Menuju konten utama

Anies Terancam Dibebastugaskan Jika Tak Menata PKL Tanah Abang

Ombudsman RI memberikan waktu 60 hari bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menyikapi penataan Tanah Abang.

Anies Terancam Dibebastugaskan Jika Tak Menata PKL Tanah Abang
Sejumlah pedagang kaki lima berjualan di Jalan Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (9/3/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terancam terkena sanksi administratif bila rekomendasi Ombudsman RI Perwakilan DKI Jakarta tidak dijalankan Pemprov DKI Jakarta dalam 60 hari.

"Sanksi administratif itu bisa dinonjobkan, bisa dia [Anies] dibebastugaskan. Di pasal 351 Undang-Undang 23 itu diatur," kata Plt Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DKI Jakarta Dominikus Dalu, Senin (26/3/2018).

Ombudsman menunggu jawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selama 30 hari pasca-penyerahan laporan hasil pemeriksaan penataan PKL Tanah Abang. Ombudsman pun siap meningkatkan status dari hasil pemeriksaan menjadi rekomendasi bila dalam waktu 60 hari rekomendasi tidak diproses Pemprov DKI.

Dominikus Dalu mengatakan Ombudsman memberikan waktu selama 30 hari kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menyikapi rekomendasi dari lembaganya.

"Dalam 30 hari ke depan kami memang memberikan kesempatan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk mengambil langkah-langkah dan melaporkan progress dari tindakan korektif yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta kepada Ombudsman Republik Indonesia," kata Dominikus di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin.

Dominikus menjelaskan, Ombudsman sudah melakukan pemantauan dari semua aspek. Mereka melihat dari pelaksanaan perundang-undangan serta kemanfaatan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, mereka akan menunggu jawaban Pemprov DKI Jakarta dalam waktu 30 hari.

Ia menambahkan, apabila laporan hasil pemeriksaan Ombudsman tidak ditindaklanjuti hingga 60 hari, Ombudsman akan melakukan rapat dan akan meningkatkan status laporan hasil pemeriksaan menjadi rekomendasi.

"Kita beri kesempatan kepada Pemprov DKI jakarta setidak-tidaknya paling lama dalam jangka waktu 60 hari mereka sudah direlokasi," tegas Dominikus.

Apabila sudah menjadi rekomendasi, pihak yang menerima rekomendasi wajib mengikuti perintah Ombudsman sesuai pasal 38 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Pasal 38 ayat 1 menyebut terlapor wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman.

Pihak atasan terlapor wajib menyerahkan laporan rekomendasi yang dilakukan serta hasil pemeriksaan paling lambat 60 hari sejak rekomendasi diterima. Apabila tidak melakukan rekomendasi, Undang-Undang Ombudsman pasal 38 menyatakan Ombudsman bisa langsung melaporkan kepada DPR atau Presiden. Selain itu, terlapor bisa dikenakan sanksi administrasi sesuai pasal 39 UU Ombudsman RI.

Dominikus menegaskan, pemberian laporan juga diserahkan kepada Kemendagri sebagai pengawas pemerintah daerah.

Ia menerangkan, kewenangan pemerintah daerah untuk menjalankan rekomendasi Ombudsman sudah sesuai dengan pasal 351 UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 351 ayat 5 menyebut Kepala daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan sanksi berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan oleh Kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.

Pihak Kemendagri belum mau menyebut langkah apa yang diambil setelah temuan Ombudsman keluar. Kasubdit Pemerintah Aceh DKI DIY Dirjen Otda Sartono menyebut Kemendagri perlu melakukan pembahasan pasca penyerahan laporan hasil pemeriksaan.

"Kami sebagai penerima tembusan kami akan sampaikan ke pimpinan. Terhadap kebijakan berikutnya itu nanti akan dipelajari. Ini adalah domain Ombudsman dan Pemda DKI sehingga kami tidak akan berkomentar dalam hal ini," kata Sartono di Ombudsman, Jakarta, Senin.

Pihak Polda Metro Jaya pun belum mau bersikap pasca terbitnya laporan hasil pemeriksaan. Mereka perlu melakukan pembicaraan di internal pasca mendapat rekomendasi tersebut.

"Nanti akan kami dalami, Reskrim (Direktorat Reserse Kriminal) dan Ditlantas (Direktorat Lalu Lintas) akan kami ajak diskusi. Kami akan koordinasikan dengan teman-teman di dalam," kata Inspektur Pengawas Daerah Polda Metro Jaya Kombes Pol Komarul Zaman, Senin (26/3/2018).

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah mengaku akan melaporkan hasil temuan Ombudsman kepada gubernur dan wakil gubernur. Namun, ia belum mau memastikan ada langkah-langkah seperti relokasi.

"Terkait masalah apakah ada relokasi tempatnya atau seperti apa nanti akan kita lakukan setelah kita bahas lebih lanjut," kata Andri di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin.

Ombudsman menemukan dugaan maladministrasi dari penataan PKL Tanah Abang. Dalam penyerahan laporan hasil pemeriksaan Ombudsman, Senin (26/3/2018), ada sekitar 4 poin pelanggaran administrasi yang dilakukan Pempov DKI Jakarta. Poin pertama yang menjadi sorotan adalah ketidakmampuan Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas UKM dalam mengantisipasi dampak penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.

Ombudsman menemukan ketidakselarasan antara Dinas UKM dan perdagangan dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 265 tahun 201. Pelaksanaan peraturan terlihat tidak memiliki rencana induk penataan PKL dan peta jalan PKL di DKI Jakarta.

Kedua, mereka menemukan ada penyimpangan prosedur dalam penutupan Jalan Jati Baru Raya. Kebijakan gubernur tidak mendapat izin dari Polda Metro Jaya. Mereka tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 128 ayat 3 UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Ketiga, kebijakan Anies berupa diskresi penataan PKL Jalan Jatibaru tidak sejalan dengan undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kebijakan Anies juga tidak sesuai dengan Perda Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta tahun 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.

Terakhir, Ombudsman menemukan dugaan pelanggaran hukum dari kebijakan alih fungsi Jalan Jatibaru. Kebijakan Anies telah melanggar UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, UU 22 tahun 2009 tentnag Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2007 tentang ketertiban Umum, dan PP Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan. Selain itu, kebijakan Anies juga melanggar Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2014 tentang Transportasi.

Baca juga artikel terkait PENATAAN TANAH ABANG

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri