tirto.id - Lirik lagu Hymne Pramuka kerap dinyanyikan di Hari Pramuka yang diperingati setiap tanggal 14 Agustus. Hymne (himne) menurut Kamus Besar Basaha Indonesia (KBBI) berarti nyanyian pujaan (untuk Tuhan dan sebagainya) atau gita puja. Lalu, siapa pencipta lagu Hymne Pramuka?
"Hymne Pramuka" diciptakan oleh Husein Mutahar (H. Mutahar), orang yang juga menciptakan lagu kebangsaan populer lainnya seperti "Hari Merdeka" dan "Syukur". Ia adalah pencipta lagu, sekaligus bapak kepanduan Indonesia.
H. Mutahar lahir di Semarang, 5 Agustus 1916 dan wafat di Jakarta, 9 Juni 2004 pada usia 87 tahun. Selama hidupnya, H. Mutahar banyak menciptakan lagu-lagu kebangsaan seperti "Syukur", "Hari Merdeka", "dan "Dirgahayu Indonesiaku" yang menjadi lagu resmi HUT Ke-50 RI.
Mutahar menempuh pendidikan selama setahun di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) 1946-1947. Pada tahun 1945, ia menjadi Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta. Puncak kariernya adalah ketika ia menjadi Duta Besar RI di Takhta Suci (Vatikan) pada 1969-1973.
Lirik Lagu Hymne Pramuka dan Maknanya
Lagu Pramuka Indonesia atau Hymne Pramuka menjadi lagu yang selalu dinyanyikan dalam upacara-upacara yang dilaksanakan dalam Gerakan Pramuka. H. Mutahar salah satu pejuang, penggubah lagu dan tokoh Pramuka menciptakan syair lagu Himne Pramuka bagi Gerakan Pramuka.
Berikut adalah lirik Hymne Pramuka atau dikenal juga sebagai lagu "Kami Pramuka Indonesia":
Kami Pramuka Indonesia
Manusia Pancasila
Satyaku kudharmakan, dharmaku kubaktikan
Agar jaya, Indonesia, Indonesia
Tanah air ku
Kami jadi pandumu.
Menurut situs web Kwarcab Agam,teks lagu Hymne Pramuka memiliki makna yang mendalam, sehingga liriknya dijadikan moto Gerakan Pramuka Indonesia.
Dalam baris pertama yang berbunyi "Kami Pramuka Indonesia" menjelaskan sekaligus sebagai penegas, "Kami adalah Pramuka (Praja Muda Karana)" yang berarti seorang pemuda yang memiliki semangat berkarya.
Pada baris kedua yang berbunyi "Manusia Pancasila" menjelaskan, pramuka berpegang pada Pancasila, bukan yang lain.
Dan pada kalimat selanjutnya berbunyi "Satyaku Kudarmakan Darmaku Kubaktikan" bermakna setiap janji dan komitmen diri yang telah diucapkan dan/atau dihayati menjadi ketetapan yang harus ditepati dan dilaksanakan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
Bila diartikan makna "Satya" adalah janji, sedangkan “Darma” artinya kewajiban, aturan dan kebenaran. Kata “Darma” pada konteks di atas merujuk pada Dasa Darma Pramuka.
"Satyaku Kudarmakan Darmaku Kubaktikan" adalah isi dari lirik Himne Gerakan Pramuka Satya Darma Pramuka, dan kalimat ini juga merupakan moto Gerakan Pramuka yang bersifat tetap dan tunggal sebagai bagian terpadu dalam proses pendidikan.
Kalimat selanjutnya "Agar Jaya Indonesia" bermakna sebagai tujuan dari Gerakan Pramuka secara global, yaitu membuat negara Indonesia yang jaya. Yang artinya makmur seluruh rakyatnya.
Dan "Indonesia Tanah Airku" adalah sebagai penegas bahwa Indonesia, dan hanya indonesia-lah tanah air kita
Arti “Pandu” sendiri dalam kamus KBBI adalah penunjuk jalan, perintis. Jadi dalam lirik terakhir Himne Gerakan Pramuka Satya Darma Pramuka tersebut, makna "Kami Jadi Pandumu" adalah Pramuka yang akan menjadi perintis kejayaan Indonesia.
Sejarah dan Latar Belakang Lagu "Kami Pramuka Indonesia"
Hymne Pramuka dinyanyikan pertama kalinya pada tahun 1964. Seperti disebutkan di atas, lagu ini diciptakan oleh Husein Mutahar, seorang komponis terkenal yang juga dikenal sebagai pencipta lagu "Hari Merdeka".
H. Mutahar menciptakan lagu ini sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat identitas dan semangat kebangsaan di kalangan anggota Pramuka Indonesia. Lagu ini juga diciptakan untuk menggugah semangat kepramukaan serta menanamkan nilai-nilai persatuan, patriotisme, dan cinta tanah air di dalam diri anggota Pramuka.
Lirik dan melodi Hymne Pramuka mencerminkan semangat kebersamaan dan pengabdian terhadap bangsa dan negara. Lagu Hymne Pramuka sering dinyanyikan dalam upacara dan kegiatan resmi Pramuka sebagai simbol dari kesetiaan dan dedikasi anggota Pramuka kepada Indonesia. Hymne ini juga menjadi bagian penting dalam pembentukan karakter dan moral generasi muda yang bergabung dalam Gerakan Pramuka.
Mutahar juga dikenal sebagai penyelamat Bendera Pusaka, saat ia menjadi ajudan Presiden Sukarno. Ketika Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada 19 Desember 1948, bendera pusaka sempat diselamatkan oleh Sukarno dan dipercayakan kepada H. Mutahar.
Dilansir situs web Kemdikbud, H. Mutahar kemudian mengungsi dengan membawa bendera tersebut. Untuk alasan keamanan dari penyitaan Belanda, ia melepaskan benang jahitan bendera sehingga bagian merah dan putihnya terpisah, kemudian membawanya dalam dua tas.
Pertengahan Juni 1949, ketika berada dalam pengasingan di Bangka, Sukarno meminta kembali bendera pusaka kepada Mutahar. Ia kemudian menjahit dan menyatukan kembali bendera pusaka dengan mengikuti lubang jahitannya satu persatu.
Bendera pusaka kemudian disamarkan dengan bungkusan kertas koran dan diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan kepada Sukarno di Bangka.
Pada 6 Juli 1949, Sukarno bersama bendera pusaka tiba dengan selamat di Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta. Pada 17 Agustus 1949, bendera pusaka kembali dikibarkan di halaman depan Gedung Agung.
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Dhita Koesno