Menuju konten utama

Lulung Minta Ombudsman Jangan Tebang Pilih Terkait Tanah Abang

Ombudsman menyoroti ketidakmampuan Anies Baswedan bersama Dinas UKM dalam mengantisipasi dampak penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.

Lulung Minta Ombudsman Jangan Tebang Pilih Terkait Tanah Abang
Anggota DPRD Abraham Lunggana menghadiri deklarasi Rumah Amanah Rakyat di Jl. Cut Nyak Dien No.5 Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/8). TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham "Lulung" Lunggana buka suara soal laporan Ombudsman terkait penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Tanah Abang. Ia meminta Ombudsman jangan tebang pilih dalam bertindak.

"Kalau mau mengevaluasi pelanggaran, lihat secara utuhlah pelanggaran yang dilakukan pemerintah," kata Lulung di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (27/3/2018).

Komentar Lulung ini berkaitan dengan laporan Ombudsman terkait penataan PKL di Tanah Abang. Di dalamnya disebutkan adanya sejumlah pelanggaran administrasi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.

Poin pertama yang menjadi sorotan Ombudsman adalah ketidakmampuan Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas UKM dalam mengantisipasi dampak penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.

Ombudsman menemukan ketidakselarasan antara Dinas UKM dan perdagangan dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 265 Tahun 2016. Pelaksanaan peraturan terlihat tidak memiliki rencana induk penataan PKL dan peta jalan PKL di DKI Jakarta.

Kedua, mereka menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam penurunan Jalan Jatibaru Raya. Kebijakan gubernur tidak mendapat izin dari Polda Metro Jaya. Ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 128 ayat 3 Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Menanggapi itu, Lulung mempertanyakan sikap Ombudsman terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan gubernur DKI Jakarta sebelum Anies. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menurutnya, telah memberi diskresi peningkatan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) kepada sejumlah pengembang.

Selain itu, Lulung juga menyoroti soal dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, pembangunan Simpang Susun Semanggi, dan Reklamasi Teluk Jakarta.

"Pelanggaran KLB? Pelanggaran buat Jembatan [Simpang Susun] Semanggi? Berani nggak dia [Ombudsman]?" tanya Lulung.

Lulung menuturkan, saat ini ada sekitar 300–400 pedagang yang menggantungkan hidupnya di Tanah Abang. Hingga kini, tidak ada kepastian hukum bagi PKL Tanah Abang atau PKL di seluruh wilayah Jakarta.

Karenanya, ia menilai diskresi yang Anies Baswedan berikan terkait PKL Tanah Abang sudah baik. Sebab, hal itu memberi kepastian hukum bagi sekitar para PKL di Tanah Abang.

"Pemerintah harus bertanggung jawab sesuai Undang-Undang Dasar kan, mensejahterakan rakyatnya. Hari ini Anies melakukan diskresi terhadap persoalan itu karena tidak ada kepastian hukum kepada para pedagang itu,” terangnya.

Sementara itu, Ombudsman dalam laporannya menilai diskresi penataan PKL Jalan Jatibaru tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Kebijakan Anies juga tidak sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta Tahun 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.

Ombudsman pun menemukan dugaan pelanggaran hukum dari kebijakan alih fungsi Jalan Jatibaru. Kebijakan Anies dinilai telah melanggar UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban Umum, PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Baca juga artikel terkait PENATAAN TANAH ABANG atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yuliana Ratnasari