tirto.id - Meski mengaku melihat pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) via Youtube, Jaenudin alias Panel bin Adim, saksi fakta yang bekerja sebagai nelayan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu mengatakan Ahok harus meminta maaf karena sudah menyebut Surat Al-Maidah ayat 51 saat pidato.
"Terdakwa (Ahok) harus minta maaf kalau ada proses hukum silahkan saja," kata Jaenudin saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2/2017), seperti dikutip dari Antara.
Jaenudin mengaku bahwa Ahok menyebut Surat Al-Maidah ayat 51 setelah melihat di televisi dan saat diperlihatkan video oleh pihak kepolisian saat memeriksa dirinya.
"Benar itu pidato Ahok?," tanya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara soal video Ahok yang diperlihatkan kepolisian.
"Benar," jawab Jaenudin.
Kemudian, majelis hakim pun menanyakan apakah benar saudara terdakwa menyebut Surat Al-Maidah ayat 51 dalam video itu.
"Iya," jawab Jaenudin.
Majelis Hakim pun bertanya apakah video yang diperlihatkan oleh kepolisian berasal dari akun Youtube.
"Betul," jawab Jaenudin.
Selain Jaenudin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga dijadwalkan memanggil saksi fakta lainnya yang bekerja sebagai nelayan di Pulau Panggang Kepulauan Seribu, yaitu Sahbudin alias Deni.
Saksi lain yang dihadirkan adalah saksi ahli dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Hamdan Rasyid, yang juga dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri