Menuju konten utama

Laporkan Grace Natalie ke Polisi, Eggi Dinilai Tak Siap Beda Opini

Ketum PSI Grace Natalie dilaporkan ke polisi oleh Eggi Sudjana karena menolak perda keagamaan di beberapa daerah.

Laporkan Grace Natalie ke Polisi, Eggi Dinilai Tak Siap Beda Opini
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie. tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penistaan agama karena menolak perda keagamaan di beberapa daerah.

Menanggapi pelaporan ini, Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhd Abdullah Darraz menyayangkan kriminalisasi Grace Natalie oleh Eggi Sudjana.

"Apa yang dilakukan Eggi Sudjana itu menampilkan model politisi yang tidak siap dengan perbedaan pendapat," kata Darraz di Jakarta, seperti rilis tertulis yang diterima Tirto, Sabtu (17/11/2018).

Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) melalui kuasa hukum Eggi Sudjana telah melaporkan Grace ke Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (16/11/2018). Eggi menilai pernyataan Grace soal penerapan perda keagamaan ini memicu intoleransi, diskriminatif, dan ketidakadilan tergolong kebohongan publik.

Menurut Darraz, seharusnya dalam persoalan penolakan ini ditanggapi dengan diskusi dan adu argumen terhadap pandangan yang menolak perda-perda keagamaan, tidak lantas dibawa ke ranah hukum.

Dia mengatakan upaya pelaporan yang dilakukan oleh Eggi Sudjana terkait pernyataan Ketua Umum PSI Grace Natalie merupakan langkah yang tidak tepat.

Hal itu, kata dia, memperlihatkan ketidaksiapan melakukan diskursus publik terkait isu tersebut.

"Sepatutnya, dengan adanya lontaran penolakan 'perda agama' ini harus dijadikan momentum mencerdaskan publik dan menciptakan diskursus publik yang sehat. Bukan malah dikriminalisasi melalui proses hukum," katanya.

Perda-perda bernuansa keagamaan, kata dia, merupakan wujud salah kaprah terhadap sila pertama Pancasila.

"Saya sepakat bahwa Pancasila yang memuat sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus ditafsirkan dengan perspektif kebangsaan yang luas, yang bisa memayungi semua anak bangsa dan tidak digiring pada penafsiran keagamaan tertentu secara eksklusif," kata dia.

Oleh karena itu, Darraz mengatakan upaya memunculkan perda-perda keagamaan itu merupakan sebuah "kesalahan penafsiran" atas Pancasila sila Pertama.

"Perda berbasis agama merupakan satu penonjolan identitas keagamaan tertentu yang sangat potensial bermuatan diskriminatif. Kita menyaksikan akhir-akhir ini politik identitas dengan menggunakan identitas agama tertentu telah bangkit dan itu berpotensi memecah belah keutuhan bangsa," kata dia.

Dalam pernyataannya, Grace Natalie menegaskan partainya akan mencegah kemunculan ketidakadilan, praktik diskriminasi dan tindak intoleransi di Indonesia.

“Partai ini tidak akan pernah mendukung Perda Injil atau Perda Syariat. Tidak boleh ada lagi penutupan rumah ibadah secara paksa,” kata dia di Tangerang, Minggu (11/11/2018).

Menurut Grace, keberadaan perda-perda syariat maupun injil dapat membatasi kebebasan masyarakat. “Ini ingin kami perangi karena Indonesia itu masyarakatnya beragam. Jika kami tidak menjaga keberagaman ini, Indonesia bisa menjadi Suriah atau Irak, dan akhirnya tidak ada yang diuntungkan,” kata Grace.

Baca juga artikel terkait KASUS PENISTAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri