Menuju konten utama

Kronologi Tiga Pemuda Malang Ditangkap Atas Tuduhan Vandalisme

Advokat ketiga pemuda itu, Lukman Hakim mengaku belum menerima salinan berita acara pemeriksaan (BAP) dari polisi.

Kronologi Tiga Pemuda Malang Ditangkap Atas Tuduhan Vandalisme
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra di Gedung Mabes Polri, Jakarta. (ANTARA/Dyah Dwi)

tirto.id - Polisi menangkap Alfian (20), Saka Ridho (20) dan Fitron (22) atas dugaan vandalisme. Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra menyatakan ketiga pemuda itu ditetapkan jadi tersangka.

“Dipersangkakan aksi perusakan properti milik orang lain atau corat-coret dinding dengan nada berbau provokatif," kata Asep di Mabes Polri, Rabu (22/4/2020).

Berdasar hasil penyelidikan polisi, Alfian dan Saka berperan sebagai inisiator, membeli piloks, dan mencoret dinding; sementara Fitron mengawasi pencoretan.

"Ketiga tersangka ditahan sejak 20 April di Rutan Polresta Malang Kota," jelas Asep.

Motif ketiga pemuda yakni merasa tidak terima dan memprovokasi masyarakat melawan kapitalis yang merugikan masyarakat.

Barang bukti yang disita polisi yakni tiga telepon seluler, sketsa tulisan di karton bertuliskan 'Tegalrejo Melawan', sebuah botol piloks hitam dan dokumentasi tulisan tersebut.

Penyidik menjerat ketiganya dengan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 160 KUHP, dengan ancaman 10 tahun penjara.

Advokat ketiga pemuda itu, Lukman Hakim, sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Pos Malang mengaku belum menerima salinan berita acara pemeriksaan (BAP) dari polisi. Padahal tiga tersangka rampung diperiksa.

"Sampai saat ini kuasa hukum tidak mendapatkan BAP. Ini hak tersangka dan kuasa hukum untuk mendapatkan salinan BAP, agar mengetahui duduk perkara," ucap Lukman ketika dihubungi Tirto, Rabu (22/4/2020).

Lukman sempat meminta langsung salinan BAP kepada penyidik, namun tidak diberikan dengan dalih perlu menyertakan surat permohonan. Surat permohonan telah ia kirimkan kemarin sore, namun hingga kini belum ada respons kepolisian.

Menurut Lukman, penyidik telah melanggar Pasal 72 KUHAP yang berbunyi "atas permintaan Tersangka atau Penasihat Hukumnya, pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.”

Fitron ditemani Lukman ketika pemeriksaan, sementara Alfian dan Saka Ridho didampingi satu pengacara lain. Mereka ditempatkan di tiga ruangan terpisah saat dimintai keterangan.

Pembela Warga Tegalrejo

Tegalrejo, sebuah desa di Kabupaten Malang, Jawa Timur, jadi tempat Alfian, Saka Ridho dan Fitron membantu mengadvokasi warga setempat sejak September 2019.

Tania Tungga Dewi, rekan mereka, mengaku kerap bertemu ketiganya di lokasi maupun di titik aksi Kamisan Malang yang biasa digelar di depan Balai Kota Malang.

Menurut Tania, ketiganya nihil indikasi atau merencanakan vandalisme. "Tidak ada soal itu. Biasanya bertemu untuk membahas advokasi lanjutan bagi warga, membicarakan isu-isu kemanusiaan," tutur dia ketika dihubungi Tirto, Rabu (22/4/2020)

Ketiga pemuda itu juga menggalang bantuan bagi warga dalam situasi pandemi Covid-19. "Mereka niat membantu warga miskin, perbuatan mereka bisa dipertanggungjawabkan."

Tania berujar, Saka Ridho yang berprofesi sebagai buruh pabrik dan Alfian yang memiliki warung, tidak berkuliah. Beda dengan Fitron yang masih berstatus mahasiswa di Universitas Negeri Malang.

Maka, rekan-rekan Saka Ridho dan Alfian membantu mengajarkan mereka ihwal advokasi perkara. Hasilnya, dua pemuda itu turut dikenal aktif sebagai pembela warga, pun Alfian. Tania menegaskan tidak ada bukti soal vandalisme yang dituduhkan.

Fitron ditangkap di kediamannya di Sidoarjo, sementara Alfian diringkus rumahnya daerah Pakis, pukul 04.00; dan Saka Ridho di rumahnya kawasan Singosari, sejam kemudian.

"Fitron sampai (Polresta) Malang sekitar pukul 23. Besok pagi, Alfian dan Saka (dicokok)," jelas dia.

Berdasar keterangan tertulis dari Solidaritas Malang, Fitron dicokok pada 19 April, sekitar pukul 20.20. Lima polisi mendatangi rumahnya. Menurut keterangan ayah Fitron, anaknya dipaksa ikut polisi, namun tidak memperlihatkan dan tidak memberikan surat penangkapan.

Fitron sempat menolak, tapi akhirnya ia rela ikut polisi. Sekitar pukul 23.00, polisi menggeledah rumah nenek Fitron di daerah Tumpang (rumah itu tempat ia bermukim selama kuliah), guna mencari barang-barang yang berkaitan dengan Anarko.

Ketiga pemuda aktif membela petani Tegalrejo ihwal kasus dugaan penyerobotan lahan oleh PT Perkebunan Nusantara.

Kini mereka mendekam di rutan, maka Solidaritas Malang menuntut agar polisi membebaskan mereka atas dasar cacat prosedur hukum.

Baca juga artikel terkait VANDALISME atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz