tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengakui banyak tuduhan terhadap mereka menjelang Pemilu 2024. Ketua Divisi Data dan Informasi KPU, Betty Epsilon Idroos mengatakan, salah satu tuduhan adalah dugaan adanya 52 juta data aneh dalam daftar pemilih sementara (DPS).
“KPU menyadari bahwa menjelang pemilu akan banyak tuduhan terhadap KPU atas data yang aneh sebagai salah satu upaya delegitimasi penyelenggaraannya," kata Betty dalam keterangannya, Senin (19/6/2023).
Betty meminta publik harus meyakini bahwa tuduhan itu tidak valid dan mengada-ada. Sebab, kata dia, selama perjalanan pemutakhiran data pemilih dari satu tahapan ke tahapan yang lain dilakukan secara terbuka, mulai dari penetapan pada tingkat PPS (desa/kelurahan) berjenjang naik sampai dengan rekapitulasi secara nasional di KPU.
“Demikian juga publik bisa memberikan pantauan secara melalui website yang tersedia," ucap Betty.
Ia menjelaskan, pemutakhiran data pemilih yang dilakukan sejak KPU menerima DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) pada 14 Desember 2022 dari Kementerian Dalam Negeri maupun Kementerian Luar Negeri. Lalu, memasuki tahap akhir, saat DPT ditetapkan di KPU kabupaten/kota pada 20 hingga 21 Juni 2023.
Pantarlih kemudian melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) berbasis sinkronisasi data dari rumah ke rumah, pintu ke pintu, sejak 14 Februari hingga 16 Maret 2023.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2022 jo Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih, proses pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih dilakukan berbasis de jure, artinya didaftarkan sebagai pemilih sesuai data pada dokumen kependudukan masing-masing pemilih.
“Prosedur tersebut sejalan dengan kebijakan administrasi kependudukan yang dilakukan oleh pemerintah. Sementara itu, untuk menjamin keberadaan pemilih yang tidak memungkinkan menggunakan hak pilihnya secara de jure dan terkonsentrasi pada suatu lokasi, antara lain seperti lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan, panti sosial, panti rehabilitasi, dan lokasi bencana/konflik, maka KPU mengeluarkan kebijakan pengelolaan pendataan pemilih di lokasi khusus," kata Betty.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kata dia, KPU juga melaksanakan ketentuan peraturan lainnya, yakni UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan kebijakan Ditjen Dukcapil yang mewajibkan seluruh lembaga yang telah diberikan hak akses terhadap data kependudukan untuk melindungi kerahasiaan dan keamanan data kependudukan dengan mendorong penerapan Zero Sharing Data Policy.
Ia menyebut kebijakan ini menjamin tidak adanya berbagi-pakai data, karena sejalan dengan ketentuan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
“Dalam undang-undang dimaksud, bahwa data berupa NIK, Nomor KK, tanggal bulan lahir harus dilindungi. Sejalan dengan undang-undang tersebut, pada Pasal 4 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dinyatakan bahwa dalam memproses Data Pribadi, KPU sebagai Pengendali Data Pribadi wajib menjaga kerahasiaan data pribadi," kata Betty.
Lebih lanjut, kata Betty, kebijakan KPU mengumumkan seluruh data yang dimiliki dibatasi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah disebut di atas. Data pemilih pada setiap jenjang penetapannya sudah dilakukan secara terbuka.
Selain itu, lanjut dia, salinan digital juga diberikan kepada peserta rapat pleno (jajaran pengawas pemilu) dan juga ditempel di kantor desa/kelurahan, serta bisa juga diakses pada kanal cekdptonline.kpu.go.id.
Ia mengatakan masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri diberikan akses untuk mendaftarkan dirinya secara mandiri melalui cekdptonline.kpu.go.id. “Apabila masih belum terdaftar dalam daftar pemilih hingga sebelum DPT ditetapkan," tutur Betty.
Lebih jauh, Betty mengatakan, pengelolaan data pemilih ini menggunakan sistem informasi yang disebut dengan Sidalih (Sistem Informasi Data Pemilih).
“Menghadapi Pemilu Tahun 2024, Sidalih digunakan untuk mengelola data pemilih, baik di dalam negeri maupun luar negeri," kata Betty.
Sampai saat ini, kata dia, KPU terus menerus melakukan perbaikan atas data pasca penetapan data pemilih sementara. Menurut dia, pembersihan atas kegandaan data dan data invalid menunjukkan capaian perbaikan yang luar biasa.
“Perbaikan atas kegandaan dan data invalid sudah mencapai 99,99 persen dan terus berproses sampai penetapan DPT. Proses analisis, dilakukan juga terhadap data luar negeri dan dalam negeri berdasarkan data NIK, sehingga pemilih hanya akan terdaftar satu kali," kata Betty.
Ia mengatakan terhadap pemilih yang nanti akan berpindah domisili, akan difasilitasi menggunakan daftar pemilih tambahan (DPTb) sesuai peraturan dan perudangan yang berlaku. Ia memastikan KPU melakukan konsolidasi data secara terukur dan termutakhir melalui kerja sama yang sangat baik dengan pemangku kepentingan utama, antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri,Kemenkumhan, dan TNI/Polri.
“Mekanisme perbaikan data dilakukan oleh KPU dan jajarannya dengan perbaikan data di Sidalih, komunikasi langsung antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, antar provinsi, antar dalam dan luar negeri, dengan pembuktian berdasarkan dokumen yang otentik dan mutakhir," tukas Betty.
Di sisi lain, satker KPU juga masih melakukan coklit terbatas (coktas) untuk memastikan validitas data. KPU juga melakukan transparansi atas data pemilih yang ditunjukkan melalui website cekdptonline.kpu.go.id.
“Dalam masa pemberian masukan dan tanggapan, pemilih juga dapat melaporkan diri melalui kanal laporpemilih.kpu.go.id,” kata Betty.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz