tirto.id - Bank Indonesia (BI) mencatat, lelang Sekuritas Rupiah BI (SRBI) sampai 19 Agustus 2024 mencapai Rp899,50 triliun. Dari jumlah total outstanding tersebut, Rp243,27 triliun atau 27,04 persen di antaranya dimiliki oleh nonresiden atau asing.
Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang kepemilikan asing pada surat utang BI di Juni lalu yang hanya mencapai Rp180 triliun. Sementara pada periode Agustus saja, aliran modal masuk ke SRBI mencapai Rp10,8 triliun, dengan kepemilikan dari investor asing senilai 2,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
"Penerbitan SRBI telah mendukung aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri, tercermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp 243,27 triliun, 27,04 persen dari total outstanding,” ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur, di Kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).
Selain SRBI, Bank Sentral juga mengoptimalkan dua instrumen pro-market lainnya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan meningkatkan aliran modal asing ke dalam negeri, yakni melalui Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Masing-masing instrumen tersebut menambah aliran mencatatkan aliran dana asing masuk sebesar 1,73 miliar dolar AS dan 168 juta dolar AS.
"Ke depan, BI akan terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market baik dari sisi volume maupun daya tarik imbal hasil, dan didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong berlanjutnya aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik,” kata dia.
Perry melanjutkan, tingginya minat asing untuk berinvestasi di SRBI tak lain adalah karena BI memberikan bunga cukup menarik, yaitu sebesar 7,05 untuk tenor 6 bulan, 7,14 persen tenor 9 bulan dan 7,20 persen untuk tenor 12 bulan. Suku bunga SRBI tersebut lebih tinggi dibandingkan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang hanya sebesar 6,43 persen untuk tenor 2 tahun dan 6,64 persen untuk tenor 10 tahun.
Tidak hanya itu, minat investor asing terhadap SRBI sejalan pula dengan perkembangan imbal hasil surat utang AS bertenor 2 tahun (US Treasury note). Sedangkan SBN dipengaruhi oleh pergerakan yield surat utang AS bertenor 10 tahun atau US Treasury. Karenanya, BI juga tengah mengantisipsi dampak rencana penurunan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed yang diperkirakan bakal terjadi pada September mendatang.
"Memang penurunan US Treasury [surat utang AS] 10 tahun tidak akan secepat pada dibandingkan US Treasury note [tenor 2 tahun], karena ada kandungan pembiayaan utang pemerintah," sambung Perry.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang