PTUN-JKT tertanggal 3 Juni 2020.
PTUN memutuskan tindakan Presiden dan Menkominfo memperlambat atau memutus akses
internet di Papua ketika terjadi kerusuhan di provinsi tersebut tahun 2019 adalah melanggar hukum.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengatakan media massa siber melakukan kesalahan pemberitaan. Media menyebutkan PTUN memerintahkan Presiden dan Menkominfo untuk meminta maaf kepada masyarakat.
"Kesalahan dalam pemberitaan Putusan PTUN murni masalah lemahnya profesionalisme media. Dewan Pers tidak menemukan unsur-unsur politis di dalamnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/6/2020).
Dewan Pers akan menganggap persoalan tersebut selesai, apabila masing-masing media sudah melakukan koreksi dan meminta maaf terhadap pemberitaan.
Koreksi dan permintaan maaf disesuaikan dengan Pasal 4 b Peraturan Dewan Pers No 2/PERATURAN-DP/IIII/2019 Tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber, bahwa "Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab."
Menurut Dewan Pers kesalahan media ialah membuat pemberitaan dengan bersumber dokumen petitum penggugat di website. Tanpa disadari petitum tersebut telah diperbaharui oleh penggugat serta berbeda dengan amar putusan PTUN.
Presiden dan Menkominfo tidak diharuskan meminta maaf kepada masyarakat. Mereka hanya diputuskan harus membayar biaya perkara Rp475 ribu.
"Masing-masing media menyesali kesalahan ini. Beberapa media bahkan telah meminta maaf atas kesalahan tersebut dalam koreksi berita yang dipublikasikan tidak lama setelah kesalahan pemberitaan terjadi," tandas Mohammad Nuh.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri