tirto.id - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memprediksi dentuman di Buleleng, Bali pada 24 Januari lalu, berasal dari meteoroid atau asteroid, biasa disebut meteor.
Astronom Lapan, Rhorom Priyatikanto menyatakan bila benar meteor jatuh ukurannya hanya beberapa meter.
Indonesia pernah menjadi lokasi jatuhnya asteroid. Pada 8 Oktober 2009, meteor berukuran 10 meter jatuh di Bone, Sulawesi Selatan. Getaran yang dihasilkan setara magnitudo 1,9.
"Bila dibandingkan dengan kejadian di Bone, ada kemiripan sehingga diduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya meteor besar yang jatuh. Meteor itu menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai ledakan," kata Rhorom Priyatikanto, Senin (25/1).
Rhorom mendasari analisisnya pada sistem pemantauan orbit.sains.lapan.go.id tidak menunjukkan adanya benda artifisial atau sampah antariksa yang diperkirakan melintas rendah atau jatuh di wilayah Indonesia.
Hal itu memperbesar kemungkinan bahwa kejadian yang teramati di Buleleng berkaitan dengan benda dari antariksa.
Menurut dia, meteor tersebut bisa saja masuk ke atmosfer, terbakar dan jatuh di dekat Buleleng. Jejak meteor di atmosfir adalah garis putih lurus di langit. Tanda ini juga dilihat oleh warga Buleleng.
Setelah itu, terdengar suara dentuman, sehingga hampir sama dengan proses jatuhnya meteor yang memicu gelombang suara serupa dentuman. Kerasnya suara bahkan terekam oleh stasiun pengamat gempa.
BMKG mencatat terjadi anomali terhadap sensor gempa di stasiun pemantauan Singaraja tercatat getaran hingga magnitudo 1,1. Padahal tidak ada aktivitas kegempaan.
Lembaga pemantau antariksa, Minor Planet Center (MPC) menyebutkan pada 24 Januari 2021, terdapat setidaknya tiga asteroid berdiameter lebih dari 100 meter yang melintas dengan jarak minimum beberapa kali lipat jarak Bumi-Bulan. Namun, untuk kasus Bali belum terprediksi.
"Bila memang apa yang terjadi di Buleleng merupakan jatuhnya meteor berukuran besar, maka objek tersebut tidak berasosiasi dengan asteroid yang terdeteksi dan terkatalogkan sebelumnya," tutur Rhorom.
Editor: Zakki Amali