Menuju konten utama

Lemhanas: 90 Persen Masyarakat Berpotensi Sebar Hoax

Agus mengatakan bahwa 90 persen masyarakat yang tidak menyaring berita akan berpotensi menjadi penyebar berita bohong alias hoax.

Lemhanas: 90 Persen Masyarakat Berpotensi Sebar Hoax
Gubernur Lemhanas Agus Widjojo. tirto/andrey gromico

tirto.id - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo mengatakan masyarakat yang mudah percaya pada sesuatu berita tanpa menyaring dan mengecek ulang kebenarannya adalah salah satu faktor yang bisa melemahkan ketahanan negara.

"Masyarakat titik terlemah karena bisa berimplikasi luas, jadi 90 persen ini bergantung pada tingkat pemahaman masyarakat dan kecerdasan masyarakat untuk tidak mudah dipermainkan oleh berita bohong," kata Agus di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (28/8/2017).

Ia bahkan mengatakan bahwa 90 persen masyarakat yang tidak menyaring berita akan berpotensi menjadi penyebar berita bohong alias hoax.

"Penyebar berita bohong dengan niat tidak baik hanya berpengaruh 10 persen, lainnya 90 persen adalah kita yang menyebar berita bohong bila kita percaya dan menganggap bahwa jika sesuatu yang segaris dengan keinginan saya, atau bahwa saya tidak suka dengan sesuatu, itu saya sebarluaskan," kata dia dikutip dari Antara.

Untuk itu, dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Lemhannas, Agus mengimbau masyarakat untuk menyaring berita sebelum menyebarkannya secara luas.

Ia pun menyarankan untuk menyaring berita, dengan langkah-langkah memeriksa kredibilitas sumber, isi berita, dan membandingkan satu berita dengan berita lain.

"Ini faktor pembelajaran pencerahan kepada publik sebagai langkah-langkah pertama pertahanan terhadap berita bohong yang dapat dimulai dari diri sendiri," kata dia.

Lemhannas, dikatakan Agus, juga meminta pemerintah memperkuat sistem teknologi informasi untuk menangkal hoax yang disebarkan melalui media sosial.

Pemerintah juga harus berani menegakkan hukum bagi penyebar berita bohong yang intensitasnya sampai membahayakan keamanan nasional sehingga dapat menjadi pembelajaran yang efektif bagi masyarakat.

"Kita lihat efektifitasnya, apa yang bisa dikatakan sebagai penyebaran yang bisa merusak stabilitas keamanan nasional, mana yang bisa memecah belah masyarakat, apakah sudah ada ketentuan yang ada dalam KUHP kita, jika belum, maka harus dimasukkan dalam program legislasi," kata Agus.

Baca: Polisi Ungkap Sindikat Bisnis Ujaran Kebencian

Baca juga artikel terkait BERITA HOAX atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto