Menuju konten utama
Isu Penundaan Pemilu 2024

KPU Ungkap Alasan Tak Hadirkan Saksi dan Pengacara Hadapi PRIMA

KPU mengungkap alasan tidak menghadirkan saksi dan pengacara dalam menghadapi gugatan perdata yang diajukan Partai Prima di PN Jakpus.

KPU Ungkap Alasan Tak Hadirkan Saksi dan Pengacara Hadapi PRIMA
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari (kiri) berjalan keluar usai menyampaikan paparan saat konferensi pers terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (2/3/2023) malam. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo.

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkap alasan tidak menghadirkan saksi dan pengacara dalam menghadapi gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Keadilan Makmur (Prima) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan perkara perdata tersebut bukan merupakan ranah PN Jakpus. Namun, kata dia, gugatan dan sengketa partai politik jalurnya adalah Bawaslu dan PTUN.

"Dengan demikian ketika perkara dibawa ke ranah gugatan perdata ke PN Jakpus, KPU berpendapat hal tersebut bukan kompetensi pengadilan negeri," kata Hasyim kepada wartawan, Selasa (7/3/2023).

Alasan lain, kata dia, KPU sebagai pelaku kegiatan pendaftaran dan verifikasi partai. Oleh karena itu, kata Hasyim, KPU ini adalah pihak yang tahu urusan tersebut.

"Berdasarkan dua hal tersebut KPU tidak menghadirkan saksi dan KPU cukup menghadapi sendiri persidangan tersebut," pungkas Hasyim.

Diketahui, selama proses sidang di PN Jakpus, Hasyim Asy'ari hanya memberi kuasa kepada 43 komisioner dan pegawai KPU RI untuk bicara.

Di sisi lain, KPU tidak mengirim saksi selama proses persidangan. Sedangkan dari kubu Partai Prima mengirim dua saksi. Keterangan dua saksi itu kemudian dipertimbangkan majelis hakim.

Dalam sidang putusan, majelis PN Jakpus mengabulkan gugatan perdata yang dilayangkan Partai Prima. Dalam amar putusan, hakim memerintahkan KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024.

Majelis hakim juga menolak eksepsi tergugat tentang gugatan penggugat. Selain itu, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat.

Hakim juga menghukum KPU untuk membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta kepada Prima.

"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," demikian bunyi putusan hakim.

Bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong. Sementara, hakim anggota ialah H. Bakri dan Dominggus Silaban.

Ketiga hakim PN Jakpus itu telah dilaporkan ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik.

Polemik Putusan PN Jakpus

Pasca putusan, banyak pihak menyoroti majelis hakim PN Jakpus yang telah mengabulkan gugatan Partai Prima itu. KPU pun berencana mengajukan banding atas putusan itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mendukung KPU melawan vonis tersebut lewat upaya hukum banding.

Mahfud menilai pengadilan negeri tidak berwenang memutuskan penundaan pemilu. Hal senada juga disampaikan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra.

Dia berpendapat hakim keliru karena gugatan yang dilayangkan Partai Prima merupakan perdata. Artinya, kata Yusril, gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan oleh penguasa.

Yusril mengatakan hal itu bukan gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara.

"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini," kata Yusril dalam keterangannya kepada Tirto, dikutip Jumat (3/3/2023).

Lebih lanjut, Yusril mengatakan dalam gugatan perdata, pihak yang bersengketa hanya Partai Prima selaku penggugat dan KPU sebagai tergugat.

Menurut dia, perkara tersebut tidak menyangkut pihak lain, selain daripada penggugat, para tergugat, dan turut tergugat. Oleh karena itu, lanjut Yusril, ihwal putusan majelis hakim yang mengabulkan sengketa perdata hanya mengikat penggugat dan tergugat, tidak dapat mengikat pihak lain.

Saat ini, sejumlah elemen masyarakat melaporkan tiga orang anggota hakim PN Jakpus yang memutuskan penundaan Pemilu ke Komisi Yudisial. Lembaga tersebut berjanji akan segera memeriksa pelaporan ini karena masuk ranah prioritas.

Teranyar, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia [KAMMI] melaporkan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan sejumlah anggota Komisioner KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu [DKPP) pada Selasa (7/3/2023). KAMMI melaporkan Hasyim dan jajaran atas dugaan pelanggaran kode etik.

Selain itu, KAMMI menilai KPU terkesan meremehkan gugatan Partai Prima. Padahal, pengadilan negeri tidak memiliki kewenangan untuk memutus penundaan pemilu.

Baca juga artikel terkait PENUNDAAN PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri