tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak mau ikut campur dalam persoalan penegakan hukum terhadap tersangka korupsi distribusi pupuk, Bowo Sidik Pangarso.
Termasuk terkait dengan 400 ribu amplop untuk serangan fajar atas perintah partai dan politikus Partai Golkar Nusron Wahid.
"Kasus hukum yang sedang ditangani lembaga penegak hukum tentu KPU tidak dapat mengomentari," ujar Komisioner KPU Wahyu Setiawan kepada reporter Tirto, Rabu (10/4/2019).
Kata Wahyu bila memang ada indikasi pelanggaran terkait kepemiluan, ia menyerahkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk menanganinya.
"Dugaan pelanggaran dalam pemilu ditangani Bawaslu," kata Wahyu.
KPU, kata Wahyu hanya bisa mengimbau agar para peserta pemilu tak menggunakan cara-cara yang mencederai demokrasi demi memperoleh kekuasaan.
"Yang jelas bagi KPU politik uang adalah perilaku yang anti demokrasi dan melanggar undang-undang," ungkap Wahyu.
Kasus 400 ribu amplop temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga untuk serangan fajar kembali menjadi sorotan.
Politisi Partai Golkar sekaligus salah satu tersangka korupsi distribusi Pupuk, Bowo Sidik Pangarso mengungkapkan nama baru pada kasus tersebut.
Berdasarkan pengakuannya, Bowo mengklaim ia menyiapkan 400 ribu amplop uang untuk serangan fajar atas perintah kolega partainya, yakni Nusron Wahid.
"Saya diminta oleh partai untuk menyiapkan 400 ribu [amplop]. Nusron wahid meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu [amplop]," kata Bowo saat di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa (9/4/2019).
Diduga uang itu akan digunakan untuk serangan fajar pada hari pencoblosan Pemilu 2019 pada 17 April mendatang.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Nur Hidayah Perwitasari