tirto.id - Mantan Anggota Pansus Century, Chandra Tirta Wijaya pesimistis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu menyelesaikan kasus Bank Century terkait langkah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memerintahkan KPK agar menetapkan beberapa orang tersangka.
Seperti mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono, mantan Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad, dan mantan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan Raden Pardede.
"Ini [penanganan perkara Century] juga bukan berarti setelah pengadilan mengharuskan dilakukan tersangka ini dijalankan KPK, belum tentu juga karena KPK sekarang berbeda dengan KPK dulu. KPK dulu yang independen saja itu sudahnya minta ampun untuk kita dorong," kata Chandra dalam sebuah diskusi di Hotel Century, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Anggota DPR periode 2009-2014 dari Fraksi PAN itu menyebutkan, Pansus Century sudah beberapa kali mendorong KPK menyelesaikan kasus tersebut, termasuk menekan mantan Ketua KPK Abraham Samad segera menyelesaikannya.
Menurut Chandra, KPK di bawah kepemimpinan Samad memang berjanji menyelesaikan perkara tersebut. Namun, KPK hanya memproses mantan Deputi Bank Indonesia Budi Mulya.
"Mereka hanya bisa sampai pengadilan dan yang diambil adalah Budi Mulya mungkin karena dia yang paling lemah backing-nya dan terbukti secara kasat mata ada transfer 1 miliaran itu terjadinya lama lah dan dikaitkan dengan kemudahan dalam Century," tutur Chandra.
Untuk itu, Chandra berharap KPK bisa langsung memproses perkara Century. Pasalnya, berdasarkan laporan BPK dan pemeriksaan, sudah menunjukkan indikasi pelanggaran pidana dalam perkara Century.
Ia berharap langkah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Efendi Mukhtar mengabulkan gugatan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) itu bisa membuat KPK mengincar para aktor intelektual dalam perkara Century.
"Mudah-mudahan ini menjadi pintu masuk ke top level-nya dan Century ini ada aktor intelektualnya," kata Chandra.
Latar Belakang Kasus Century
Dalam surat dakwaan terhadap Budi Mulya, kasus ini bermula sejak 2005. Namun melansir BBCIndonesia.com, masalah di bank ini baru mencuat antara 31 Oktober hingga 3 November 2008. Kala itu, Bank Century dilaporkan mengalami masalah likuiditas serius sehingga manajemen Bank Century mengajukan FPJP senilai Rp1 triliun kepada Bank Indonesia.
Pada 5 November 2008, Gubernur Bank Indonesia Boediono menempatkan Bank Century dalam pengawasan khusus. Kemudian pada 6 November 2018, BI mulai mengawasi Bank Century dan melarang penarikan dana dan rekening simpanan di Bank Century.
Pada 13 November 2008, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan masalah Bank Century kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang berada di Washington D.C.
Kemudian pada 20-21 November 2008, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai Sri Mulyani menggelar rapat bersama Gubernur Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS kemudian mengambil alih kepemilikan Bank Century.
Rapat terakhir ini yang kemudian menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik sehingga membutuhkan bantuan talangan (bailout). Belakangan dalam penyelidikan yang dilakukan KPK, Komisi menduga bailout ini diputuskan dengan berbau korupsi.
Pada November 2012, KPK kemudian menetapkan Budi Mulya dan Siti Chalimah Fadjriah sebagai pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban. Namun dalam perjalanannya, hanya Budi Mulya yang ditetapkan tersangka lantaran Siti Chalimah Fadjriah sakit stroke dan kemudian meninggal pada 16 Juni 2015.
Budi kemudian divonis bersalah dalam kasus skandal suap Bank Century. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa itu dinilai terlibat merugikan keuangan negara sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) 24 November 2008 hingga Desember 2013 sebesar jumlahnya Rp 8,012 triliun.
Pada tingkat pengadilan negeri, Budi Mulya divonis 10 tahun penjara, pada Rabu 16 Juli 2014. Ia kemudian mengajukan banding, tetapi hakim Pengadilan Tinggi Jakarta justru memperberat hukuman Budi. Hakim Widodo dan dua hakim pengadilan Tinggi memperberat hukuman Budi Mulya menjadi 12 tahun penjara.
Tidak puas dengan putusan pengadilan tinggi, Budi membawa perkara ini ke tingkat kasasi. Namun, Hakim Agung Artidjo Alkostar dan dua hakim lain memperberat hukuman Budi Mulya menjadi 15 tahun penjara.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto