Menuju konten utama

Maraknya Intoleransi, Luhut Rindu Sosok Gus Dur

Luhut mengatakan kerinduan terhadap Gus Dur semakin merekah karena hilangnya sosok pelindung dan pemersatu bangsa.

Maraknya Intoleransi, Luhut Rindu Sosok Gus Dur
Ratusan umat menghadiri peringatan haul ke-7 presiden ke-4 RI Alm Gus Dur di Ciganjur, Jakarta. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso.

tirto.id - Maraknya aksi intoleransi dan kekerasan yang mengancam kemajemukan di Indonesia ini membuat masyarakat merindukan sosok mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang terkenal gigih memperjuangkan kaum lemah dan minoritas.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan saat menghadiri Haul Gus Dur ke-7 yang digelar di Matraman, Jakarta, Rabu (11/1/2017) malam.

"Sekarang ini banyak yang bilang, kalau ada Gus Dur pasti dia sudah bicara soal ke-Indonesiaan," ujar Luhut dikutip dari Antara.

Luhut bahkan mengatakan kerinduan terhadap mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini semakin merekah karena hilangnya sosok sebagai seorang pelindung dan pemersatu bangsa.

"Kita kehilangan seorang figur yang selalu mencari jalan keluar dalam perbedaan secara damai, bukan dalam bentuk-bentuk yang membuat kita menjadi galau," ungkap mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) itu.

Luhut menilai, saat ini masyarakat Indonesia perlu menerapkan nilai-nilai positif yang sejak dahulu diperjuangkan Gus Dur untuk mempersatukan bangsa.

"Jadi, mari kenang Gus Dur. Kita ambil nilai-nilai yang bisa kita bawa untuk membuat suasana lebih tenang di republik ini," katanya kemudian.

Selain Luhut, peringatan hari wafatnya Presiden Indonesia keempat, yang bertema "Gus Dur Sang Aktivis" itu juga dihadiri oleh mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Alwi Shihab dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.

Sementara itu, Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid mengatakan pemikiran Gus Dur tentang humanisme perlu terus dikembangkan mengingat maraknya situasi intoleransi beragama yang mengancam keberagaman di Indonesia saat ini.

"Di tengah situasi kehidupan berbangsa yang terpecah-belah pandangan politik maka pikiran dan gagasan besar Gus Dur tentang humanisme perlu untuk terus di kembangkan dalam kehidupan bermasyarakat," ujar Yenny.

Menurut putri Gus Dur itu, kondisi bangsa saat ini memang tengah diwarnai dengan menguatnya sikap intoleransi dalam beragama, ancaman terhadap kebhinnekaan, serta NKRI yang terancam radikalisasi paham keagamaan.

Yenny mengatakan, peringatan Haul Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Jombang, Sabtu (7/1/2017) malam yang dihadiri ribuan orang dari berbagai daerah, lintas agama dan suku itu membuktikan bahwa masyarakat masih mencintai dan merindukan sosok Gus Dur yang konsisten berpihak pada kaum lemah dan minoritas.

Gus Dur, kata dia, apa pun risikonya akan tetap membela keutuhan NKRI yang telah susah payah di rebut oleh para pendahulu.

"Pemikiran kedamaian almarhum Gus Dur seperti yang disampaikan Presiden Jokowi pada Haul Gus Dur di Ciganjur, yakni Gus Dur selalu menjadi inspirasi bagi masyarakat dunia, bahwa Islam mengajak persaudaraan dan perdamaian, bukan untuk memecah belah persatuan umat," ujar Yenny.

Baca juga artikel terkait INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto