tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut maraknya sorotan masyarakat terhadap harta kekayaan pejabat publik dapat menjadi momentum pengesahan RUU Perampasan Aset.
"Saya kira ini waktu yang tepat untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset sebagai support untuk penegakan hukum tindak pidana korupsi yang sedang kami lakukan," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat 31 Maret 2023.
"Saya kira ini momen yang tepat ketika ada beberapa laporan masyarakat, atensi masyarakat terkait dengan gaya hidup penyelenggara negara," imbuhnya.
Ali mengatakan, pengesahan RUU Perampasan Aset tersebut dapat membantu KPK memaksimalkan perampasan aset pelaku korupsi, pasalnya dengan RUU tersebut, pengambilan barang hasil korupsi dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan.
"RUU ini sangat menarik sekali. Bagaimana kemudian kemudahan-kemudahan di dalam upaya dalam perampasan aset dari hasil tindak pidana korupsi bisa dilakukan, baik lewat peradilan ataupun di luarnya," jelasnya.
Sebelumnya, KPK telah mengonfirmasi penetapan tersangka eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo.
"Terkait dengan perkara yang sedang kami lakukan proses penyidikan terkait pajak, kami ingin sampaikan bahwa benar (Rafael tersangka)," ungkap Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis 30 Maret 2023.
Rafael diduga menerima gratifikasi selama menjabat sebagai pemeriksa pajak pada DJP, Kementerian Keuangan, dalam kurun waktu 2011-2023.
"Jadi ada dugaan pidana korupsinya telah kami temukan. Terkait dengan dugaan korupsi penerimaan sesuatu oleh pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak Kemenkeu tahun 2011-2023," tutur Ali.
Setidaknya sudah ada lima orang pejabat publik yang telah dipanggil KPK guna melakukan klarifikasi LHKPN. Mereka adalah mantan Pejabat Pajak Rafael Alun Trisambodo, Kepala Kantor Bea Cukai nonaktif Yogyakarta Eko Darmanto, Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro, Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono dan Kepala BPN Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra.
Selain lima orang yang diketahui publik, KPK menyebut telah telah memeriksa 195 penyelenggara negara yang masuk dalam kategori wajib lapor, terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Namun demikian, KPK enggan mengungkap profil para penyelenggara negara yang hartanya sudah diperiksa.
"Di awal sudah disampaikan, 195 wajib lapor LHKPN juga belum tahu siapa-siapa orangnya, di mana alamatnya, tapi yang pasti kami lakukan (pemeriksaan) itu dan hasilnya disampaikan kepada Inspektorat wajib lapor tersebut,"imbuh Ali Jumat 24 Maret 2023.
Ali menyebut, pihaknya juga bekerja sama dengan inspektorat di kementerian dan lembaga terkait kejanggalan harta kekayaan pejabat negara. Pasalnya, ketidakpatuhan LHKPN selama ini hanya dikenakan sanksi administratif.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky