Menuju konten utama

KPK Supervisi Kasus Korupsi Penerbitan HGB di Batam

KPK menghadirkan ahli hukum acara pidana di sidang praperadilan kasus dugaan korupsi terhadap Penerbitan Sertifikat HGB atas nama PT. Karimun Pinang Jaya di Batam.

KPK Supervisi Kasus Korupsi Penerbitan HGB di Batam
Ilustrasi. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/3/18). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/kye/18

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi terhadap Penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT. Karimun Pinang Jaya di Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Menurut Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, dalam rangka pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi serta guna mendukung Polda Kepulauan Riau (Kepri) dalam menghadapi praperadilan, pihak KPK membantu menghadirkan ahli hukum acara pidana dari Universitas Riau dalam sidang praperadilan yang dilaksanakan Kamis, (7/6/2018) di Pengadilan Negeri Batam Kepri.

"Saat ini supervisi dilakukan KPK dalam bentuk memfasilitasi ahli pada sidang praperadilan di PN Batam dimana Polda Kepri sebagai termohon," ucap Febri Diansyah kepada wartawan Kamis, (7/6/2018)

Dalam gugatannya, pihak pemohon yakni tersangka Bambang Supriadi beralasan kalau penyidikan yang saat ini sedang dilakukan oleh Polda Kepri tidak sah sehingga menggugatnya di praperadilan.

"Penyidikan tidak sah karena tidak memenuhi minimal dua alat bukti dan peristiwa tindak pidana yang disangkakan kepada pemohon bukan merupakan tindak pidana," ucap Febri.

Alasan pemohon dibantah oleh ahli. Dalam persidangan ahli mengatakan bahwa ada batasan kewenangan dan kompetensi sidang praperadilan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, hanya terkait dengan formal prosedural tindakan penegak hukum dalam rangka upaya paksa dalam rangka perlindungan HAM.

Selain itu, sidang praperadilan tidak memiliki kompetensi untuk masuk ke materi pokok perkara. Dengan adanya putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 telah menambah obyek praperadilan dengan penyitaan, penggeledahan dan penetapan tersangka.

"Ahli mengatakan kalau hakim praperadilan hanya menilai apakah terhadap penetapan tersangka sudah terpenuhi syarat minimal alat bukti dan tidak boleh menilai apakah perbuatan tersangka adalah tindak pidana atau bukan karena itu berarti sudah memasuki pokok perkara dan pemeriksaan bukan kompetensi hakim praperadilan,"ucap Febri.

Pada kasus korupsi penerbitan HGB, diduga HGB tersebut tanpa disertai bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sehingga indikasi kerugian negaranya adalah Rp1,5 miliar.

"Perkara ini disidik oleh Polda Kepri sejak tahun 2016 dan KPK mulai melakukan supervisi sejak tahun 2017," ucap Febri.

KPK berharap pada dukungan dan kerja sama dari semua pihak agar penanganan perkara dapat berjalan lancar dan tuntas.

"Besok dijadwalkan akan dibacakan putusan praperadilan. Kami harap hasil dari persidangan ini dapat bernilai positif pada penanganan perkara dan tidak sebaliknya," ucap Febri.

Baca juga artikel terkait HAK GUNA BANGUNAN atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Hukum
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Yandri Daniel Damaledo