Menuju konten utama

Lebih Baikkah Produk Anjuran Tokoh FPI ketimbang Google & Facebook?

Novel Bamukmin serukan umat untuk boikot Facebook dan beralih pada Geevv, CallInd, serta Redaksitimes.

Lebih Baikkah Produk Anjuran Tokoh FPI ketimbang Google & Facebook?
Tokoh FPI Novel Bamukmin (tengah) menganjurkan boikot Facebook setelah akunnya sempat dibekukan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Novel Bamukmin, dikenal sebagai tokoh Front Pembela Islam (FPI), memprotes Facebook yang membekukan akun-akun ormas ini. Ia pun menyodorkan 3 aplikasi lokal guna menantang 3 produk yang selama ini umum digunakan: Geevv.com untuk Google, Redaksitimes.com sebagai pengganti Facebook, serta CallInd untuk WhatsApp.

Baca juga:FPI Promosikan 3 Aplikasi Pengganti Facebook, WhatsApp, dan Google

Meski direkomendasikan oleh FPI, ketiga pihak penyedia layanan internet tersebut mengaku tak ada kerjasama resmi dengan FPI. Azka A. Silmi, pendiri Geevv.com, bahkan mengaku kepada Tirto bahwa ia baru tahu FPI merekomendasikan aplikasi mesin pencari buatannya.

“Belum ada omongan [dengan FPI], enggak ada kerjasama,” kata Azka kepada Tirto.

Geevv.com, lanjut Azka, baru melakukan kerjasama dengan Nahdlatul Ulama (NU), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta XL Axiata. Ia juga mengatakan bahwa tak banyak mesin pencari yang dikembangkan oleh orang Indonesia. Hal itu, menurutnya, barangkali menjadi faktor yang membuat produknya direkomendasikan oleh ormas yang dipimpin Rizieq Shihab itu.

Pemilik situsweb Redaksitimes.com, Dody Pradipto, jejaring sosial yang direkomendasikan FPI, juga mengaku tak ada kerjasama dengan FPI. “[Mungkin] cuma rekomendasi saja,” katanya. Begitu pula Novi Wahyuningsi, pendiri aplikasi pesan instan CallInd.

“Pada dasarnya, aplikasi CallInd belum diluncurkan. [Kami] tidak ada kerjasama dengan institusi manapun. [Tapi kami] welcome dengan [pihak] mana pun," kata Novi kepada Tirto.

Di luar bantahan kerjasama antara para pemilik aplikasi dengan FPI, kita bisa mencermati performa ketiga aplikasi tersebut. Apakah layak menjadi pengganti Google, Facebook, dan WhatsApp?

Geevv.com

Geevv.com merupakan aplikasi mesin pencari buatan Azka A. Silmi. Secara sederhana, mesin pencari ini serupa dengan Ecosia.org, baik dari segi tampilan, maupun bisnis model yang dijalankan. Keduanya adalah mesin pencari berbasis kegiatan sosial. Jika Ecosia.org mengkonversi keuntungannya menjadi pohon untuk ditanam, Geevv.com akan menyalurkan keuntungan yang diperoleh untuk disumbangkan.

Menurut Azka, setiap satu pencarian kata pada Geevy akan dikonversi dengan uang Rp10 untuk disumbangkan. Di halaman depan situsweb tersebut, terpampang angka Rp121.011.855 uang yang disumbangkan. Namun, menurut sang pengembang, angka itu baru bersifat simulasi. Tujuannya adalah memberi gambaran bisnis model Geevy kepada para pengguna.

Jadi berapa angka riil yang sudah Geevy sumbangkan? Menurut pengakuan Azka, pihaknya sudah memberi sumbangan sebesar Rp26 juta dari pencarian yang dilakukan di mesin pencari tersebut.

Setelah direkomendasikan FPI, mesin pencari yang ditopang oleh 3 orang tim inti ini memproses 100 ribu pencarian per hari. Meningkat dari hanya 50 ribu pencarian di hari-hari sebelumnya. Sebagai perbandingan, Google memproses 3,5 miliar pencarian setiap harinya.

Geevv.com tak terlalu mengecewakan sebagai mesin pencari. Ketika Tirto mencoba kata kunci “smartphone terbaik”, Geevv.com menempatkan artikel berjudul “10 Smartphone Baru Terbaik 2017/2018” dari situsweb 10terbaik.com sebagai yang pertama. Hasil itu serupa dengan hasil di Google saat kami mengetik kata kunci yang sama .

Hasil ini, meskipun terlihat istimewa, sesungguhnya tak terlalu mengherankan. Geevv.com diketahui menggunakan database milik Bing, mesin pencari buatan Microsoft.

“[Kami memakai] database Bing. Dikasih gratis,” terang Azka.

Berbanding lurus dengan klaim Geevv.com, setiap kata kunci yang dicari akan dikonversi dengan nilai tertentu. Di pojok kanan atas, ada nilai rupiah yang akan bertambah tiap pencarian yang dilakukan di situsweb tersebut.

Hasil pencarian yang dilakukan pada Geevv.com akan jauh berbeda hasilnya dengan hasil Google jika pengguna memasukkan kata kunci peristiwa terkini. Hasil untuk pencarian “tsunami Aceh” misalnya.

Geevv.com hanya menghasilkan informasi dari Wikipedia dan beberapa tagging berita “Tsunami Aceh” dari berbagai media online. Pada Google, hasil berita terbaru soal “Tsunami Aceh” berikut data statistik yang ditampilkan pada kotak khusus, menjadi sajian bagi para penggunanya.

Hasil pencarian ini menjadikan apa yang diberikan Google jauh lebih relevan daripada apa yang diberikan Geevv.com alias Bing.

Perkasanya Google soal memberikan hasil yang paling relevan disebabkan terutama oleh algoritma paling terkenal milik mereka, PageRank. Algoritma yang dibuat oleh Larry Page—salah satu pendiri Google—ini bukanlah algoritma mesin pencari, melainkan yang mengurutkan hasil pencarian.

Semua mesin pencari, baik Google, Bing, DuckDuckGo, Yahoo, maupun AltaVista, memang dapat dengan mudah mengunduh keseluruhan isi dunia web pada basis data mereka. Namun, mengurutkan hasil pencarian adalah perkara lain lagi. Pada titik inilah PageRank menjadi kekuatan Google.

Redaksitimes.com

Redaksitimes.com merupakan medis sosial dari Dody Pradipto melalui Transglobalindo Nusantara, perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan data center dan Internet Service Provider. Perusahaan ini menjalankan usahanya di wilayah Medan, Sumatera Utara.

Redaksitimes membangun media sosialnya menggunakan Open Source Social Network, semacam content management system (CMS) yang populer dimainkan Wordpress. Open Source Social Network dibangun oleh perusahaan teknologi bernama SoftLab24 asal Swiss. Laman resmi Open Source Social Network sendiri mengklaim bahwa CMS tersebut telah diunduh lebih dari 400 ribu kali.

Jika setiap unduhan dikonversi menjadi media sosial, ada lebih dari 400 media sosial berbasis Open Source Social Network di dunia internet kini. Redaksitimes.com salah satunya.

Open Source Social Network memiliki dua varian CMS media sosial. Yang pertama merupakan versi basis atau versi standar, yang satunya lagi adalah versi premium, dengan tambahan fitur. Versi standar tak dikenai biaya apa pun, versi sedangkan premium dihargai $219. Kedua varian tersebut dibangun menggunakan bahasa pemrograman PHP, bahasa pemrograman yang populer untuk membangun situsweb dinamis.

Meskipun Redaksitimes menggunakan mesin sumber terbuka, jumlah pengguna yang diraihnya tidak buruk. “Semalam saya cek, [jumlah penggunanya] sekitar 15 ribu," terang Dody.

Jumlah itu terbilang hebat, sebab menurut pengakuan Dody, situswebnya baru benar-benar aktif dalam seminggu terakhir, meski diluncurkan sejak Juni 2017. Namun, tentu saja angka itu bukan bandingan Facebook. Ada 1,37 miliar pengguna aktif Facebook hari ini.

Secara tampilan, Redaksitimes masih menggunakan antarmuka pengguna bawaan milik Open Source Social Network. Fiturnya beda jauh dengan Facebook.

Kali pertama mendaftar dan masuk Redaksitimes.com, pengguna langsung disodorkan unggahan-unggahan pengguna lain yang tidak dikenal dan diikuti. Tanpa menjadi teman, unggahan-unggahan orang tak dikenal langsung masuk di laman pengguna. Jadi, apa gunanya fitur “add friend” di situsweb?

Saat mencoba membuat status di media sosial tersebut, fitur yang dihadirkan pun tak selengkap Facebook, meski ada fitur “like” dan “poke”. Pendeknya, Redaksitimes.com lebih serupa newsfeed alakadarnya, alih-alih mendekati klaimnya sebagai media sosial semacam Facebook.

Hingga hari ini, Redaksitimes.com tak memiliki aplikasi versi smartphone secara resmi. Versi aplikasi hanya ada dalam bentuk apk (installer Android) dengan alamat: android.redaksitimes.com. Ia tak terpampang di toko resmi Google Play.

CallInd

CallInd merupakan aplikasi pesan instan yang dibangun oleh Novi Wahyuningsih asal Kebumen, Jawa Tengah. Aplikasi ini, menurut penuturan Novi, dikerjakan oleh tim yang beranggotakan 10 orang. CallInd sendiri telah digunakan oleh 110 ribu orang. Google Play mendukung klaim Novi. Aplikasi ini diberi keterangan telah digunakan antara 100 ribu hingga 500 ribu orang.

Hingga hari ini CallInd baru tersedia pada perangkat berbasis Android. Meskipun laman resmi aplikasi ini menyertakan logo App Store, tak ada CallInd di toko aplikasi milik Apple itu.

Hingga hari ini, CallInd baru memasuki versi 0.0.1. Aplikasinya memang masih dalam tahap pengembangan, kata Novi. Rencananya, CallInd baru akan diluncurkan antara Maret hingga April tahun 2018.

Sayangnya, ketika aplikasi CallInd dicoba, aplikasi itu menutup sendiri alias mengalami crash. Hal itu pula yang banyak disampaikan pengguna lain di bagian komentar Google Play.

Membangun aplikasi pesan instan memang tak mudah. Setelah aplikasi jadi, persoalan tak berhenti. Bagaimanapun, aplikasi pesan instan adalah aplikasi dua arah. Percuma saja jika Anda memasang aplikasi itu dan rekan berbincang Anda tidak. Komunikasi tak bisa terjadi.

Faktor inilah yang membuat aplikasi sejenis dengan jumlah pengguna raksasa akan sulit dikalahkan. Pemain baru perlu memikirkan nilai tambah yang bisa memancing orang memasang aplikasinya. WhatsApp berhasil mengalahkan BlackBerry Messenger karena ia sederhana dan tak memerlukan PIN untuk memakainya. Line unggul karena memiliki sticker yang digemari kalangan usia belia.

Jika melihat tangkapan layar di Google Play, CallInd nampaknya tak hanya menawarkan fungsi pesan instan. Ia juga menyaru sebagai aplikasi iklan berbasis internet. Kemungkinan, inilah nilai tambah yang ditawarkan guna mendulang jumlah pengguna.

Infografik Aplikasi FPI

Lokal vs Global

Di luar konteks rekomendasi FPI, ketiga aplikasi di atas merupakan bagian dari upaya melawan dominasi global atas dunia teknologi, media sosial, maupun kirim-pesan yang dikuasai Amerika Serikat. Praktis, perlawanan hanya baru dimenangkan dua negara: Cina dan Rusia.

Di Cina, Baidu adalah pilihan utama menyingkirkan Google. Per 2013, Baidu mengklaim telah memproses 5 miliar pencarian per bulan. Di Rusia, Yandex yang lahir pada 2006 menjadi yang utama. Paparan dari perusahaan itu pada 2014 mengatakan ada 5 miliar pencarian pada Yandex setiap bulannya.

“Yandex adalah mesin pencari default bagi sebagian besar warga Rusia,” ucap Alexey Kovalev, wartawan asal Rusia kepada Vice.

Pada segmen media sosial, Renren dari Cina dan VK dari Rusia menjadi pemenang di negara masing-masing. Per 2016, Renren memiliki 240 juta pengguna aktif. Meningkat lebih dari 2 kali lipat dibandingkan jumlah penggunanya di tahun 2010 yang baru 110 juta. Adapun VK alias Vkontakte, pada 2017 memiliki 460 juta pengguna aktif. Aplikasi buatan Pavel Durov ini berjaya di negeri beruang putih tersebut.

Pada segmen pesan instan, kekuatan Cina dan Rusia tak bisa disepelekan. Ada WeChat dan Telegram, yang selain berjaya di negara masing-masing, juga kuat di banyak negeri orang.

Di sini, Geevv, Redaksitimes, dan CallInd—seperti halnya Renren, VK, WeChat, Telegram, Baidu, dan Yandex—adalah alternatif dari kekuatan raksasa teknologi asal Amerika Serikat.

Baca juga artikel terkait FPI atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani