tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terancam terkena sanksi administratif bila rekomendasi Ombudsman RI Perwakilan DKI Jakarta tidak dijalankan Pemprov DKI Jakarta dalam waktu 60 hari.
"Sanksi administratif itu bisa dinonjobkan, bisa dia [Anies] dibebastugaskan. Di pasal 351 Undang-Undang 23 itu diatur," kata Plt Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DKI Jakarta Dominikus Dalu, Senin (26/3/2018).
Ombudsman menunggu jawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selama 30 hari pasca-penyerahan laporan hasil pemeriksaan penataan PKL Tanah Abang. Ombudsman pun siap meningkatkan status dari hasil pemeriksaan menjadi rekomendasi bila dalam waktu 60 hari rekomendasi tidak diproses Pemprov DKI.
Seperti apa kronologi kasusnya?
22 Desember 2017
Gubernur Anies Baswedan menutup sebagian jalan Jatibaru, Tanah Abang. Penutupan jalan berlaku dari pukul 08:00 WIB sampai 18:00 WIB. Alasan Anies, penutupan itu untuk memberi ruang bagi pedagang kaki lima untuk berdagang.
22 Januari 2018
Sopir angkutan kota melakukan protes ke Pemprov DKI. Mereka menuntut agar kebijakan Pemprov menutup sebagian Jalan Jatibaru untuk PKL dikaji ulang. Alasannya sejak kebijakan itu dikeluarkan, pendapatan sopir angkot menurun.
29 Januari 2018
Sopir angkot trayek M08, M10, YP03, M08, M11 kembali menggelar aksi demonstrasi penutupan sebagian Jalan Jatibaru.
3 Februari 2018
Dinas Perhubungan DKI Jakarta membuka jalan Jatibaru Raya dilalui angkot selama pukul 15:00 WIB hingga 08:00 WIB.
12 Februari 2018
Sejumlah orang kembali berdemonstrasi meminta pembukaan akses jalan Jatibaru Raya yang ditutup karena penataan jangka pendek kawasan Tanah Abang.
22 Februari 2018
Cyber Indonesia melaporkan Anies Baswedan ke Polda Metro Jaya karena dinilai melanggar Pasal 12 Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
12 Maret 2018
Polisi memeriksa Kepala Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, Okie Wibowo. Okie diperiksa dalam perkara penutupan Jalan Jatibaru untuk PKL.
26 Maret 2018
Ombudsman Perwakilan DKI menemukan dugaan maladministrasi dari pelaksanaan penataan Tanah Abang yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Salah satunya, ketidakmampuan Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas UKM dalam mengantisipasi dampak penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.
Berikut empat poin maladministrasi dari penataan PKL Tanah Abang yang ditemukan Ombudsman:
1) Poin pertama yang menjadi sorotan adalah ketidakmampuan Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas UKM dalam mengantisipasi dampak penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.
Ombudsman menemukan ketidakselarasan antara Dinas UKM dan perdagangan dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 265 tahun 201. Pelaksanaan peraturan terlihat tidak memiliki rencana induk penataan PKL dan peta jalan PKL di DKI Jakarta.
2) Mereka menemukan ada penyimpangan prosedur dalam penutupan Jalan Jati Baru Raya. Kebijakan gubernur tidak mendapat izin dari Polda Metro Jaya. Mereka tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 128 ayat 3 UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
3) Kebijakan Anies berupa diskresi penataan PKL Jalan Jatibaru tidak sejalan dengan undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kebijakan Anies juga tidak sesuai dengan Perda Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta tahun 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.
4) Ombudsman menemukan dugaan pelanggaran hukum dari kebijakan alih fungsi Jalan Jatibaru. Kebijakan Anies telah melanggar UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2007 tentang ketertiban Umum, dan PP Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan. Selain itu, kebijakan Anies juga melanggar Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2014 tentang Transportasi.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto