tirto.id - Luhut Binsar Pandjaitan dan Susi Pudjiastuti kembali berpolemik terkait kebijakan kelautan dan perikanan. Luhut sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman mengkritik sejumlah kebijakan Susi, seperti larangan cantrang hingga penenggelaman kapal ikan asing ilegal yang memasuki perairan Indonesia.
Luhut mendesak agar kebijakan menenggelamkan kapal ilegal segera dihentikan. Luhut beralasan, kapal-kapal asing yang ditangkap itu sebetulnya malah bisa dimanfaatkan dan berpotensi jadi aset negara.
Mantan Menkopolhukam ini menilai ada banyak kapal yang terlantar di sejumlah titik, seperti Bali, Ambon, maupun Bitung. Alih-alih dibiarkan sampai menjadi rusak, Luhut berpendapat kapal-kapal tersebut akan lebih baik kalau diserahkan kepada nelayan.
“Sekarang tinggal bagus yang mana, mau kita bakar dan tenggelamkan semua itu, atau kita berikan kepada nelayan kita? Itu sebenarnya esensinya,” kata Luhut, di kantornya, Jakarta, pada Selasa (9/1/2018).
Lebih lanjut, Luhut mengklaim, jumlah nelayan di Indonesia saat ini banyak yang tidak lagi melaut. Sehingga salah satu upaya untuk membuat mereka kembali ke laut ialah dengan memberikan kapal-kapal tersebut sesuai prosedur yang benar kepada sejumlah koperasi nelayan.
Luhut menambahkan, saat ini sudah waktunya melakukan perubahan, sehingga pemerintah bisa berfokus pada hal lain. “Setelah 3 tahun, what’s next? Masa kita mau biarkan nelayan-nelayan kita sekarang ribut,” kata Luhut.
“Presiden memerintahkan kita untuk fokus pada tugas masing-masing. Apa itu? Peningkatan ekspor, misalnya, di KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan]” kata Luhut menambahkan.
Menurut Susi, realisasi dari UU tersebut diinstruksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dengan tujuan untuk menyelesaikan praktik pencurian ikan yang begitu masif. “Jadi bukan ide Susi Pudjiastuti, bukan juga ide Pak Jokowi,” kata Susi dalam pernyataan resminya, Selasa (9/1/2018) melalui akun YouTube resmi KKP News.
Apabila ada pihak-pihak yang merasa keberatan, Susi pun meminta adanya solusi konkret, sehingga Presiden Jokowi bisa memerintahkan kepada dirinya agar menghapus ketentuan pasal soal penenggelaman kapal ikan ilegal yang ada dalam UU.
“Menteri nanti mengajukan ke Badan Legislasi DPR untuk memulai merancang UU baru, melakukan perubahan sehingga pasal tadi tidak ada,” kata Susi.
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Susi mengklaim KKP telah melakukan penenggelaman terhadap 363 unit kapal. Kendati demikian, 90 persen lebih dari tindakan penenggelaman tersebut merupakan hasil keputusan pengadilan, sehingga KKP hanya tinggal mengeksekusi putusan tersebut.
Meski begitu, Susi tidak menampik apabila niat untuk mempublikasikan penenggelaman kapal lewat media merupakan ide dari dirinya yang sudah disetujui Presiden Jokowi. “Penenggelaman itu dipublikasikan untuk mendapatkan efek jera,” ungkap Susi.
Bukan Perseteruan yang Pertama
Perseteruan antara Luhut dan Susi ini bukan yang pertama kali. Pada Agustus 2016, saat belum genap seminggu dilantik menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut sudah membuat gaduh kabinet kerja. Pemantiknya adalah wacana untuk membuka kemungkinan investor asing masuk di sektor perikanan tangkap, salah satunya di perairan Natuna.
Bola panas tersebut langsung direspons Susi Pudjiastuti. Ia bahkan siap mengundurkan diri dari jabatannya apabila wacana tersebut benar-benar direalisasikan. Menteri Susi menegaskan, membuka kembali kesempatan bagi investor asing untuk masuk di sektor perikanan tangkap adalah langkah mundur.
Sikap tegas Menteri Susi menolak wacana tersebut bukan tanpa alasan. Ia menegaskan, investor asing hanya boleh masuk di sektor pengolahan ikan atau industri hilir, bukan di sektor perikanan tangkap. Apalagi sektor perikanan tangkap masuk dalam kategori Daftar Negatif Investasi (DNI) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 tahun 2016.
Melihat respons tegas itu, pada 9 Agustus 2016, Luhut langsung mengklarifikasi pernyataannya. Luhut membantah kalau dirinya mengusulkan untuk membuka investasi asing di sektor perikanan tangkap. Luhut justru berdalih, sektor perikanan tangkap bisa dilakukan oleh nelayan dalam negeri. Jika tidak mampu, baru dibuka opsi melakukan usaha patungan (joint venture) dengan cara kerja sama antara negara-negara asing dan pengusaha Indonesia. Itupun perusahaan tersebut harus berbasis di Indonesia dan kapalnya juga merupakan kapal asal Indonesia.
Ide Luhut Didukung Jusuf Kalla
Berbeda dengan wacana Luhut untuk membuka kemungkinan investor asing masuk di sektor perikanan tangkap yang menuai polemik pada 2016. Kali ini, ide Luhut juga didukung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengimbau untuk memberhentikan kebijakan penenggelaman kapal ikan ilegal.
Kalla beralasan, penenggelaman sudah cukup dilakukan, dan kini saatnya berfokus pada upaya meningkatkan ekspor ikan tangkap. Kalla juga menilai kapal-kapal yang ditangkap itu dapat dilelang guna menambah pemasukan negara maupun dipergunakan kembali oleh para penangkap ikan.
“Jangan di satu pihak membeli kapal, tapi di lain pihak banyak kapal yang nongkrong. Kita butuh kapal, ekspor ikan tangkap kita turun,” kata Kalla, seperti dikutip Antara, Selasa (9/1/2018).
Kalla pun menyatakan bahwa berdasarkan UU tentang Perikanan, tidak ada pasal yang mengatur kalau kapal yang ditangkap harus dibakar. “Jadi diselesaikan, ya janganlah beli kapal pakai ongkos APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Padahal banyak kapal nganggur,” kata Kalla.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto berpendapat, kegaduhan yang terjadi soal penenggelaman kapal berpotensi membuat pengusaha wait and see.
“Jadi ragu juga dong, karena peraturan berubah-ubah,” kata Yugi saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (10/1/2018).
Yugi menilai, perlu adanya batasan terhadap kapal ikan ilegal yang ditenggelamkan. “Menenggelamkan kapal juga perlu uang kan? Bisa ratusan juta lho. Kalau kapalnya bisa dioptimalkan, ada pendapatan dan pajaknya. Jadi menurut kami, realistis saja. Jangan dibikin pro atau kontra,” kata Yugi.
Berdasarkan data yang dihimpun Tirto, ekspor perikanan Indonesia pada 2015 memang mengalami penurunan dibandingkan 2014 menjadi 3.944 juta dolar Amerika. Sementara itu sampai dengan September 2016, nilai ekspor perikanan hanya sebesar 3.038,96 juta dolar Amerika.
Turunnya nilai ekspor tersebut disebut-sebut karena aturan moratorium eks kapal asing yang ditetapkan pada 2014. Dalam salah satu aturan disebutkan bahwa kapal eks asing yang melanggar akan ditenggelamkan. Dengan demikian, dampak pun jadi terasa pada penurunan ekspor ke negara-negara yang kapalnya banyak ditenggelamkan, seperti Cina, Filipina, dan Thailand.
Susi sendiri enggan berkomentar soal adanya rencana penghentian penenggelaman kapal ikan asing ilegal yang tertangkap di perairan Indonesia yang sempat dilontarkan Luhut dan Jusuf Kalla.
“No comment, no comment," kata Susi kepada pers di Benoa, Bali, seperti dikutip Antara, Rabu (10/1/2018).
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz