tirto.id - Maskapai Sriwijaya Air dikabarkan merumahkan dan mempersilahkan karyawannya untuk mengundurkan diri. Kebijakan tersebut dilakukan karena perusahaan sudah tidak bisa mempertahankan biaya operasional saat ini akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan dokumen internal yang salinannya diterima Tirto pada Senin (24/5/2021), Direktur Sumber Daya Manusia, Anthony Raimond Tampubolon menyatakan akibat pandemi Covid-19, likuiditas perseroan semakin menurun.
"Mempertimbangkan kondisi perusahaan yang saat ini mengalami likuiditas semakin menurun akibat wabah virus Covid-19 berkepanjangan yang berdampak pada menurunnya operasional Perusahaan," terang dia dalam dokumen yang ditandatangani Jumat, 21 Mei 2021.
Oleh karena itu manajemen perlu memutuskan langkah strategis di bidang kepegawaian dalam mempercepat proses penyelamatan perusahaan dengan kebijakan berikut
Menurut dokumen tersebut, bagi karyawan yang dirumahkan baik pegawai tetap maupun PKWT yang bermaksud ingin mengundurkan diri, perusahaan memberikan kebijakan uang pisah dengan besaran berbeda-beda. Pertama, bagi karyawan dengan masa kerja lebih dari atau sama dengan satu tahun dan kurang dari tiga tahun diberikan uang pisah sebesar satu bulan gaji.
Kedua, karyawan dengan masa kerja lebih dari atau sama dengan tiga tahun dan kurang dari enam tahun diberikan uang pisah sebesar dua bulan gaji. Ketiga, karyawan dengan masa kerja lebih dari enam tahun diberikan uang pisah sebesar tiga bulan gaji.
Perusahaan juga membebaskan biaya penalti kontrak kerja (tidak termasuk soft loan/pinjaman dana perusahaan) kepada karyawan yang disetujui permohonan pengunduran dirinya.
Sriwijaya juga mengubah kebijakan pengupahan pada karyawan yang sedang dirumahkan dari imbal jasa 25% menjadi 10% dari gaji pokok
Direksi bersama jajaran manajer segera menyampaikan informasi ini secara transparan kepada pegawai dalam unit kerja masing-masing yang terdampak sesuai poin 1 sampai 3 tersebut di atas dan disampaikan secara langsung secara offline maupun online. Kebijakan ini mulai berlaku sejak surat ini dikeluarkan sampai ada pemberitahuan selanjutnya.
Senior Manager Corporate Communication Sriwijaya Air Theodora Erika yang dikonfirmasi Tirto menyatakan bahwa perusahaan masih mengkaji kebijakan yang tertuang dalam dokumen tersebut. Dalam pesan yang diterima Tirto pada Selasa (25/5/2021), Erika mengatakan perusahaan belum menyampaikannya kepada karyawan.
"Hari ini kami sedang bahas di internal. Hasilnya nanti kami sampaikan secara formal. Kami pun belum ada turunan ke karyawan, baru dapat info dari teman-teman media," terang dia, Selasa (25/5/2021).
Kinerja Sriwijaya Air memang sudah kepayahan, bahkan sejak sebelum pandemi COVID-19 melanda. Pada tahun 2019, Sriwijaya bahkan harus "diasuh" oleh Garuda karena beban utang yang sangat besar dan membuat perusahaan nyaris tak bisa beroperasi.
Sebelum bermitra dengan Garuda, Sriwijaya terlilit utang sangat besar. Kreditur Sriwijaya di antaranya adalah Garuda Indonesia Group. Per September 2018, utang Sriwijaya ke Garuda mencapai 9,33 juta dolar AS. Selain Garuda, Sriwijaya juga berutang ke Pertamina senilai Rp942 miliar dan BNI Rp585 miliar. Per Juni 2019, utang Sriwijaya ke Garuda melonjak menjadi 118,79 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,68 triliun (asumsi Rp14.152 per dolar AS).
Namun, kerjasama Garuda dan Sriwijaya sempat terhenti karena ada kekisruhan. Garuda bahkan sempat meminta logonya dicopot dari pesawat Sriwijaya karena maskapai tersebut dianggap tidak kooperatif dalam menjalankan restrukturisasi.
Seputar kisruh Sriwijaya Air bisa dibaca di sini.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti