Menuju konten utama

Kuasa Hukum OSO Bakal Laporkan Bawaslu ke DKPP

Mungkin akan kami naikkan ke DKPP dan Gakkumdu, karena putusan Bawaslu ini tidak sepenuhnya patuh PTUN.

Kuasa Hukum OSO Bakal Laporkan Bawaslu ke DKPP
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) berbincang dengan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (kanan) dan Tim Kuasa Hukum Oso Gugum Ridho Putra (kiri) dalam sidang lanjutan dugaan pelangggaran administrasi terkait pencalonan Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai anggota DPD, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (2/1/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Kuasa hukum Oesman Sapta Odang (OSO), Herman Kadir tak terima dengan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Herman akan melaporkan komisioner Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

"Mungkin akan kami naikkan ke DKPP dan Gakkumdu, karena putusan Bawaslu ini tidak sepenuhnya patuh PTUN. Kami keberatan dengan embel-embel itu," katanya, usai sidang pembacaan putusan kasus OSO di Bawaslu, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

Dalam putusannya, Bawaslu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memasukkan nama OSO ke daftar calon tetap (DCT) anggota DPD RI 2019. Tetapi, jika OSO terpilih, ia harus menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus parpol, satu hari sebelum penetapan calon DPD RI terpilih.

Meski Bawaslu menilai KPU terbukti melakukan pelanggaran administrasi, namun Herman menilai putusan Bawaslu itu tak sepenuhnya mematuhi putusan PTUN DKI Jakarta.

Putusan dengan nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT itu memerintahkan KPU untuk menerbitkan keputusan tentang penetapan DCT dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya sebagai peserta pemilu anggota DPD 2019.

"Jadi kami nilai putusan Bawaslu juga tidak mengakomodir putusan PTUN. Sebab putusan PTUN itu adalah putusan final yang mengikat," ujar Herman.

Putusan PTUN, kata dia, sifat dan kekuatannya sama dengan putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018 yang melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD serta putusan MA nomor 65/P/U/2018 tanggal 25 Oktober 2018 yang menyatakan putusan MK baru berlaku pada Pemilu 2024.

"Jadi wajib hukumnya KPU harus melaksanakan. Wajib itu," tuturnya.

Bagi Herman putusan Bawaslu tidak ada bedanya dengan putusan KPU RI yang enggan memasukkan nama OSO dalam DCT lantaran statusnya sebagai pengurus partai. "Ini hanya memperpanjang waktu saja," kata Herman.

Baca juga artikel terkait OESMAN SAPTA ODANG atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Zakki Amali