tirto.id - PT Sriwijaya Air memutuskan untuk mengembalikan 11 karyawan Garuda Indonesia Group yang diperbantukan ke maskapai swasta tersebut.
Keputusan itu tertuang berdasarkan surat bernomor 018/EXT/DH/SJ/XI/2019 tertanggal 7 November 2019 yang ditandatangani oleh Direktur Legal dan SDM Sriwijaya, Anthony Raimond Tampubolon. Surat itu ditujukan kepada Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara dan Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra.
Berdasarkan salinan surat yang diterima Tirto, 11 karyawan Garuda Indonesia yang dikembalikan oleh ke Sriwijaya Air adalah:
1. VP Service Planning and Delivery Dodhi Jatmika Adhi;
2. VP IT Setyo Adi Raharjo;
3. VP Marketing and Loyalty Amalia Vesta Widaranti;
4. PMO Centralized Flight Dispatch Tras Budiantoro;
5. SM Cabin Service, Standard and Development Dewi Handayani;
6. Advisor di Direktorat Keuangan Elisabeth Enny;
7. KVP Revenue Management Risal Akbar;
8. VP Network Lilik Yulianto Nugroho;
9. VP Engineering, Quality, and Technical Service Sukarya Sastrodinoyo;
10. VP Distribution Channel, Digital Business, dan Cargo Ferdian;
11. SM Cargo Agus Dewanta.
Berdasarkan surat tersebut, pengembalian karyawan dilakukan karena berakhirnya masa transisi terkait kerja sama antara Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group pada 31 Oktober 2019. Manajemen Sriwijaya mengaku, keputusan tersebut telah mendapatkan pertimbangan dari pemegang saham dan Dewan Komisaris Sriwijaya Air Group.
"Saya dengar bergitu [dikembalikan], tapi saya tidak hafal berapa karyawannya," kata Direktur Utama PT Sriwijaya Air Jefferson Irwin Jauwena, kepada Tirto, Jumat (8/11/2019).
Sebelumnya, Garuda Indonesia mengumumkan berakhirnya kerjasama dengan Sriwijaya Air.
“Kami merujuk pada status terkini kerja sama manajemen antara Sriwijaya dan Citilink, anak usaha Garuda Indonesia. Karena ada sejumlah masalah di mana kedua pihak belum bisa diselesaikan. Dengan berat hati, kami menginformasikan bahwa Sriwijaya melanjutkan bisnisnya sendiri,” kata Direktur Teknik dan Layanan Garuda Iwan Joeniarto dalam keterangannya.
Dengan demikian, lanjut Iwan, Sriwijaya Air tidak lagi menjadi anggota Garuda Indonesia Group dan hubungan dengan Sriwijaya Group akan kembali berdasarkan business to business (B to B).
Sementara dari pihak Sriwijaya Air menganggap kerjasama yang mereka jalin dengan perusahaan plat merah itu membuat kinerja perusahaan makin buruk. Padahal seharusnya perjanjian itu bisa meningkatkan kemampuan Sriwijaya untuk menyelesaikan tunggakan perusahaan itu.
“Persepsi Sriwijaya, utang bukan berkurang malah membengkak selaa di-manage Garuda," ucap kuasa hukum sekaligus pemegang saham Sriwijaya Air, Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan saat ditemui di Kemenko Kemaritiman Kamis (7/11/2019).
Garuda dan Sriwijaya juga berselisih soal jumlah utang yang harus dibayar. Manajemen Garuda mengklaim utang Sriwijaya berkurang 18 persen, tetapi hal itu dibantah oleh Sriwijaya lantaran mereka merasa utang justru membengkak.
Yusril mengatakan, pembengkakan utang ini terjadi karena ada intervensi dari Garuda yang menyebabkan bertambahnya pengeluaran perusahaan. Salah satunya perawatan pesawat yang semula bisa dikerjakan oleh teknisi Sriwijaya dialihkan ke Garuda Maintenance Facility (GMF) yang notabene berbiaya lebih mahal.
Tak hanya itu, Sriwijaya juga menderita utang lebih besar setelah skema kerjasama operasional (KSO) ditingkatkan menjadi kerja sama manajemen (KSM). Akibatnya, Sriwijaya dipatok management fee sebesar 5 persen dan bagi hasil (profit sharing) 65 persen buat Garuda.
“Itu dihitung dari pendapatan kotor perusahaan. Akibatnya perusahaan bisa tumbang kalau kayak gitu. Jadi ini mau menyelamatkan Sriwijaya atau menghancurkan," jelas Yusril.
Pemerintah sampai harus turun tangan menangani perselisihan Garuda dan Sriwijaya Air. Usai melakukan pertemuan, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, kerjasama antara Garuda dan Sriwijaya dilanjutkan selama 3 bulan. Selama kurun waktu itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan melakukan audit mengenai kerjasama antara Garuda dan Sriwijaya. Ia menargetkan hasilnya akan rampung 7-10 hari ke depan sejak kesepakatan terakhir diambil pada 8 November 2019.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti