tirto.id - Program pemerintah membagikan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTHSE) dinilai hanya merupakan solusi sementara untuk menyelesaikan target elektrifikasi di desa-desa.
Managing Director Akuo Energy Indonesia M. Refi Kunaefi mengatakan, masyarakat di pedesaan sepatutnya memperoleh sumber listrik yang lebih tahan lama dan mampu menunjang aktivitas ekonomi ketimbang hanya penerangan saja.
“Sepemahaman saya ya itu temporary solution dari kementerian. Dan (seharusnya) proyek itu gak didesain ESDM untuk 10-15 tahun ke depan,” ucap Refi di sela paparan bertajuk Indonesia's Solar Policies Designed to Fail? di Plaza Kuningan, Jakarta, pada Rabu (27/2/2019).
Refi melihat elektrifikasi di desa dapat dikerjakan dengan penyediaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Walaupun EBT masih dianggap memerlukan biaya yang mahal sehingga sulit disediakan oleh PLN, Refi mengatakan hal itu dapat dikerjakan oleh pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP).
Menurut Refi, saat ini EBT memang menjadi solusi yang masuk akal untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Pertimbangannya, karena EBT tak memerlukan biaya operasional seperti bahan bakar.
Berbeda halnya dengan penggunaan listrik yang berbasis genset yang memerlukan bahan bakar berupa diesel. Alhasil Biaya Pokok Produksi (BPP) Listrik menjadi membengkak dan berlawanan dengan keinginan pemerintah yang ingin menyediakan listrik terjangkau bagi masyarakat.
“Di situ kami masuk. Sembari LTHSE yang sementara berjalan, kami siapkan proyek dengan kapasitas lebih besar dengan EBT,” ucap Refi.
“Kalau angle-nya keekonomian, EBT lebih masuk akal,” tambahnya lagi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dhita Koesno