tirto.id - Suatu hari, Ibu Negara Tien Soeharto berkunjung juga ke Disneyland. Ibu Negara itu pun segera terinspirasi. Indonesia harus punya semacam Disneyland juga. Meski sulit dana, juga ditentang orang-orang kritis Indonesia, akhirnya apa yang diimpikan Ibu Negara pun terwujud dalam sebuah kawasan bernama Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang mulai resmi dibuka sejak 1975.
“Waktu itu alasan yang diangkat untuk membenarkan pembangunan proyek prestise tinggi tersebut adalah keberanekaan budaya Indonesia harus diperkenalkan kepada wisatawan asing di lingkungan memadai,” tulis Michel Picard dalam Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata (2006).
Di masa Orde Baru, TMII menjadi tempat kebanggaan rezim. Siti Hartinah, yang dinikahi Soeharto 26 Desember 1947 itu, berasal dari keluarga priyayi keturunan keraton Mangkunegaran Solo.
Di zaman kolonial juga zaman pra-Islam di Indonesia, anak perempuan priyayi akan rendah derajatnya jika menikahi laki-laki dari rakyat jelata. Namun, ketika Tien menikahi Soeharto, zaman sudah berubah. Indonesia baru saja merdeka dan tatanan feodalisme agak terganggu.
Menikahi Siti Hartinah alias Ibu Tien tentu membuat Soeharto yang pendiam, makin dipandang di masyarakat. Soeharto memang anak jelata, namun pada 1947 pangkatnya hampir Letnan Kolonel. Pangkat ini disandang Soeharto hingga 1950an. Hingga 1950an, Indonesia baru punya 22 orang Letnan Kolonel.
Menurut Rum Aly dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 (2006), Tien pernah ikut menyelamatkan karir Soeharto di tahun 1959. Ketika itu karir Soeharto, yang sudah jadi Panglima Tentara di Jawa Tengah dengan pangkat kolonel, tengah gonjang-ganjing karena kasus penyelundupan di Jawa Tengah.
Tien ikut berjuang melobi Gatot Subroto yang ketika itu adalah Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Alhasil, Soeharto tak dipecat, dia hanya disekolahkan ke Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SSKAD) lalu diberi jabatan yang menurut sebagian pihak tidak prestisius: komandan pasukan cadangan.
Soeharto nampaknya adalah orang besar yang percaya dan menganut prinsip “di balik laki laki sukses ada perempuan hebat.” Di balik Soeharto yang hebat dan perkasa kuasanya, ada jasa Ibu Tien.
Selamat dari kasus penyelundupan 1959, Soeharto pun mulai sukses lagi ketika Operasi Mandala Pembebasan Irian Barat 1961-1962. Itu adalah masa-masa Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dikandung lalu dilahirkan Ibu Tien. Kelahiran Tommy seolah jadi kebangkitan penting karier militer Soeharto yang ketika itu sudah Mayor Jenderal.
Setelah Soeharto jadi presiden, Tien tentu saja jadi Ibu Negara. Peran Tien memang begitu penting bagi Soeharto. Ibarat Arok-Dedes, Tien adalah Ken Dedes dan Soeharto adalah Ken Arok. Tanpa Ken Dedes, Ken Arok tak akan berani jadi raja.
Tien adalah perempuan yang cukup berkuasa di samping suaminya yang sedang jadi presiden. Tien ikut berbisnis sejak awal-awal Orde Baru. Menurut Baskara Tulus Wardaya dalam buku Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto (2007), bersama Liem Sioe Liong, Tien ikut mendirikan pabrik tepung Bogasari pada 1970. Tentu saja selain Tien ada lagi keluarga Soeharto yang sukses bisnisnya ketika Soeharto berjaya.
Tien mendampingi Soeharto hingga Minggu, 28 April 1996, ketika Tien meninggal mendadak karena serangan jantung. Seharian, stasiun televisi menyiarkan berita kematiannya. Tien dielukan layaknya Evita Peron, yang juga meninggal mendahului suaminya, junta militer di Argentina. Tak lama setelah kematiannya, Tien pun jadi Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden nomor 060/TK/1996 tanggal 30 Juli 1996.
Soeharto seolah mirip kaisar Mughal di India, Syah Jehan, yang tak terhingga sedihnya atas kematian istri kesayangannya. Syah Jehan pun dikenal karena membangun makam Taj Mahal pada 1631 untuk mengenang mendiang istri yang paling dicintainya: Arjuman Banu Begum.
Untuk Ibu Tien, yayasan milik Soeharto membuatkan masjid yang namanya mirip Ibu Tien, yakni Masjid At-Tin.
Masjid yang didirikan setahun setelah kematian Tien Soeharto ini mulai dibangun sejak April 1997 di lahan seluas 70.000 m. Masjid ini mampu menampung sekitar 9.000 orang di dalam dan 1.850 orang di selasar tertutup. Pembangunannya selesai pada 1999.
Ia dibangun oleh Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP) yang juga sudah banyak membangun masjid. Yayasan ini sudah berdiri sejak 17 Febuari 1982. Situs YAMP menyebut Soeharto sebagai inisiator yayasan ini. Bersama Soeharto, ada para sahabatnya seperti Soedharmono, Bustanil Arifin, Alamsyah Ratu Prawiranegara, juga Widjojo Nitisastro.
Menurut Sri Bintang Pamungkas dalam Ganti Rezim Ganti Sistim - Pergulatan Menguasai Nusantara (2014), YAMP dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang mendirikan TMII dianggap sebagai yayasan milik Soeharto juga. Begitu juga Yayasan Harapan Kita dan Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial.
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani