tirto.id - Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air kembali berselisih. PT Sriwijaya Air menganggap kerjasama yang mereka jalin dengan perusahaan plat merah itu membuat kinerja perusahaan makin buruk. Padahal seharusnya perjanjian itu bisa meningkatkan kemampuan Sriwijaya untuk menyelesaikan tunggakan perusahaan itu.
“Persepsi Sriwijaya, utang bukan berkurang malah membengkak selama di-manage Garuda,” ucap kuasa hukum sekaligus pemegang saham Sriwijaya Air, Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan saat ditemui di Kemenko Kemaritiman Kamis (7/11/2019).
Garuda dan Sriwijaya juga berselisih soal jumlah utang yang harus dibayar. Manajemen Garuda mengklaim utang Sriwijaya berkurang 18 persen, tetapi hal itu dibantah oleh Sriwijaya lantaran mereka merasa utang justru membengkak.
Yusril mengatakan, pembengkakan utang ini terjadi karena ada intervensi dari Garuda yang menyebabkan bertambahnya pengeluaran perusahaan. Salah satunya perawatan pesawat yang semula bisa dikerjakan oleh teknisi Sriwijaya dialihkan ke Garuda Maintanance Facility (GMF) yang notabene berbiaya lebih mahal.
Tak hanya itu, Sriwijaya juga menderita utang lebih besar setelah skema kerjasama operasional (KSO) ditingkatkan menjadi kerja sama manajemen (KSM). Akibatnya, Sriwijaya dipatok manajement fee sebesar 5 persen dan bagi hasil (profit sharing) 65 persen buat Garuda.
“Itu dihitung dari pendapatan kotor perusahaan. Akibatnya perusahaan bisa tumbang kalau kayak gitu. Jadi ini mau menyelamatkan Sriwijaya atau menghancurkan,” jelas Yusril.
Yusril bilang KSM itu juga seperti membuat utang baru. Ia juga menampik kalau Sriwijaya punya utang terhadap Garuda yang dikonversi jadi saham karena utang sebenarnya hanya pada GMF, Pertamina, dan bank-bank BUMN.
“Apakah utang Sriwijaya itu manajemen fee tadi dan keuntungan 65 persen itu. Ya tidak bisa bayar dengan kondisi seperti ini. Itu sama saja utang yang diciptakan manajemen Garuda sendiri. itu sulit kita terima,” ucap Yusril.
Yusril juga menuding manajemen Garuda mengganti sejumlah rute penerbangan gemuk milik Sriwijaya ke anak usahanya yakni Citilink.
Kendati demikian, kata Yusril, Garuda dan Sriwijaya sepakat membawa masalah ini ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk diaudit. Hasil audit tersebut nantinya akan menentukan nasib kerjasama kedua perusahaan.
Terkait putusnya kerja sama dengan Garuda yang mengganggu operasional, Yusril menyebut hal itu disebabkan rekening perusahaannya diblokir oleh pihak Garuda.
"Rekening Sriwijaya Air diblokir sama Garuda Indonesia. Gimana perusahaan bisa kerja? Itu jadi impact juga kepada pelayanan," imbuhnya.
VP Corporate Communication Garuda Indonesia Ikhsan Rosan enggan menanggapi soal utang ini. Ia hanya mengatakan Garuda tengah bernegosiasi dengan pemegang saham Sriwijaya soal penyelesaian kewajiban utang.
“Garuda Indonesia berharap Sriwijaya beriktikad baik atas penyelesaian kewajiban-kewajiban mereka kepada institusi negara yang ada,” ucap Ikhsan dalam keterangan tertulis Kamis (7/11/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana