tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap agar Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di era eks Menkopolhukam Mahfud MD bisa diperpanjang.
"LPSK mendorong supaya tim itu diperpanjang tugasnya atau dibentuk untuk melanjutkan pelaksanaan pemilihan korban dalam rangka penyelesaian rekomendasi non yudisial," kata Anggota LPSK Antonius Prijadi Soesilo Wibowo dalam keterangan usai pengucapan sumpah di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Antonius menuturkan, tim tersebut seharusnya bisa dilanjutkan karena ada dasar hukum. Mereka mengacu kepada Inpres Nomor 2 tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. Mereka akan melakukan audiensi dan tetap optimistis diperpanjang.
Antonius menjelaskan LPSK sudah melakukan sejumlah terobosan dalam penanganan korban HAM berat. Mereka memperbaiki regulasi dalam penyediaan dukungan psikososial pada korban. Mereka juga memberikan dukungan pembiayaan medis bagi korban pelanggaran HAM berat.
"Terkini LPSK beberapa waktu yang lalu kalau ga salah bulan April itu secara khusus mengadakan audiensi dengan bapak menko polhukam sebagai wakil pemerintah dan LPSK menyampaikan tentang perlunya pemerintah segara memperpanjang tugas tim pemantau pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non yudisial yang telah dilahirkan beberapa waktu yg lalu," kata Antonius.
Anggota LPSK Susilaningtias juga menegaskan bahwa LPSK tetap memberikan bantuan kepada korban sejak 2012. Bantuan sudah diberikan kepada para korban.
"LPSK tetap memberikan bantuan dan perlindungan kepada korban pelanggaran korban HAM berat itu sudah menjadi tusi LPSK dan Sejak tahun 2012 LPSK memberikan bantuan dan perlindungan kepada korban pelanggaran ham bertanya," kata Susi di lokasi yang sama.
Di saat yang sama, Antonius mengaku akan melakukan sejumlah agenda. Pertama, mereka akan memperkuat organisasi. Ia beralasan, penguatan organisasi penting karena permohonan melonjak tinggi.
"Tahun lalu sekitar 7.700 mendekati 8.000. sedangkan kalau dibandingkan ketika kita mulai awal bertugas tahun 2019-2020 masih sekitar 2.500. Tentu ekspektasi publik yang melonjak tajam harus diikuti dengan penguatan organisasi baik di SDM baik anggaran, baik jejaring maupun yang lain," kata Antonius.
Kedua, mereka menguatkan penggunaan teknologi informasi untuk mendukung permohonan dan pelaksanaan perlindungan saksi dan korban. Ketiga, mereka akan membuat jejaring dengan semua pihak baik dari pemerintah, media hingga organisasi publik di masa depan.
Sementara itu, mantan Kepala LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengaku kepemimpinannya telah melakukan banyak hal seperti penataan restitusi, dana korban, dana bantuan korban hingga psikososial. Dalam penanganan korban HAM berat, Hasto mengaku mendorong program penyelesaian non-yudisial dilanjutkan dengan berubah nama.
"Untuk program pelanggaran ham berat ini perlu ada komunikasi dengan menko polhukam ini. itu kan disebutkan penyelesaian non yudisial. Kalau kami mengusulkan jangan pake non yudisial. Ya program pemulihan korban aja sebab kalo pake kata non yudisial itu kontroversial. Orang yg menuntut ada penyelesaian yudisial kok ini kenapa non yudisial aja. Jadi sebaiknya diganti," kata Hasto ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
Hasto menuturkan, program PPHAM memang digagas saat kepemimpinannya dengan eks Menkopolhukam. Ia malah mendorong agar penguatan lembaga LPSK lewat revisi dan penambahan anggaran karena aksi tim PPHAM sudah dilakukan LPSK sejak 2011.
"Undang-undang LPSK memang perlu ya direvisi. tetapi yaaa masih bisa nantilah, tetapi yang perlu PKPHAM ini kan mengkoordinir dari berbagai kementerian dan lembaga, nah itu sulitnya bukan main," kata Hasto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto