tirto.id - Mahkamah Agung mengungkapkan alasan majelis kasasi tetap menyatakan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. (BLEM) Samin Tan bebas dari dakwaan jaksa penuntut umum KPK karena tidak ada kesepakatan pemberi dan penerima suap.
Putusan tolak kasasi penuntut umum itu diambil oleh majelis kasasi yang terdiri atas Suhadi, Suharto dan Ansori pada 9 Juni 2022.
"Alasan kasasi penuntut umum tidak dapat dibenarkan karena judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum, judex facti telah mengadili terdakwa dalam perkara a quo sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku serta tidak melampaui kewenangannya," demikian disebutkan dalam dokumen resumer perkara Nomor 2268 K/PID.SUS/2022 atas nama terdakwa Samin Tan yang dibaca pada hari Jumat (17/6/2022) dilansir dari Antara.
Judex facti adalah peradilan di tingkat pertama, yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam pertimbangannya, majelis kasasi menyebutkan bahwa dari keterangan para saksi dan terdakwa Samin Tan dihubungkan barang bukti diperoleh fakta bahwa PT Asmin Koalindo Tuhub (PT AKT) telah dilakukan terminasi perjanjian karya pengusahaan tambang batu bara (PKP2B) yang akibatnya PT AKT tidak bisa lagi menambang dan menjual hasil tambang batu baranya.
Karena beban moral atas nasib 4.000 karyawannya, Samin Tan telah melakukan beberapa langkah, antara lain, melakukan upaya hukum dengan menggugat SK Kementerian ESDM melalui PTUN Jakarta namun kalah di tingkat kasasi.
Selain mengajukan gugatan hukum melalui PTUN, Samin Tan juga menemui koleganya bernama Melchias Marcus Mekeng selaku Ketua Fraksi Golkar di DPR RI. Samin Tan menceritakan kepada Melchias Mekeng tentang terminasi PT AKT oleh Kementerian ESDM.
Melchias Mekeng lantas mengenalkan Samin Tan dengan Eni Maulani Saragih dan meminta Eni Maulani yang juga anggota Fraksi Golkar DPR untuk menanyakan kepada Kementerian ESDM tentang terminasi PT AKT.
Atas permintaan Melchias Mekeng tersebut, Eni bersama Melchias Mekeng dan Samin Tan menemui Menteri ESDM saat itu Ignatius Jonan menanyakan tentang terminasi PT AKT. Jonan mengatakan tetap akan menempuh jalur hukum sampai dengan mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Jonan juga mengatakan bahwa terminasi adalah rekomendasi dari Dirjen Minerba yang menyatakan PT AKT telah melanggar Pasal 30 dalam PKP2B karena PT AKT telah menjaminkan PKP2B PT AKT kepada Bank Standard Chartered Cabang Singapura.
Saat mengurus PT AKT tersebut, Eni Maulani pernah menyampaikan kepada Melchias Mekeng bahwa Eni membutuhkan uang yang banyak dalam rangka membiayai pencalonan suaminya sebagai Bupati Temanggung.
Pada bulan Mei—Juni 2018, Eni Saragih menerima uang dari Nenie Afwani dan Indri Savatri Purnama Sari. Uang diterima oleh Tahta Maharaya selaku tenaga ahli Eni Saragih di DPR. Uang yang diterima keseluruhannya berjumlah Rp4 miliar.
"Dari fakta pula terungkap bahwa terdakwa dan Eni Maulani Saragih sama-sama menyatakan tidak ada deal atau kesepakatan tentang pemberian uang sejumlah Rp4 miliar," demikian disebutkan majelis kasasi.
Nenie Afwani, Indri Savatri Purnama, dan Tahta Maharaya juga tidak memberikan keterangan yang pasti untuk apa uang diberikan kepada Eni Saragih.
"Eni Saragih sempat mengirim ucapan terima kasih melalui WA kepada terdakwa atas uang sejumlah Rp4 miliar. Namun, pesan tersebut tidak ditanggapi oleh terdakwa," ungkap majelis.
Terkait dengan pesan melalui aplikasi WhatsApp dari Eni Saragih, Nenie Afwani selalu mengomunikasikan dengan Samin Tan, termasuk permintaan tambahan dari Eni Saragih yang Nenie Afwani tidak tahu maksudnya.
Di persidangan tidak terungkap mengenai asal usul uang dan peruntukkan uang yang diberikan Nenie Afwani kepada Tahta Maharaya.
Berdasarkan fakta tersebut, kata majelis hakim, dakwaan pertama penuntut umum Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Pasal tersebut merupakan delik penyuapan yang mensyaratkan adanya kesepakatan (meeting of minds) antara pemberi dan penerima suap, sedangkan dalam perkara ini antara terdakwa dan Eni Maulani Saragih terkait dengan pemberian uang sejumlah Rp4 miliar tidak terungkap apakah Nenie Afwani telah diperintah oleh terdakwa untuk memberikan uang kepada Eni Saragih," jelas hakim.
Meski setiap komunikasi yang disampaikan selalu dikomunikasi dengan Samin Tan, hal tersebut tidak dapat dijadikan pertimbangan bahwa Nenie Afwani telah diperintah Samin Tan untuk memberikan uang kepada Eni Saragih.
"Dengan demikian, putusan judex facti yang membebaskan terdakwa dari semua dakwaan telah tepat dan benar. Alasan kasasi penuntut umum selebihnya tidak dapat dibenarkan mengenai mengenai penilaian hasil pembuktian," kata hakim kasasi.
Terkait dengan perkara ini, Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun penjara dengan pasal penerimaan gratifikasi yang salah satunya berasal dari Samin Tan.
Editor: Bayu Septianto