tirto.id - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, memastikan Kantor Staf Presiden (KSP) akan mencari jalan tengah dari polemik alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja. Hal itu mengacu pada pro-kontra dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan khususnya di Pasal 103 ayat (4) huruf e yang memuat tentang pelayanan kesehatan reproduksi kepada anak usia sekolah dan remaja paling sedikit di antaranya menyediakan alat kontrasepsi.
"Ya harus ada solusinya dong," kata Moeldoko di Komplek Istana, Selasa (6/8/2024).
Moeldoko berdalih bahwa permasalahan kontrasepsi kepada remaja menjadi kontroversial karena perbedaan sudut pandang di masyarakat, yakni cara pandang etika dan keagamaan dengan cara pandang kesehatan demi mencegah penyebaran penyakit kelamin. Mantan Panglima TNI ini yakin akan ada titik tengah dari perbedaan kedua pandangan tersebut.
"Ya memang kan ada pandangan pasti terjadi kontra ya karena satu pandangan dari sisi kesehatan satu dari sisi etik atau agama. Pasti selama itu tidak akan ketemu. Tapi kan pasti ada jalan tengah," kata Irfan.
Terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, menuturkan penyediaan alat kontrasepsi dalam PP Kesehatan ditujukan untuk remaja yang sudah menikah.
“Ditujukan untuk remaja yang sudah menikah dan akan menunda kehamilan sampai usia aman untuk kehamilan,” kata Nadia kepada Tirto, Senin (5/8/2024).
Nadia menyatakan, aturan lebih lanjut soal penyediaan alat kontrasepsi akan diatur lewat peraturan Menteri Kesehatan mendatang. Ke depan, aturan tersebut bakal mengatur lebih detail soal mekanisme pelaksanaan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja. Namun, Nadia tidak memberikan keterangan kapan Permenkes tersebut akan terbit.
“Untuk lebih jelas akan diatur melalui Permenkes termasuk pengaturan untuk monitoring dan sanksinya,” ucap Nadia.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengecam aturan soal penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) pada Pasal 103 Ayat 1 dan Ayat 4. Menurut Faqih, aturan tersebut tidak menjunjung budi pekerti dan norma agama.
“(Beleid tersebut) tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” kata Abdul Faqih.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher