tirto.id - Dengan menghela napas pendek, diikuti tatapan mata menyelidik dari Ray Kroc, Harry J. Sonneborn menutup buku laporan keuangan perusahaan milik Kroc: McDonald's.
"Apa ada masalah?" tanya Kroc.
"Besar sekali..."
Sonneborn kemudian menjelaskan bahwa skema bisnis yang dijalankan Kroc selama ini adalah sebuah kesalahan. Waktu itu, pembeli hak waralaba punya hak untuk menentukan sendiri lahan yang akan dibangun McDonald's. Harusnya, Kroc membeli lahan, lalu menyewakannya pada para pembeli waralaba McDonald's.
"Sepertinya kamu gak ngeh bisnis yang sedang kamu jalani. Kamu bukan di bisnis burger lho, melainkan bisnis real estat. Kamu membangun kerajaan bisnis dengan cara membeli lahan. Apa yang harus kamu lakukan adalah mempunyai lahan yang di atasnya kamu membangun restoran tempat bikin burger," jelas Sonneborn panjang lebar.
Percakapan bersejarah itu lantas direka ulang dalam film The Founder (2016), yang mengisahkan tentang perjalanan panjang McDonald's, dari awal dibangun, mengalami kesulitan keuangan, hingga sekarang jadi restoran waralaba terbesar di dunia.
Kelak, Sonneborn akan menjadi Presiden pertama dan Chief Executive Officer McDonald's. Sistem yang ia bangun dikenal dengan nama Sonneborn Model.
Menyelamatkan McDonald's dari Kebangkrutan
McDonald’s selama ini memang dikenal sebagai waralaba makanan cepat saji. Hal ini tidak sepenuhnya tepat walau hamburger dan kentang goreng mereka terkenal di 119 negara. McDonald’s lebih pantas disebut bergerak di bidang real estat.
McDonald’s tidak menutup-nutupi hal ini. Salah satu kutipan termasyhur Sonneborn adalah “Kami pada dasarnya tidak bergerak di bisnis makanan. Kami bergerak di bidang real estat. Satu-satunya alasan kami menjual hamburger seharga 0,15 dolar AS adalah karena itulah sumber pemasukan terbesar untuk para penyewa yang perlu membayar sewa kepada kami.”
McDonald’s, seperti franchisor lain, tentu tetap mendapat pemasukan dari biaya waralaba yang dibayar di muka, senilai USD45 ribu dolar. Namun kesamaan model waralaba McDonald’s dengan Subway, KFC, Pizza Hut, atau waralaba makanan cepat saji lainnya berhenti sampai situ.
Di kebanyakan model waralaba, penyediaan properti dan lokasi menjadi tanggung jawab franchisee. Dalam model waralaba McDonald’s, McDonald’s Corporation menjadi franchisor sekaligus pemilik properti.
Prinsip dasar bisnis propert adalah lokasi, lokasi, dan lokasi. Tanpa mempertimbangkan hal ini, maka studi kelayakannya patut dipertanyakan. Pertama lokasi sebagai address atau alamat, apakah lokasi properti tersebut dapat mengangkat potensi proyek bisnis yang akan dijalankan?
Berikutnya lokasi dalam pengertian neighborhood atau lingkungan sekitar, apakah berlokasi di lingkungan yang mendukung? Dan terakhir pertimbangan lokasi dalam hal aksesibilitas, apakah lokasi mudah diakses dari berbagai arah?
McDonald’s Corporation pun membeli tanah di lokasi-lokasi strategis, membangun restoran di atasnya, kemudian menyewakannya kepada franchisee. Dengan cara ini McDonald’s Corporation mendapatkan pemasukan dari uang sewa bulanan, sumber pemasukan yang tidak dimiliki waralaba lain.
Begitu restoran beroperasi, franchisee McDonald’s tidak hanya berkewajiban membayar uang sewa bulanan. Mereka juga harus menanggung semua biaya operasional serta membayar biaya royalti, yang nilainya 4 persen dari penjualan bruto.
Menurut laporan keuangan McDonald’s Corporation tahun 2020, pemasukan dari franchisee mencapai USD10,73 miliar dolar — rinciannya: USD6,85 miliar dolar berasal dari uang sewa properti; USD3,83 miliar dolar dari royalti; dan USD50 juta dolar berasal dari sumber lain. Total pemasukan McDonald’s Corporation tahun 2020 mencapai USD19,21 miliar dolar. Itu berarti pemasukan dari sewa saja mencapai 35,67 persen (dan pemasukan dari franchisee 55,6 persen).
Dengan model waralaba seperti ini, McDonald’s Corporation praktis hanya mengeluarkan uang ketika membeli properti. Setelahnya, McDonald’s Corporation hanya tinggal menunggu setoran tanpa perlu melakukan apa pun.
Perusahaan Real Estat Terbesar Ketujuh di Dunia
McDonald’s sudah berbeda dari restoran-restoran lain sejak awal. Richard dan Maurice McDonald, pendiri asli restoran yang identik dengan warna merah ini, terus menyempurnakan alur pembuatan dan penjualan hamburger dan kentang goreng di restoran mereka. Metode yang mereka ciptakan memungkinkan restoran mereka menyajikan hamburger dan kentang goreng lebih cepat dari restoran mana pun tanpa menurunkan kualitas hidangan.
Kecepatan penyajian minuman, walau demikian, tak mampu menandingi kecepatan penyajian makanan. Di sinilah keduanya bertemu Ray Kroc, seorang penjual mesin milkshake yang mesinnya mampu mengimbangi kecepatan sistem McDonald bersaudara. Di titik ini, McDonald bersaudara sudah mewaralabakan sistem produksi mereka kepada 20 franchisee di 8 restoran, tapi tidak dengan nama maupun desain restorannya.
Kroc yang terkesan dan melihat potensi besar kemudian menawarkan diri menjadi mitra McDonald’s bersaudara. Kroc menawarkan diri mengemban tugas sebagai franchising agent. Waralaba McDonald’s dimulai pada 1954.
Awalnya McDonald’s menyewa lahan dan bangunan tempat restoran McDonald’s beroperasi, kemudian menyewakannya lagi (sublease) kepada franchisee dengan kenaikan harga 40%. Model waralaba ini bertahan hingga Kroc disadarkan Sonneborn bahwa ada cara yang lebih menguntungkan.
Model waralaba yang disarankan Sonneborn membuat McDonald’s berkembang sangat pesat. Di tahun pertama penerapannya pada 1958, McDonald’s mendirikan 68 lokasi baru dalam satu tahun. Model waralaba ini begitu menguntungkan hingga, pada 1961, Kroc membeli McDonald’s sepenuhnya dari McDonald bersaudara dengan harga USD2,7 juta dolar.
Akuisisi ini membuat Kroc dan Sonneborn semakin leluasa menjalankan sistem bisnisnya. Keduanya banyak menghabiskan waktu di jalan dan di udara, mencari dan membeli lahan-lahan potensial untuk dijadikan restoran McDonald’s dan kemudian disewakan kepada para franchisee. Pada 1963, restoran McDonald’s sudah berdiri di lebih dari 500 lokasi di Amerika Serikat. Pada 1967, McDonald’s membuka restoran pertama mereka di luar negeri — di Kanada.
Per 2020, McDonald’s sudah memiliki 39.198 restoran yang tersebar di seluruh dunia. Di Amerika Serikat dan di mana saja, semuanya berdiri di lahan milik McDonald’s dan semuanya berada di lokasi strategis: di sudut jalan sehingga signage dengan mudah terlihat dari dua arah; dan/atau di persimpangan dengan lampu merah. Bahkan McDonald’s juga menggunakan traffic analysist dan walking patterns dalam menentukan lokasi restoran-restoran mereka.
Meski begitu, sebenarnya hal-hal di atas adalah pengetahuan umum dan pertimbangan dasar di industri real estat, bukan trik khusus yang ditemukan oleh McDonald’s. Pemilihan dan penentuan lokasi adalah cara terbaik untuk meningkatkan visibilitas. Dengan meningkatnya visibilitas, McDonald’s mendapat eksposur dan awareness yang tinggi; keduanya kemudian meningkatkan kemungkinan kunjungan dari orang-orang.
Per 2020, total nilai properti McDonald’s di seluruh dunia adalah USD41,48 miliar dolar (15,31 persen di antaranya adalah lahan). Nilai tersebut lebih tinggi dari nilai tahun 2019, yaitu USD39,05 miliar dolar. Jika disandingkan dengan perusahaan-perusahaan real estat terbesar di dunia, McDonald’s menempati posisi ketujuh — di bawah Mitsubishi Estate Company (USD54,42 miliar dolar) dan di atas GLP (USD30,49 miliar dolar).
Tentu jualan utama McDonald’s kepada para konsumennya tetap makanan cepat saji. Tetap saja hal itu tidak bisa membantah fakta bahwa pemasukan McDonald’s Corporation dari uang sewa properti jauh lebih besar dari pemasukan royalti waralaba. Dan karena McDonald’s Corporation terus membeli lahan dan mendirikan bangunan, juga karena semua aset real estat mereka berada di lokasi bernilai tinggi, nilai properti McDonald’s Corporation hanya akan terus bertambah.
Editor: Nuran Wibisono