Menuju konten utama

Masalah Papua Tak Selesai Cuma dengan Membangun Jalan

Jokowi bikin bermacam pembangunan di Papua, tapi rasisme terhadap orang Papua dibiarkan.

Masalah Papua Tak Selesai Cuma dengan Membangun Jalan
Ilustrasi Masalah Papua. tirto.id/Lugas

tirto.id - Hari masih pagi saat gelombang orang Papua turun ke jalan membuat Kota Manokwari lumpuh oleh amarah, Senin pekan ini, 19 Agustus. Mereka menebang pohon, membakar ban di tengah jalan, merusak rambu lalu lintas, membakar gedung DPRD, memaki pemerintah, dan melakukan apa saja untuk meluapkan kekecewaan.

Selama tiga hari terakhir ketegangan itu menjalar, dari pusat ibu kota Papua di Jayapura sampai ke Biak, Bintuni, Merauke, Nabire, Sorong, Mimika, hingga Fakfak. Orang-orang memblokade jalan, membakar kendaraan, menutup bandara, dan merusak properti pemerintah. Di Fakfak bahkan ada dua korban luka parah dari pertikaian antara orang Papua dengan orang Papua, salah satunya mewakili milisi pro-NKRI.

Bara dalam sekam di hati orang-orang Papua ke pemerintah Indonesia menjadi api usai perlakuan rasis aparat TNI, polisi, dan masyarakat terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Kejadian bermula pada Jumat sore, 16 Agustus. Dari video amatir yang beredar di Twitter, terlihat orang-orang berseragam TNI dan Polri mengintimidasi para penghuni asrama Papua. Melontarkan makian rasis, menembakkan gas air mata, untuk mengeluarkan secara paksa para penghuni asrama dengan tuduhan tanpa bukti: merusak bendera Merah Putih di luar pagar teras asrama.

Andreas Harsono dari Human Rights Watch, yang meneliti kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di papua, berkata bahwa amarah yang membakar hati orang-orang Papua hingga hari ini membuktikan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah Indonesia, terutama di bawah Jokowi, tidak menyelesaikan akar masalah di Papua.

"Jalan dan jembatan itu membantu, tapi tidak mencapai akar permasalahannya," katanya.

Akar masalah yang bikin orang-orang Papua marah ke pemerintah Indonesia sebenarnya sudah dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak 2009. Riset selama empat tahun oleh para peneliti Indonesia yang serius meneliti Papua itu—di antaranya Adriana Elisabeth dan Cahyo Pamungkas—yang dikepalai oleh Muridan S. Widjojo, menyebut ada empat akar masalah di Papua; terhimpun dalam apa yang mereka sebut sebagai "Papua Road Map."

Pertama, masalah sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia. Orang-orang Papua belum merasa integrasi ke Indonesia dilakukan dengan benar, sehingga masih perlu dibicarakan.

Kedua, kekerasan dan pelanggaran HAM yang berlangsung di Papua dari 1965 melalui operasi militer nyaris tak ada pertanggungjawaban dari negara.

Ketiga, perasaan terdiskriminasi dan termajinalkan yang diakibatkan oleh penyingkiran orang-orang Papua dalam rumusan pembangunan di tanah mereka.

Keempat, kegagalan pembangunan di Papua itu sendiri yang melingkupi bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat.

Akar masalah di Papua yang dirumuskan LIPI, menurut Andreas Harsono, menunjukkan satu benang merah: "Rasialisme terhadap orang kulit hitam dan keriting".

Polisi Indonesia harus bersikap independen dan transparan menindak orang-orang yang terlibat intimidasi dan rasisme di asrama mahasiswa papua di Surabaya. Termasuk mereka yang terlibat dalam tindakan-tindakan kasar dan keras di Papua karena memprotes peristiwa tersebut.

Andreas mengingatkan penegakan hukum yang minim atas provokasi bernuansa rasis dan kekerasan terhadap orang Papua selama ini turut jadi penyebab suburnya rasialisme terhadap orang Papua. Di sisi lain, hal itu menyuburkan semangat perlawanan di kalangan orang Papua.

"Kekerasan dan rasialisme tak bisa ditoleransi bila kita mau hidup dalam masyarakat yang beradab," kata Andreas.

Infografik HL Indepth Papua Lagi

Infografik Empat akar masalah Papua. tirto.id/Lugas

Janji Jokowi kepada Papua

Dalam kampanye untuk Pilpres 2014, Jokowi berjanji mengejar "ketertinggalan masyarakat Papua". Janji-janji itu dia realisasikan dalam kebijakan. Misalnya, meresmikan proyek pembangunan infrastruktur jaringan tulang punggung pita lebar serat optik sepanjang 8.772 kilometer Sulawesi-Maluku-Papua Cable System (SMPCS) bernilai Rp3,6 triliun di Manokwari, Papua Barat, 10 Mei 2015.

Kementerian ESDM juga mengeluarkan Permen ESDM 36/2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan Secara Nasional. Dengan kebijakan itu, BBM satu harga di provinsi Papua dan Papua Barat disebut-sebut sama dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia.

Selain itu, Presiden Jokowi meresmikan 6 infrastruktur kelistrikan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat senilai Rp989 miliar pada Oktober 2016. Dari seluruh proyek itu, dua di antaranya pembangkit listrik energi terbarukan yang disebut-sebut ramah lingkungan.

Presiden Jokowi menyatakan Jalan Trans Papua 4.330 km ditargetkan akan tersambung seluruhnya pada akhir 2019. Pada masa Jokowi, panjang Jalan Trans Papua yang harus dibuka atau ditembus adalah 1.066 km. Sampai akhir 2017, Jokowi sudah membuka jalan 910 km atau 85 persen.

Jokowi juga mengunjungi Papua dan Papua Barat sedikitnya 11 kali. Ia membanggakan diri dan berkata ia datang ke provinsi lain di Indonesia paling cuma 3 sampai 4 kali.

"Cuma di sini, di Papua maupun Papua Barat, sudah 11 kali," ujarnya saat kampanye di Aimas Convention Center, Sorong, Papua Barat, Maret 2019.

Namun, pembangunan-pembangunan ke Papua itu tak menyentuh masalah-masalah inti orang Papua, menurut Surya Anta dari Forum Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRIWP). Ia justru menjadi bumerang bagi Jokowi maupun negara Indonesia.

Pembangunan infrastruktur yang sudah direncanakan sejak era Soeharto alih-alih memuaskan rakyat Papua, kata dia, justru makin membuat mereka orang Papua merasa termajinalkan.

"Itu semua bukan pilihan politik yang orang Papua kehendaki. Itu adalah sesuatu yang harus diterima dan dipaksakan terhadap mereka," ujar Surya.

Menanggapi kejadian rasisme di Surabaya hingga merembet pada aksi protes di Papua, Presiden Joko Widodo sendiri sudah berkata bahwa "emosi boleh, tetapi memaafkan itu lebih baik."

“Jadi, saudara-saudaraku, pace, mace, mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan,” kata Jokowi pada Senin pekan ini.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Jay Akbar